P3E Suma-KLHK (Jakarta, Rabu, 1 Agustus 2018)-Instrumen berbasis pasar untuk meningkatkan upaya mitigasi perubahan iklim berfokus pada satu hal yakni memberikan nilai ekonomis bagi setiap unit penurunan emisi alias carbon pricing atau yang sebelumnya dikenal dengan "pasar karbon".Â
Menyusul dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, Indonesia semakin siap menerapkan instrumen mitigasi berbasis pasar. PP ini telah memberikan payung hukum untuk penerapan instrumen mitigasi berbasis pasar secara domestik.
Untuk merespon hal tersebut, KLHK melalui kegiatan rutin Pojok Iklim melaksanakan diskusi dengan tema Instrumen Berbasis Pasar untuk Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Energi, bekerjasama dengan Partnership for Market Readiness (PMR).Â
Pojok Iklim kali ini (1/8/2018) menghadirkan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Ruandha Agung Sugardiman, Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI) Moekti H. Soejachmoen, dan Andi Samyanugraha, Carbon Market Expert, PMR Indonesia. Sebagai moderator adalah Penasihat Senior Menteri LHK, Wahjudi Wardojo.
"Kita tidak hanya sekedar menjadi victim atau korban dari perubahan iklim, tapi kita juga mempunyai kapasitas untuk menjadi pemuka dalam isu ini.", ujar Sarwono.
Lebih lanjut, Sarwono mengungkapkan bahwa pencapaian target penurunan emisi dalam Persetujuan Paris tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja, peran serta sektor swasta untuk melakukan mitigasi pengurangan emisi juga diperlukan.
Direktur Jenderal PPI KLHK, Ruandha menyampaikan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebanyak 29% di bawah tingkat Business as Usual (BAU) pada tahun 2030. Hal ini tertuang didalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang disampaikan kepada UNFCCC pada bulan November 2016.
Untuk menjamin pendanaan Lingkungan Hidup termasuk pendanaan iklim, perlu dilihat berbagai sumber pendanaan termasuk dari swasta dan bagaimana mekanisme yang tepat atas keterlibatan pihak swasta tersebut.
Ruandha kemudian menjelaskan aksi mitigasi untuk pencapaian target NDC melalui sektor energi. Upaya yang akan dilakukan Indonesia adalah efisiensi penggunaan energi final, pemanfaatan teknologi clean coal technology, produksi listrik energi baru terbarukan, penggunaan bahan bakar nabati (mandatory b30) pada sektor transportasi, penambahan jaringan gas, dan penambahan stasiun pengisian bahan bakar gas.
Pembicara selanjutnya, Asisten UKP-PPI, Moekti H. Soejachmoen, yang sekaligus negosiator Artikel 6 Persetujuan Paris di bawah UNFCCC, menyampaikan paparannya tentang perkembangan perundingan terkait instrumen mitigasi berbasis pasar dalam Persetujuan Paris -- Artikel 6.
Menurut Andi, pasar karbon dan carbon pricing masih belum dikenal luas di Indonesia sehingga diperlukan sosialisasi dan ujicoba terbatas. Negara berkembang dapat memulai dengan harga karbon yang rendah dan fokus ke pengendalian tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Kegiatan Pojok Iklim dengan Tema besar tentang Pasar Karbon ini akan terus berlangsung selama bulan Agustus 2018 dengan topik bahasan yang berkaitan.Â
Diskusi Pojok Iklim yang selanjutnya akan membahas tentang Pembelajaran dari Instrumen Pasar Karbon (8/8/2018), Kesiapan Data Emisi untuk Instrumen Mitigasi Berbasis Pasar (15/8/2018), Kesiapan Kebijakan Nasional mengenai Instrumen Mitigasi Berbasis Pasar (21/8/2018), dan Strategi Penerapan Instrumen Berbasis Pasar Berdasarkan Potensi dan Biaya Mitigasi (29/8/2018).
Hasil dari diskusi Pojok Iklim selama bulan Agustus 2018 tersebut akan dijadikan dasar untuk Seminar Nasional tentang Instrumen Mitigasi Berbasis Pasar pada pertengahan bulan September 2018. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H