Filsafat dasar pendidikan tak lain adalah mewujudkan manusia yang sadar akan jati diri kemanusiaannya, berbudi pekerti luhur, mampu bernalar secara kritis-rasional serta dapat dilanjutkan dengan tumbuhnya keinginan untuk mengembangkan kemampuan maksimal pribadinya. Yang dengan itu semua juga menumbuhkan keinginan membangun kehidupan sosial kemasyarakatan yang baik dan berkemajuan.
Rangkuman filosofi pendidikan tersebut mengindikasikan bahwa mata pelajaran yang generik itu hanya pada aspek universal. Sehingga penerapan pelajaran yang seragam diberikan kepada semua adalah yang menyangkut nilai-nilai dan pemahaman umum.
Jika dirinci jumlah pelajaran generik itu berkisar hanya empat atau lima mata pelajaran. Selebihnya adalah mata pelajaran pilihan individual masing-masing siswa.
Sebagai ilustrasi melalui penerapan fokus pada performa yang dilakukan sekolah dengan tingkat akuntabilitas tinggi pada semua stake holder-nya harus ditunjukkan dengan kemampuan mengakomodasi keunikan siswa-siswinya selain memantapkan internalisasi nilai-nilai luhur uneversal. Hal ini penting untuk meminimalisir lepasnya potensi spesifik karena kurangnya penanganan yang tepat oleh sekolah.
Puncaknya dalam sivitas sekolah sanggup memfasilitasi peserta didiknya untuk menjadi dirinya sendiri lengkap dengan prestasi khas individual masing-masing. Pola apresiasi atas capaian peserta didik pun harus benar-benar adil antara prestasi akademik maupun prestasi non akademik.
Perubahan fundamental sudah seharusnya menyentuh potensi paling dasar individual siswa serta ter-ejawantah dalam wujud penghargaan sepenuhnya pada masing-masing keunikan para peserta didik.***
Baca juga artikel lainnya di akun Kompasiana Eko Nurcahyadi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI