P3ESuma-KLHK (Makassar, 26 September 2018)-Hasil pengaduan dari Balai Gakkum Sulawesi ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi administrasi hingga paksaan pemerintah terhadap PT. Barry, apabila perusahaan tersebut sudah menjalankan segala kewajiban yang ada pada sanksi paksaan pemerintah sehingga sanksi tersebut telah dicabut.
Dijelaskan Kepala Balai Gakkum "kami melimpahkan pengawasan penaatan sanksi administrasi terhadap kedua perusahaan tersebut kepada pemerintah kota untuk PT. Comextra sudah mengurus IPLC dan DELH."
Hal senada disampaikan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan, "kami mendukung agar Pemerintah Kota melakukan pembinaan terhadap PT. Barry dan PT. Comextra. dan kami menginginkan agar DLH kota Makassar melaporkan hasil evaluasi ketaatan perusahaan terhadap sanksi administrasi."
Verifikasi pengaduan terhadap PT. Citatah di Kabupaten Pangkep
Informasi BPKH bahwa PT. Citatah telah mengajukan permohonan IPPKH sejak 4 bulan lalu. Tetapi untuk terbitnya IPPKH harus melalui pertimbangan-pertimbangan teknis.
Pemerintah Kabupaten Pangkep menerangkan bahwa, "karyawan PT. Citatah sudah dirumahkan atau dialihkan ke perusahaan lain. PT. Citatah sudah tidak beroperasi sejak bulan Juli 2017. PT. Citatah sudah membuat MoU dengan PT. Mitra Hijau untuk pengelolaan limbah B3, yang mendasar kegiatan penambangan PT. Citatah adalah izin produksinpertambangan (IUP), akan tetapi tidak memiliki IPPKH." Â
 "Mekanisme permohonan izin di balik, perusahaan bermohon IPPKH dulu, lalu menyusun dokumen, dan terakhir membuat IUP." Harapan Pemkab. Pangkep.
Pemerintah melalui instansi terkait tidak melakukan sosialisasi terkait IPPKH kepada pelakuusaha, mungkin kalau tidak ada pengaduan maka permasalahan ini tidak berhenti. Perlu dilakukan evaluasi. Pemerintah DPLH juga telah memeriksa kembali usaha-usaha pertambangan yang tidak memiliki IPPKH, dan menghentikan kegiatan pertambangan yang tidak memiliki IPPKH.
Permasalahan IPPKH pada PT. Citatah juga terjadi di sebagian perusahaan yang ada di Sulawesi selatan. Dan perlu ada solusi yang tepat agar tidak berlarut-larut.
Terjadi kerancuan dalam perizinan IPPKH karena adanya beberapa kewajiban yang dapat mengubah item-item pada Dokumen Lingkungan. Syarat IPPKH yang meminta Izin operasi Produksi pertambangan menjadikan jalan bagi perusahaan untuk beroperasi/menambang. Kami merasa bahwa syarat untuk keluarnya IPPKH harus diubah, mau itu izin Bupati atau rekomendasi, asal jangan Izin Produksi.
Menurut pengamatan Kepala Balai Gakkum, hal yang mengherankan adalah tidak adanya teguran dari Pemerintah. Dan adanya rekomendasi dari Kementerian Kehutanan. Untuk melakukan eksploitasi.
Apabila Balai Gakkum turun maka akan ada penegakan hukum, baik administrasi, Perdata, pidana. Kami melihat PT. Citatah sudah proaktif untuk mengurus izin dan siap melakukan ganti rugi apabila telah merugikan lingkungan. PT. Citatah tetap dikawal dan proses penyelesaian perijinannya harus dipercepat.
"kami tidak bisa memberikan peraturan lain karena kami bekerja berdasarkan P. 50. Dan kami ini hanya bawahan, kami akan menyampaikan permasalahan ini kepada pimpinan." Ungkap perwakilan BPKH
"apabila dikatakan perusahaan telah mengeluarkan biaya yang banyak, itu sudah menjadi SOP perusahaan yang telah ditentukan dalam pembuatan izin."Â
"Apabila BPKH menerbitkan rekomendasi IPPKH apakah ada catatan bukaan. Salah satu hal yang menjadi penghambat izin karena bukaan yang dilakukan perusahaan dapat dibuktikan dengan Citra Satelit. Apakah pada rekomenasi terdapat klausul untuk melarang pengusaha membuka lahan." Tutur pak Kahar
Menurut P.50 pasal 16, BPKH dapat mengeluarkan pertimbangan teknis bukan rekomendasi. Segala persyaratan untuk membuat IPPKH termuat P.50 tahun 2016. Untuk peraturan terbaru (P.50) tidak mengenal lagi adanya rekomendasi untuk beroperasi.
"kita harus mengawal adanya permohonan izin dan pengeluaran sanksi dari pemerintah." jelas Kepala Balai.
Verifikasi pengaduan Tambang Galian C PT. Widya Kencana di Takalar
Tim verifikasi bertemu dengan pihak pelapor, pemerintah dan masyarakat untuk mencari informasi dari pihak tersebut. Tim verifikasi tidak menemukan lokasi perusahaan yang diadukan.
Pengumpul Limbah B3
Terdapat 2 (dua) mobil pengangkut limbah B3 (oli bekas) yang tidak memiliki izin pengangkutan limbah B3. Kedua mobil tersebut telah diamankan oleh PolresTakalar dan 2 (dua) orang sopir dan 2 (dua) orang pengelola telah ditangkap dan sudah dalam tahap sidik dan melengkapi berkas Verifikator (Tim verifikasi).
Ditegaskan Kepala Balai Gakkum, "harus ada bukti yang mengatakan bahwa kasus pengangkutan limbah B3 di Kabupaten Takalar telah diambil alih oleh polres takalar. Karena itu menjadi evaluasi dari inspektorat."
Pak Amin dalam pemaparannya menerangkan, "kasus pembuatan jalan dalam kawasan konservasi (Suaka Margasatwa) di daerah Komara Polombangkeng Selatan, Takalar melanggar pasal 40 ayat (1) UU No. 5 tahun 1990 Tentang KSDAE."
"Saksi belum cukup masih harus ditambah dari pihak-pihak yang dapat menguatkan dugaan, barang bukti hanya dalam bentuk dokumentasi karena excavator telah berada di luar Kawasan konservasi. Kami membutuhkan keterangan ahli apakah dapat membuka Kawasan hutan dengan menggunakan excavator. Kami menganggap banyak masyarakat yang mengetahui kasus ini akan tetapi mereka tidak mau member keterangan karena pelaku pembuatan jalan ini merupakan tokoh masyarakat." Ujar Amin.
"langkah-langkah yang telah kami lakukan adalah membuat surat kepada pihak-pihak terkait untuk memberikan keterangan tambahan. Kami telah berkoordinasi dengan polda untuk melakukan ekspose. Kami tidak bisa mengambil kesimpulan dari kasus ini dan masih membutuhkan saksi yang mengetahui persis kasus ini untuk member keterangan." Ungkap Yulianus.
"Untuk pelaku, beliau merupakan tokoh masyarakat di tingkatan Kabupaten Takalar dan kami juga telah menyampaikan informasi tersebut ke Polda Sulsel." Imbuh pak Yulianus
Pertemuan tindak lanjut verifikasi lapangan dan penyusunan rekomendasi hasil verifikasi pengaduan digelar di Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi, Gedung Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi Maluku lantai 4 Makassar, pada Selasa (25/9/2018).
Hadir Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala BBKSDA, Kepala Balai Litbang LHK Sulsel, Kepala BDLHK Wilayah Sulawesi, Perwakilan DLH Kabupaten Pangkep, BPKH, perwakilan dari PT. Comextra, serta perwakilan dari PT. Citatah, PT. Widya Kencana dan PT. Barry
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H