Mohon tunggu...
Eko Susilo
Eko Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Eko Susilo-menulis apa saja yang penting bermanfaat, baik itu kritisi atau umpan balik atau sanggahan

Saya seorang biasa saja dan mencoba mengungkapkan pikiran , fenomena dan fakta serta peristiwa yang mungkin dapat memberikan manfaat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Vergeven Voor De Staat, Regulasi Pemaaf, Utilitarianisme, The Greatest Happines of the Greates Number

24 Desember 2024   09:48 Diperbarui: 27 Desember 2024   18:37 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eko Susilo-Regulasi Pemaaf

Oleh : Eko Susilo

Mungkin ini cukup unik ada istilah vergeven voor de staat, dalam bahasa Indonesia adalah dimaafkan untuk kepentingan negara.

Konteks ini merupakan konteks yang cukup menarik bagi penulis saat ini, dulu dan nanti, kecuali ada suatu hal terkait dengan ketentuan peralihan dalam suatu PAsal tersendiri yang mengkaitkan hal ini.

Dalam tulisan saya sebelumnya ada hal terkait :

1. Waktu

2. Dokumen

3. Kewenangan

Nah dalam beberapa hal terkait dengan konteks konteks administrasi, khususnya terkait perubahan nomenklatur seperti penggantian istilah dari "departemen" menjadi "kementerian" di Indonesia setelah tahun 2008, regulasi pemaaf dapat dipahami sebagai aturan atau kebijakan yang memberikan kelonggaran atau pengecualian terhadap pelanggaran administratif akibat keterlambatan atau ketidaksesuaian dalam penerapan perubahan tersebut.

Kenapa hal ini menjadi menarik?.

Ada apa sebenarnya yang terjadi waktu itu?. tentu beberapa tahu dan tidak tahu serta pengabaian atau hal alasan lain yang dapat menjadi pembenaran.

Dalam konteks "kepastian"dan "ketidakpastian"atau ämbiguitas"tentu ada adal yang tidak ambigu. Nah dalam hal yang mencari suatu hasil atau outcome tentu tidak semerta-merta langsung menjadi "hal pasti"atau "hal outcome"dengan sendirinya. Tentu ada ada mudah lalu menjadi lebih mudah atau hal tidak sesuai akan menjadi sesuai dan seterusnya.

Apakah itu regulasi pemaaf?.Regulasi pemaaf dalam administrasi adalah kebijakan yang dirancang untuk tidak langsung menghukum atau menyalahkan pihak yang tidak segera menyesuaikan diri dengan perubahan regulasi, terutama jika ada alasan yang dapat dibenarkan, seperti ketidaktahuan, keterbatasan sumber daya, atau masa transisi yang sulit. 

Garis besar teori yang melandasinya adalah teori utilitarianisme (mencapai manfaat terbesar bagi masyarakat) dan teori keadilan (memperhatikan aspek fairness dalam penerapan aturan). 

Dimana dalam Teori utilitarianisme adalah salah satu aliran filsafat etika yang berfokus pada hasil akhir dari suatu tindakan atau kebijakan, yaitu manfaat yang dihasilkan bagi masyarakat secara keseluruhan.

Teori utilitarianisme pertama kali ditemukan dan dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748–1832), seorang filsuf dan reformator sosial asal Inggris. Bentham dianggap sebagai pendiri utama utilitarianisme klasik. Kontribusinya mencakup pengenalan prinsip "the greatest happiness of the greatest number" (kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak) sebagai panduan dalam pengambilan keputusan moral dan hukum.

Setelah Bentham, teori ini dikembangkan lebih lanjut oleh John Stuart Mill (1806–1873), seorang filsuf dan ekonom. Mill menyempurnakan utilitarianisme dengan menambahkan dimensi kualitas pada kebahagiaan, membedakan antara kenikmatan "lebih tinggi" (higher pleasures), seperti kepuasan intelektual, dan kenikmatan "lebih rendah" (lower pleasures), seperti kesenangan fisik.

Kaitan Vergeven Voor De Staat adlaah mengenai hal maaf di masa kini dari masa lalu yang dalam konteks administrasi ada kekeliruan menyeluruh dan masif namun dapat dimaklumi dengan "permakluman"dan dianggap sebagai suatu kesalahan yang "kecil"namun dapat menimbulkan ambiguitas, dengan hal tersebut maka atas demikian dengan tujuan untuk "kebaikan"dan "kebahagiaan"yang benar terkait dengan teori yang benar dan konteks kehidupan nyata dan realita yang ada maka diperlukan suatu pengaturan benar tersebut.

Konteksnya adalah mengenai kebingungan yang dihargai dengan hal benar dan diakui sebagai suatu yang dianggap remeh namun menimbulkan dampak luas bagi kebanyakan orang.

Penerapan "The Greatest Happiness of the Greatest Number" dalam Perubahan Keliru:

Prinsip "the greatest happiness of the greatest number" seharusnya menuntut agar perubahan dalam administrasi publik membawa manfaat terbesar bagi masyarakat luas. Namun, jika perubahan nomenklatur ini tidak dilaksanakan dengan tepat, atau tidak disertai dengan pembaruan sistem yang memadai, maka perubahan tersebut bisa merugikan lebih banyak orang daripada yang diuntungkan.

Realitanya dapat saja berupa hal :

  • Bingungnya Aparatur Negara: Banyak pegawai yang harus beradaptasi dengan struktur baru tanpa pelatihan atau persiapan yang cukup. Hal ini bisa menurunkan efisiensi administrasi dan merugikan warga negara yang mengandalkan pelayanan publik yang cepat dan tepat.
  • Masyarakat yang Tertinggal dalam Proses Administrasi: Masyarakat yang tidak memahami perubahan dalam administrasi publik dapat merasa kebingungan dalam mengakses layanan. Misalnya, jika mereka tidak tahu apakah instansi tertentu berubah nama atau tanggung jawabnya dialihkan, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mendapatkan layanan publik

Berikut ini saya akan memberikan gambaran ringkas mengenai :

Prinsip Utama Utilitarianisme

  • Manfaat Maksimal (Greatest Happiness Principle):Kebijakan yang dianggap baik adalah kebijakan yang memberikan kebahagiaan atau manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
  • Konsekuensi: Fokus utama utilitarianisme adalah pada dampak atau konsekuensi dari suatu tindakan, bukan pada niat atau cara melakukannya.

Ciri-Ciri Utama Utilitarianisme

  • Kolektivitas: Mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan individu.
  • Efisiensi: Mendorong kebijakan yang memberikan hasil yang optimal dengan pengorbanan minimal.
  • Relativitas Moral: Keputusan dianggap benar jika memberikan dampak positif terbesar dalam konteks tertentu.

Penerapan Regulasi Pemaaf dalam Perubahan Nomenklatur terkait dengan  :

Konsep Regulasi Pemaaf dalam Administrasi

  • Regulasi pemaaf dalam administrasi adalah kebijakan yang dirancang untuk tidak langsung menghukum atau menyalahkan pihak yang tidak segera menyesuaikan diri dengan perubahan regulasi, terutama jika ada alasan yang dapat dibenarkan, seperti ketidaktahuan, keterbatasan sumber daya, atau masa transisi yang sulit.
  • Dalam perubahan nomenklatur, misalnya dari "departemen" menjadi "kementerian," kesalahan dalam penggunaan istilah pada dokumen resmi atau komunikasi administratif dapat dianggap sebagai kesalahan administratif. Namun, tidak semua kesalahan ini langsung dikenai sanksi.

Alasan Penerapan Regulasi Pemaaf

  • Masa Transisi: Perubahan nomenklatur memerlukan waktu untuk disosialisasikan dan diimplementasikan di seluruh lapisan birokrasi.
  • Keterbatasan Teknis: Tidak semua instansi memiliki kemampuan langsung untuk mengubah semua dokumen, sistem, atau format yang sudah berjalan lama.
  • Tujuan Administratif: Fokus pemerintah biasanya adalah memastikan bahwa substansi pekerjaan tetap berjalan lancar, meskipun ada ketidaksesuaian istilah administratif.
  1. Bentuk Regulasi Pemaaf

    • Masa Penyesuaian: Memberikan waktu tertentu agar instansi dapat menyesuaikan nomenklatur baru tanpa terkena sanksi administratif.
    • Pengampunan Administratif: Menghapus atau tidak menjatuhkan sanksi terhadap dokumen yang masih menggunakan nomenklatur lama selama periode tertentu, asalkan tidak ada indikasi kesengajaan untuk melanggar aturan.
    • Pengecualian Tertentu: Membolehkan penggunaan nomenklatur lama untuk dokumen-dokumen yang sudah terbit sebelum perubahan resmi diberlakukan.
  2. Relevansi dalam Kasus Indonesia

    • Perubahan dari "departemen" menjadi "kementerian" di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
    • Dalam implementasinya, mungkin masih ditemukan penggunaan istilah "departemen" pada beberapa dokumen administratif pasca-2008. Hal ini sering kali disebabkan oleh faktor teknis, misalnya dokumen yang terlanjur dicetak sebelum perubahan resmi atau sistem birokrasi yang belum sepenuhnya terintegrasi.
    • Pemerintah cenderung memberikan masa transisi atau toleransi administratif sebelum secara tegas menerapkan sanksi terhadap ketidaksesuaian.
  3. Tujuan Regulasi Pemaaf dalam Perubahan Nomenklatur

    • Mendukung Penyesuaian: Membantu instansi atau individu agar dapat menyesuaikan diri tanpa tekanan yang berlebihan.
    • Mengurangi Beban Administrasi: Menghindari pengulangan kerja atau revisi dokumen yang tidak signifikan, sehingga efisiensi tetap terjaga.
    • Menjaga Fokus Substansi: Memastikan bahwa perubahan nomenklatur tidak menghambat kinerja dan tujuan utama dari administrasi publik.

Kesimpulan

Regulasi pemaaf dalam konteks administrasi perubahan nomenklatur bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan dukungan transisi kepada instansi atau individu yang terdampak. Hal ini penting untuk menjaga efisiensi birokrasi sambil memastikan perubahan nomenklatur diimplementasikan secara bertahap dan terkoordinasi. Jika Anda sedang meneliti ketidaksesuaian ini, regulasi pemaaf bisa menjadi salah satu alasan legal untuk memahami mengapa kesalahan administratif masih bisa terjadi tanpa langsung dikenai sanks

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun