Â
"PR" Lebaran di Masa Dewasa
Atas nama tradisi Lebaran menjadi momen perayaan bagi semua kalangan. Banyak acara-acara warga di bulan Syawal terkemas dalam aneka warna selebrasi.
Termasuk acara salam-salaman dan maaf-maafan saat Idul Fitri pun tidak lepas dari keharusan tradisi. Dalam area terbatas beban tradisi ini punya andil dalam pendangkalan makna sejati prosesi silaturahmi atau badan saat Idul Fitri.
Satu contoh paling mudah adalah pengalaman pribadi penulis. Sebelum dewasa penulis rajin silaturahmi dan sungkem kepada saudara dan tetangga. Terhitung ada berpuluh-puluh rumah dikunjungi untuk sekedar singgah tak lama hingga berkesempatan ujung minta maaf kepada tuan rumah. Lelah juga silaturahmi Idul Fitri disertai ujung-ujung sebagai bentuk keharusan tradisi. Â
Ironisnya sungkem mohon maaf kepada orang tua sendiri belum terbiasa. Padahal dalam setiap khutbah Idul Fitri imam shalat mengingatkan urutan permohonan maaf sungkeman adalah pertama kepada orang tua kemudian guru-guru dan selanjutnya keluarga dan tetangga dekat.
Kebiasaan yang terlembaga dalam tradisi sesekali bisa menjadi rezim bagi yang acapkali menghasilkan ironi. Setelah melalui serangkaian perenungan akhirnya penulis yang mulai beranjak dewasa bertekat memberanikan diri sungkem dengan standar setara dengan ketika ujung pada orang lain.Â
Kikuk dan ewuh pasti! pada awal melakukan hal diluar kelaziman itu. Namun akhirnya ada kepuasan besar di hati setelah melewati ganjalan besar sebagaimana beratnya menyatakan cinta pada kekasih dambaan hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H