Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

esai

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kritik terhadap Pemikiran Derrida

6 Februari 2024   10:53 Diperbarui: 6 Februari 2024   11:08 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Perspektif dekonstruksi dalam konteks ini bisa digunakan untuk membuat otokritik terhadap masyarakat kontemporer. Sebagai contoh, kita dapat mengkritik soal kemewahan dan konsumerisme di masyarakat saat ini. Dalam masyarakat kontemporer, kemewahan dan konsumerisme dianggap sebagai simbol kesuksesan dan kebahagiaan. Namun, sebuah analisis dekonstruktif pada kemewahan akan menunjukkan bahwa penampilannya hanya berupa hiasan dan yang sebenarnya tersembunyi adalah pengabaian atas ketidakadilan sosial yang ada.

Sikap dekonstruktif juga memperlihatkan sudut pandang yang lebih inklusif, memungkinkan orang untuk mempertanyakan kategori-kategori yang dihasilkan oleh ideologi kapitalis dan (neo)liberal. Ini berarti bahwa penggunaan label, identitas, dan kategori harus benar-benar ditempatkan dalam diskursus kritis. Simbol-simbol dan kata-kata yang berkuasa selama ini harus dikritisi dan didekonstruksi, mengingat mereka juga telah menjadi alat pembentukan dominasi sekaligus pembentukan identitas. Dalam kasus ini, perspektif dekonstruksi memungkinkan adanya ruang untuk mempertanyakan nativisme, supremasi kulit putih, orientalis, feminisme esensialis, dan nasionalisme yang banyak beredar di masyarakat.

Dalam otokritik masyarakat kontemporer dengan sikap dekonstruktif, kita tidak hanya mengkritik kegembiraan dari kemewahan dan konsumerisme dalam masyarakat, tetapi juga mempertanyakan cara kita memandang tubuh, gender, seksualitas, agama, dan ras. Otokritik dalam dekonstruksi akan membantu kita untuk mencari solusi, berbicara dengan lebih jujur dan sadar dalam mendorong kesetaraan dan kemanusiaan. Kita dapat memerhatikan bagaimana pandangan kita terhadap penelitian ilmiah dan bahkan cara kita mempertanyakan otoritas kemasyarakatan.

Tuntutan dekonstruksi dapat diistemewakan dengan konsep "kritis pedagogis"; bahwa di dalam masyarkat, besar problemnya bukanlah soal tersedianya informasi, namun bagaimana menghargai informasi dalam diskursus kritis. Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai budaya bersikap kritis. Perspektif dekonstruksi membantu kita untuk memahami kontradiksi di masyarakat dan menantang sampai berbicara secara lebih jujur dan akurat, selain membantu pembaca dan lain-lain pemirsa untuk memahami diskursus itu secara lebih baik.

Dalam kesimpulannya, perspektif dekonstruksi memberi tahu kita bahwa masyarakat kontemporer mempunyai ceruk besar untuk memeriksa kritis dirinya sendiri. Penggunaan analisis dekonstruktif pada masyarakat membawa kepada otokritik yang membuka pandangan atas kecenderungan dan ketidakadilan sosial yang mendalam. Perspektif dekonstruksi memperlihatkan bahwa masyarakat kontemporer, dan kemudian diri kita, dapat dipoles menjadi lebih lebih tahu atas realita dan kontradiksi sosial yang menanamkan kelemahan atas system sosial-politiknya. Oleh karena itu, dekonstruksi harus mendapat perhatian sebagai alat kritik sosial yang penting.
Sekar Putih, 3122023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun