Oleh: Eko Windarto
Dengan tegas Al Qur'an mengatakan seluruh penghuni langit dan bumi keseluruhannya bisa bertasbih dan bicara. " Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada satupun melainkan bertasbih dan memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka." ( Qs Al-isra (17):44)
Mereka semua bisa berbicara dan berkomunikasi dengan semua manusia sebagai ditegaskan dalam ayat innahu lahaqqu mitsla ma antum tanthiqum. Bahkan, partikel dan organisme terkecil pun bisa berbicara.
Demikian juga penyair, bisa menyatu dan bicara pada alam sekelilingnya lewat puisinya yang menyatu dalam diri alam itu akan menghasilkan bahasa alam yang terasa liris, yang mengingatkan kita pada puisi ekologi, yang sementara ini sering diabaikan sebagian penyair kita. Padahal melalui PUISI Ekologi bisa membawa kita dalam kesadaran menjaga dan melestarikan alam yang sekarang mengalami kerusakan sangat parah.
Dengan demikian, seorang PENYAIR tidak dapat begitu saja melepaskan diri dari kondisi kehidupan alam sekitarnya, termasuk juga keadaan alam tempat PENYAIR itu berada. Benda-benda dan suasana di sekelilingnya sering kali dipergunakan PENYAIR untuk mengekpresikan perasaan atau pun pikiran-pikirannya.
Perhatikan puisi di bawah ini:
SUMBER AIR
Di bawah pohon beringin itu
Sumber air mengukir hati ibu
Ribuan jarak mengarak benih petani mengurai lagu
Dari simfoni belik tanjung
air susu ibu mentartilkan bunga tanjung
Bersedekap batu berlumut gelombang
Pada terik matahari kalbu
Bening bersandar dalam khusyuk ruhku
Mendaras setetes derai mata air ibu