Mohon tunggu...
Eko S Nurcahyadi
Eko S Nurcahyadi Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis, Pegiat Literasi, aktivis GP Ansor

Aktivis di Ormas, Pegiat Literasi, Pendididikan di Pesantren NU, Profesional Muda

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menanti Janji Perombakan Fundamental Nadiem Makarim

18 Desember 2019   14:52 Diperbarui: 20 Desember 2019   16:56 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi banyak yang berharap Mendikbud lebih bijak dalam merombak kemapanan sistem dan pola yang telah berjalan di sepanjang sejarah pendidikan modern di negeri ini. Para pemangku tugas belum lepas dari kelelahannya akibat kebingungan dalam adaptasinya sehubungan penerapan kurikulum 2013 (Kutilas) yang sebenarnya sudah cukup memiliki spirit revolusioner walaupun proses dan outputnya belum sesuai harapan.

Sederhananya begini, kurikulum yang belum lama berlaku biarlah berjalan sebagai mana yang ada. Hal itu karena secara filosofi dan basis nilai-nilainya sudah sejalan dengan cita-cita kembali kepada pendidikan yang membangun jati diri manusia melalui penanaman karakter.

Alasan lainnya membuat kurikulum baru dan pemberlakuannya itu mahal tidak hanya secara finansial tetapi juga biaya rekontruksi serta ongkos psikologis semua stake holder (pemangku kepentingan).

Bahwa masih ditemukan beban administratif yang berat terutama bagi tenaga didik pada penerapan Kutilas itu yang harus dibenahi sistem dan mekanismenya.

Pendapat Yudi Latif (Kompas,17/12/2019) akan lebih murah dan berdampak luas jika saat ini Mendikbud lebih fokus pada performa (outputs) alih-alih selalu tergoda pada inputs (anggaran, kurikulum, jumlah guru-murid dan sumber daya).

Melalui reformasi struktural yang ketat dengan redistribusi peran antara pusat-daerah, pemerintah-swasta serta antar pemangku kepentingan hingga tiap satuan pendidikan (sekolah) didorong mampu melakukan kebebasan berkreasi untuk mendongkrak performanya.

Dengan regulasi yang berujung pada otonomi penuh sekolah menempatkan unit satuan pendidikan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan. Sedangkan pemerintah hanya menjalankan peran pengawasan dan memastikan akuntabilitas pada tiap satuan pendidikan.

Penerapan tata kelola birokrasi pendidikan model itu akan yang mengharuskan sekolah bersama masyarakat berupaya maksimal dalam berinovasi meningkatkan hasil dari proses pendidikan yang dilakukannya.

Karena hanya dengan cara itu sekolah akan tetap menjaga reputasinya selain memenuhi standar mutu hasil yang ditetapkan pemerintah.

Transformasi yg Diinginkan

Milenialisme yang sejauh ini teramati telah menjadi trade mark zaman sesungguhnya hanya sebatas atribut saja. Setiap zaman memiliki atribut dan stigma masing-masing yang setiap akhir periode akan berubah. Hanya nilai-nilai dasar yang mendasari terbentuknya karakter unggul manusia yang bersifat tetap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun