Hari Pendidkan Nasional mengawali rangkaian hari-hari besar yang dirayakan oleh segenap rakyat Indonesia. Hanya saja perayaannya dilakukan berbeda sejalan dengan situasi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan seremoni besar-besaran dengan pengumpulan massa.
Namun tidak mengurangi spirit untuk memajukan pendidikan di tanah air sebagai upaya strategis menuju Indonesia maju. Pendidikan memang masih menjadi faktor terbesar yang menentukan kemajuan suatu bangsa.
Rumusan baru pun telah dibuat oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) yang akan menjadi platform pengembangan dan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Substansi baru termuat dalam program kerja Kemendikbud yang tercermin dalam semboyan pendidikan yang memerdekakan.
Sepertinya nyambung dengan latar belakang Mas Menteri Nadiem Makarim yang berpengalaman luas di industri teknologi informasi. Pemerintah seakan paham akan tantangan sumber daya manusia Indonesia ke depan yang ada pada penguasaan teknologi informasi.
Walaupun begitu prinsip-prinsip pendidikan manusia tak boleh bergeser sedikit pun dari dasar paling asasi pendidikan manusia sebagai makhluk rohani, sosial dan berakal budi. Sedangkan teknologi informasi walaupun telah menjadi dasar pembentukan peradaban baru di seluruh dunia namun hal itu hakikatnya sebatas predikat zaman saja.
Cermin Sejarah
Sejarah telah mengajarkan sejak zaman batu, kemudian zaman cocok tanam, lalu zaman kemajuan teknologi mekanik meninggalkan pesan abadi bahwa esensi pendidikan manusia tidak ditentukan oleh predikat zaman.
Kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat para pengambil kebijakan besar bidang pendidikan umumnya karena silau dengan gemerlapnya kemajuan teknologi. Sehingga dalam meramu kebijakan dasar terlampau jauh berorientasi pada predikat zaman.
Guna memperjelas sudut pandang baiklah saya ambil satu contoh kebijakan pendidikan nasional dimasa lalu yang membuat banyak kalangan akhirnya menyesal. Sistem pendidikan yang terlalu pro industri di masa-masa lampau telah menghasilkan satu dua generasi yang miskin dasar kreativitas selain menjadi buruh pabrik.
Dampak serius dari kekeliruan itu tentu sangat luas. Pengaruhnya sampai jauh merasuk ke sendi-sendi kehidupan yang memperlemah kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan berkemanusiaan.
Dimana satu bangsa besar dengan catatan sejarah mengagumkan tetapi untuk sekian kurun lupa akan jati diri dan kebesarannya. Hingga berabad-abad terpecah belah terombang-ambing bagai buih ditengah lautan. Tanpa kekuatan pemersatu, bangsa yang berdiam di kepulauan Nusantara itu menjadi sasaran empuk bangsa-bangsa lain yang serakah.
Tercatat secara de facto bangsa yang di kemudian hari menyebut dirinya sebagai bangsa Indonesia itu dijajah oleh bangsa lain sejak awal abad keenam belas. Bergantian mulai Portugis, Hispanik, England dan terakhir bangsa Nederland.
Kolonisasi bangsa-bangsa Eropa itu menjerumuskan martabat dan harga diri bangsa Indonesia pada titik terendah dalam kurun waktu sangat lama. Perlawanan memang ada tetapi berapa sih kekuatan bangsa yang tercerai berai?
Titik nadir martabat bangsa kita pada kurun itu diindikasikan dengan kelumpuhan kekuatan politik, kemiskinan merajalela, kebodohan merata dan jati diri yang nyaris tiada. Hingga sampai pada suatu masa selapisan tipis pemuda terpelajar yang memiliki kegelisahan sama rutin berkumpul membicarakan nasib bangsanya.
Dari serangkaian pertemuan yang jauh dari sifat resmi tersebut kemudian melahirkan kesadaran bersama untuk memperjuangkan sesuatu yang bermakna untuk masyarakat tempat mereka menetap. Puncaknya awal abad kedua puluh persisnya tanggal 20 Mei 1908 kumpulan pemuda terpelajar Jawa itu mendeklarasikan perkumpulan yang mereka namai Budi Utomo.
Walaupun masih beraroma kesukuan tetapi cara mereka mendirikan dan mengembangkan perkumpulan sudah menganut asas organisasi modern. Dampak sosialnya pun luas. Sehingga sempat merisaukan pemerintah kolonial Belanda.
Berdirinya Budi Utomo selanjutnya menandai lahirnya era baru meluasnya kesadaran berbangsa bagi kaum terdidik dari berbagai kalangan. Terbukti setelah itu berturut-turut lahir berbagai organisasi kepemudaan yang kebanyakan memiliki misi membangun semangat kebangsaan.
Tak berlebihan jika kemudian tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.
Ramadan dan Lebaran penuh kemenangan
Jenuhnya masyarakat akibat pembatasan pergerakan dan interaksi sosial sedikit banyak ternetralisai oleh puasa di bulan Ramadan. Diam di rumah (stay at home) dan bekerja dari rumah (work from home) terasa lebih nyaman dengan dengan pikiran dan hati tenang karena puasa.
Puasa pada situasi pandemi banyak memberikan ruang kontemplasi sehingga orang lebih sanggup memaknai realitas menyesakkan yang dihadapi. Barangkali baru Ramadan ini orang sanggup merasakan nikmatnya sabar menahan keinginan hawa nafsu.
Suasana hati seperti itu juga menjadi lanskap batin yang baik untuk menangkap makna kemenangan akhir pertarungan melawan ego dalam diri. Sebagaimana maksud idul fitri yang berarti kembali kepada fitrah jati diri manusia yang suci.
Lebaran sebentar lagi tiba sanggupkah membekali kita satu kemenangan permanen? Jika ya, itu artinya kita akan lebih mudah memperoleh kemenangan berikutnya. Kemenangan melawan pandemi virus Corona yang membutuhkan kesabaran, keikhlasan, kecerdasan, kebersamaan dalam solidaritas kemanusiaan dan juga persatuan segenap komponen bangsa.Â
Kita tunggu kemenangan besar beruntun itu, lebaran sebentar lagi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H