Lebaran selalu menyimpan banyak cerita. Umumnya sejauh itu lebih banyak cerita suka dibanding pengalaman susahnya. Mudah dipahami karena lebaran merupakan hari raya yang akan selalu dipenuhi acara perayaan.
Di daerah asal saya masyarakatnya tidak fasih menyebut hari raya lebaran atau idul fitri, maka tanggal 1 syawal mereka memilih bunyi lafal riyoyo sebagai ganti hari raya. Kemudian menyukai lafal bodo (bakdo) daripada lebaran. Sebuah kata hasil proses naturalisasi lokal kalimah ba'da (bermakna sesudah) dari bahasa Arab. Sehingga kegiatan silaturahmi lebaran mereke sebut dengan badan (berlebaran) berkata dasar bodo tadi.
Sejatinya Idul Fitri adalah merupakan momen penuntasan selesainya pelaksanaan ibadah puasa untuk memperoleh kesucian jiwa dan penebusan dosa. Sehingga para ulama salaf mengajarkan setelah dosa personal pada sang Khalik diampuni maka pada hari raya idul Fitri permohonan maaf diteruskan kepada sesama.
Prakteknya di kehidupan sosial dianjurkan bersilaturahmi yang didalamnya ada sesi sungkeman memohon maaf atas semua kekhilafan baik yang disengaja maupun tida disengaja. Lazimnya yang muda sowan kepada yang lebih tua.
Prosesi sungkeman pun menurut tradisi yang berlaku ada kaifiyah (tata cara) dan rangkaian kalimat standarnya. Untuk bisa fasih dan luwes perlu sedikit belajar dan pengalaman mempraktekannya.
Lebaran Masa Kecil
Menginjak masa kanak-kanak saya selalu bersama bapak ibu melakukan silaturahmi lebaran ke kediaman saudara-saudara tua dalam satu trah keluarga. Pada kesempatan itu saya banyak merekam bagaimana prosesi badan (silaturahmi lebaran) beserta ujung (sungkem) yang dicontohkan bapak ibu kepada saudara yang lebih tua.
Kekonyolan-kekonyolan khas anak-anak itu mengundang tawa gemes para tamu seisi ruangan.
Ada saja kejadian konyol lebaran di masa kecil. Penulis mempunyai satu kejadian paling lucu dan membekas dalam ingatan sekaligus menyisakan rasa malu hingga dewasa. Ceritanya waktu itu saya bersama teman-teman seusia bersilaturahmi ke keluarga kakek sepupu. Insiden terjadi kala prosesi sungkeman yang secara tidak sadar pantat saya menekan ujung meja sepanjang waktu prosesi. Akibatnya saat berdiri sesaat setelah berhenti sungkem meja itu jomplang menumpahkan semua jenis kue dan minuman lebaran ke lantai. Teko gelas dan beberapa toples ada yang pecah sampai ambyar!
Tak terbayangkan campur aduk rasa malu dan rasa bersalah. Saking malunya beberapa musim lebaran selanjutnya sampai tak berani badan ke kakek sepupu itu.