Mohon tunggu...
Eko S Nurcahyadi
Eko S Nurcahyadi Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis, Pegiat Literasi, aktivis GP Ansor

Aktivis di Ormas, Pegiat Literasi, Pendididikan di Pesantren NU, Profesional Muda

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Langgar Tua Dusun Pacelukan Jadi Monumen Spiritualku

30 April 2020   10:38 Diperbarui: 30 April 2020   10:38 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Al-Khabi dulu langgar tua Pacelukan tak bernama foto | dok pribadi

Aku dilahirkan di sebuah dusun kecil bernama Pacelukan letaknya di pinggiran kota kecil Temanggung, Jawa Tengah. Kultur santri dusunku turut masif mewarnai hidup di masa kecilku dan tetap permanen hingga masa tuaku. Kakekku kebetulan yang menjadi imam di langgar tua (musala kuno) satu-satunya tempat ibadah di dusun itu.

Aku masih ingat empat puluhan tahun silam anak-anak seumuranku semua ngaji alif-ba'-ta' dengan kitab turutan hingga khatam alquran di tempat yang sempit itu. 

Di bawah penerangan lampu teplok para guru ngaji itu tak kenal lelah menuntunku mengeja dan melafalkan huruf-huruf kitab suci. Kasih sayang dan keikhlasan mereka membuat semua rekaman kegiatan penting di masa penting itu begitu membekas menjadi pembentuk identitas diri.

Setiap saat dari lantai beralas tikar pandan aku dan teman-teman sebayaku selalu mendengar rengeng-rengeng para orang tua menyanyikan wirid bakda solat wajib. 

Harap tahu saja, solat jama'ah segenap warga yang dilanjut paduan suara wirid dan tahlil menjadi sajian wajib di langgar yang juga menjadi satu-satunya fasilitas publik masyarakat Pacelukan.

Setiap malam Selasa banyak warga dusun yang telah ber-baiat (ikrar janji) pada guru tarekat (thoriqoh) rutin mengamalkan ijazah guru berupa mujahadah. Mereka memberinya istilah tawajuhan (bertatap wajah pada guru) atau untuk lebih gampang orang dusun juga menyebutnya selasanan sebagai ganti sebutan ibadah mingguan.

Butuh waktu beberapa jam duduk tepekur untuk menyelesaikan dendang mujahadah tarekat tersebut. Anak-anak sebenarnya tidak diperkenankan mengikuti acara tarekat tersebut. Namun karena bacaan mujahadah banyak berupa syair-syair yang dilagukan dengan keras sehingga anak-anak termasuk saya waktu itu banyak yang ikut hafal bunyi dan iramanya.

dokpri
dokpri
Lalu setiap malam Kamis sore seolah wajib hukumnya bagi warga dusunku untuk melakukan berseh (ziarah) ke makam ahli kubur masing-masing. Anak-anak yang turut mengikuti kakak atau orang tuanya berseh ke makam ikut komat-kamit mulutnya pura-pura bisa melafalkan bacaan surat yasin selain membersihkan makam.

Kemudian malamnya bakda Isyak dilaksanakan yasinan yaitu pembacaan surat yasin berjamaah bergiliran di rumah-rumah warga. Pada acara malam jumat ini anak-anak pada umumnya diperbolehkan ikut serta. Sebenarnya untuk acara yasinan ini yang jadi dorongan anak-anak ikut hadir adalah jamuannya yang menyediakan aneka jajanan tradisional dan minuman standar teh atau kopi.

Islam langgar
Masih berbilang puluhan acara bermuatan rohani sebenarnya yang tak cukup ruang untuk dideskripsikan satu-satu. Yang jelas semua acara religius itu punya makna khas dan mendalam sehingga mampu menyedot minat segenap masyarakat tempat aku menghabiskan masa kecilku. Semua itu sanggup meninggalkan atsar (bekas) yang terekam dalam ingatan turut mengukir jiwa religiusku.

Sebagai satu-satunya ruang publik di dusunku langgar tua yang hingga waktu itu secara resmi belum diberi nama menjadi pusat kegiatan masyarakat. Hampir semua permufakatan segenap warga dicapai di situ dan banyak kegiatan dilakukan dan dikendalikan dari tempat itu.

Bisa dimengerti jika kemudian anak-anak generasi Pacelukan bercorak islam langgar yang tradisional. Bahwa kemudian beberapa diantaranya berkesempatan mengenyam pendidikan lebih lanjut hingga mapan berkarir di perantauan namun warna jiwa dan format batiniahnya masih ala langgar Pacelukan.

Punggahan di halaman masjid Pacelukan | dok pribadi
Punggahan di halaman masjid Pacelukan | dok pribadi
Monumen spiritual
Tempat bersujud itu selalu menjadi land mark  anak generasi yang lahir dan besar di dusun itu. Imajinasi akan bangunan klasik itupun akhirnya menjelma jadi monumen spiritual bagi generasi yang pada masa kecilnya menganggap jadi rumah keduanya. Lambaian panggilannya selalu mengusik kerinduan yang membuncah bagi putro wayah yang hidup di rantau.

Kerinduan itu selalu mengajak untuk pulang berziarah tradisi saksi bisu indahnya kehidupan masa lalu. Kini walaupun wujudnya telah berubah, lebih besar dan megah tentunya, tetapi pahatan-pahatan relief pada dinding sejarah langgar tua itu masih sanggup bercerita tentang kisah abadi bagi banyak generasi.

Bahkan lebih dari itu sebagai monumen spiritual langgar tua dusun Pacelukan tetap akan memberikan energi ruhani anak rantaunya saat kembali ke kilometer nol, titik awal pembentuk ciri khas warna spiritualitasnya. Dusun Pacelukan aku ingin pulang.***

Masjid Al-Khabi dulu langgar tua Pacelukan tak bernama foto | dok pribadi
Masjid Al-Khabi dulu langgar tua Pacelukan tak bernama foto | dok pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun