Pak Amin dalam pemaparannya menerangkan, "kasus pembuatan jalan dalam kawasan konservasi (Suaka Margasatwa) di daerah Komara Polombangkeng Selatan, Takalar melanggar pasal 40 ayat (1) UU No. 5 tahun 1990 Tentang KSDAE."
"Saksi belum cukup masih harus ditambah dari pihak-pihak yang dapat menguatkan dugaan, barang bukti hanya dalam bentuk dokumentasi karena excavator telah berada di luar Kawasan konservasi. Kami membutuhkan keterangan ahli apakah dapat membuka Kawasan hutan dengan menggunakan excavator. Kami menganggap banyak masyarakat yang mengetahui kasus ini akan tetapi mereka tidak mau member keterangan karena pelaku pembuatan jalan ini merupakan tokoh masyarakat." Ujar Amin.
"langkah-langkah yang telah kami lakukan adalah membuat surat kepada pihak-pihak terkait untuk memberikan keterangan tambahan. Kami telah berkoordinasi dengan polda untuk melakukan ekspose. Kami tidak bisa mengambil kesimpulan dari kasus ini dan masih membutuhkan saksi yang mengetahui persis kasus ini untuk member keterangan." Ungkap Yulianus.
"Untuk pelaku, beliau merupakan tokoh masyarakat di tingkatan Kabupaten Takalar dan kami juga telah menyampaikan informasi tersebut ke Polda Sulsel." Imbuh pak Yulianus
Pertemuan tindak lanjut verifikasi lapangan dan penyusunan rekomendasi hasil verifikasi pengaduan digelar di Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi, Gedung Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi Maluku lantai 4 Makassar, pada Selasa (25/9/2018).
Hadir Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala BBKSDA, Kepala Balai Litbang LHK Sulsel, Kepala BDLHK Wilayah Sulawesi, Perwakilan DLH Kabupaten Pangkep, BPKH, perwakilan dari PT. Comextra, serta perwakilan dari PT. Citatah, PT. Widya Kencana dan PT. Barry
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H