Sebelumnya, pertandingan gagal digelar di Kediri pada 29 April, 7 Mei dipindahkan ke Jogjakarta dan lagi-lagi gagal digelar dan terakhir 5 Agustus di Kediri. Tujuannya dari skenario itu jelas yaitu menyelamatkan Pelita Jaya.
Kini setelah 10 tahun, Persebaya dan Kediri akhirnya kembali bertemu di kompetisi kasta tertinggi sepakbola Indonesia, Liga 1. Pertandingan 'damai' dengan skor (1-1) seolah menjadi penanda bahwa kedua tim adalah korban kezaliman pengurus PSSI dan operator Liga di jaman itu. Skor sama kuat juga sebagai tetenger bahwa dua tim asal Jawa Timur ini tidak pernah menyerah dalam berkompetisi demi kemajuan sepakbola nasional. Mengingat, pasca memori kelam 2010, baik Persebaya dan Persik harus berjuang di level kedua bahkan Persik sempat mencicipi kerasnya Liga 3. Bravo Persebaya, Bravo Persik.
Harapannya tidak ada lagi tipu muslihat dan kezaliman seperti yang dialami oleh kedua tim. Apalagi, saat ini PSSI dipimpin oleh Mochmad Irawan, SH, MM, MH, perwira tinggi Polri. Pria yang karib disapa Iwan Bule via Satgas Anti Mafia Bola itu juga mendengungkan perang terhadap pengaturan skor, judi bola atau apa pun yang bisa mencederai kompetisi sepabola nasional. Semoga ke depan sepakbola Indonesia lebih baik dan maju. Tidak ada lagi skenario buruk dan memori kelam di sepakbola Indonesa. Maju terus sepakbola Nasional. Bravo sepakbola Indonesia. (*)
(*) Penulis adalah wartawan Radar Surabaya (Jawa Pos Grup) ketika itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H