Mohon tunggu...
P3E Suma
P3E Suma Mohon Tunggu... Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan -

Alamat Kantor: Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17 Makassar Tlp. 0411-555701,702 Fax.0411-555703 Alamat Website: p3esuma.menlhk.go.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merawat Ketersediaan Air untuk Pengendalian Pembangunan Berkelanjutan

30 Agustus 2016   07:42 Diperbarui: 30 Agustus 2016   07:58 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

P3E Suma, Ambon-Segala sumber daya alam di bumi, termasuk udara, air, tanah, flora dan fauna terutama contoh yang mewakili bagian ekosistem alam, harus dijaga supaya aman untuk kepentingan generasi sekarang dan masa depan melalui perencanaan atau manajemen yang sesuai dan hati-hati (Stockholm United Nation Conference on Human Enviromental, 1972)

Pembangunan tidak dapat dipisahkan dari aspek lingkungan hidup. Hal ini, karena pembangunan yang dilakukan memanfaatkan sumber daya alam. Faktanya, berbagai proyek industrialisasi cenderung mengabaikan aspek lingkungan. Sehingga terjadilah apa yang sering disebut dengan “degradasi kualitas lingkungan”. Beragam kerusakan alam terjadi akibat eksploitasi yang tidak bertanggungjawab, jelas mengancam kelestarian alam.

Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), tentu diarahkan untuk mengelola model-model pembangunan yang mempertimbangkan aspek lingkungan hidup. Sebab, pembangunan sejatinya untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat, tetapi tidak dengan melakukan eksploitasi yang menimbulkan degradasi lingkungan.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 telah menekankan bahwa pembangunan harus berwawasan lingkungan. Pembangunan harus diorientasikan pada upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup dan sumber daya untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.

Oleh sebab itu, ada dua prasyarat utama yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan; Pertama, peningkatan potensi produksi-produksi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan; Kedua, menjamin kesempatan yang adil dan merata bagi semua orang. Berdasarkan syarat ini, maka pembangunan berkelanjutan dilaksanakan dengan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan sekaligus mengusahakan pemerataan.

Hal ini sesuai dengan tiga pilar pembangunan berkelanjutan dalam Deklarasi Johannesburg, yaitu ekonomi, lingkungan hidup, sosial dan teknologi. Pembangunan dilaksanakan dengan cara menjaga fungsi ekosistem, melestarikan komponen ekosistem, dan menjaga interaksi antarkomponen ekosistem. Selain itu, pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan, menghemat sumber daya alam tidak terbarui, dan tidak merusak sumber daya alam terbarui.

Salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi penting terhadap pembangunan dan penghidupan manusia adalah air. Sebagai catatan, ketersediaan sumber daya air di Indonesia mencapai 694 Milyar kubik per tahun. Indonesia merupakan negara dengan kekayaan air terbesar kelima di dunia, setelah Brasil, Rusia, Cina, dan Kanada.

Pada tahun 2006, Kementerian PU merilis data ketersediaan air per kapita di Indonesia, sebesar 15.500 meter kubik/kapita/tahun, jauh lebih tinggi dari tingkat ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 7.176 meter kubik/perkapita/tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat dimanfaatkan, namun faktanya saat ini baru sekitar 23 persen yang sudah termanfaatkan, dimana hanya sekitar 20 persen yang dimanfaatkan tersebut digunakan untuk memenuhi air baku rumah tangga, kota dan industri, 80 persen lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi (Samekto dan Winata 2010 dalam P3E Suma 2015).

Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) tahun 2010, kebutuhan air akan terus mengalami peningkatan, sementara cadangan air terus mengalami penurunan.

Kebutuhan air baku untuk industri akan mengalami kenaikan lima kali lipat dari 55.762 Meter kubik per tahun pada tahun 2015 dan menjadi 276.125 meter kubik per tahun pada tahun 2030 mendatang. Sayangnya, potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat degradasi daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali yang menyebabkan luas lahan kritis mencapai 18, 5 juta hektar. Selain itu, menurunnya ketersediaan air disebabkan oleh pencemaran lingkungan oleh manusia yang diperkirakan sebesar 15-35 persen per kapita per tahun.

Meski Indonesia termasuk Negara dengan kekayaan air yang melimpah, cadangan air terus mengalami penurunan drastis. Bayangkan, pada musim hujan, beberapa bagian wilayah di Indonesia mengalami kelimpahan air yang luar biasa besar sehingga berakibat terjadinya banjir. Padahal, pada musim kering, sejumlah daerah kekurangan air dan kekeringan pun menjadi bencana. Dari waktu ke waktu, semakin sedikit jumlah air yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan jumlah penduduk Indonesia terus mengalami pertambahan secara signifikan, yang menyebabkan kebutuhan air baku juga meningkat drastis.

Neraca ketersediaan air terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun di tengah laju pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk. Bila tidak diantisipasi lebih dini, pelayanan sumber daya air nampaknya akan semakin timpang. Oleh sebab itu, diperlukan pengelolaan sumber daya air yang baik agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan.

Mempertimbangkan Daya Dukung dan Daya Tampung

Keberlangsungan sumberdaya air pada suatu kawasan sangat berkaitan dengan daya dukung ketersediaan air. Daya dukung lingkungan dapat digambarkan sebagai kemampuan bumi untuk mendukung kehidupan di permukaan bumi, utamanya umat manusia, sedangkan daya tampung dapat digambarkan sebagai kemampuan bumi untuk menyerap sisa-sisa kegiatan manusia dan makhluk hidup lain setelah digunakan.

Apabila daya dukung terlampaui maka kerusakan yang terjadi dapat menurunkan kualitas daya tampung. Sebaliknya, bila daya tampung terlampaui maka daya dukung akan menurun. Daya dukung dan daya tampung tidak bersifat statis, tetapi sangat dinamis dan mengikuti kegiatan bumi (gempa, banjir, letusan gunung api, dsb), serta aktivitas manusia dan mahluk hidup lain di permukaan bumi.

Dalam kajian daya dukung dan daya tampung, ada tiga pendekatan yang digunakan yaitu:

  1. Pendekatan berbasis pada ketersediaan air dan lahan sebagaimana ditetapkan oleh Permen LH Nomor 17 tahun 2009. Pendekatan ini digunakan pada saat akan dilakukan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) mulai dari tingkat Nasional (RTRWN), tingkat provinsi (RTRWP), sampai tingkat kabupaten dan kota (RTRWK).
  2. Pendekatan berbasis kapasitas biologi (ekosistem) atau biocapacity yang digunakan untuk pengkajian poot print dan dapat menggambarkan produktivitas pangan.
  3. Pendekatan jasa ekosistem yang saat ini sedang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) di Indonesia

P3E Suma Menyusun Dokumen Ketersediaan Air dan Arahan Pengendalian Pembangunan

Pada tahun 2015, P3E Suma telah menyusun dokumen ketersediaan air dan arahan pengendalian pembangunan terhadap dua kawasan yakni Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mamminasata dan di Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Ambon. Dokumen tersebut dibuat untuk mengidentifikasi ketersediaan air di wilayah ekoregion Sulawesi dan Maluku, sehingga dapat menjadi bahan masukan dalam membuat formulasi kebijakan, rencana dan program pembangunan di daerah (khususnya di kawasan Mamminasata dan Ambon).

Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan aplikasi model Soil and water Assesment Tools (SWAT). Melalui metode ini diperoleh informasi mengenai total ketersediaan air yang meliputi aliran permukaan, aliran lateral, dan aliran bawah tanah (air tanah).

Hasil kajian ini menghasilkan analisis yang cukup mengkawatirkan. Khusus KSN Mamminasata, hasil studi menunjukkan adanya penurunan air aktual dari 1,68 Milyar meter kubik pada periode 1987-1996 menjadi 1,51 milyar kubik pada periode 2004-2013.

Sementara proyeksi ketersediaan air pada tahun 2035 sebesar 1,34 milyar meter kubik. Dari angka ketersediaan air aktual dan proyeksi tersebut menunjukkan bahwa KSN Mamminasata mengalami penurunan ketersediaan air di masa mendatang. Pada periode 2004-2013, KSN Mamminasata juga mengalami defisit ketersediaan air sebesar 0,18 milyar meter kubik, dimana ketersediaan air sebesar 1,51 milyar meter kubik sedangkan kebutuhan sebesar 1,69 milyar meter kubik. Sementara, hasil studi keterse diaan air di PKN Ambon yang juga menunjukkan penurunan yang tidak signifikan dari 1,13 milyar meter kubik pada periode 1987-1996 menjadi 1,08 milyar meter kubik pada periode 2004-2013.

Sementara, proyeksi ketersediaan air pada tahun 2035-an sebesar 1,03 milyar meter kubik. Dari ketersediaan air aktual dan proyeksi tersebut menunjukkan bahwa PKN Ambon masih berkontribusi memberikan sumber daya air. Dalam simulasi penerapan rencana pola ruang menunjukkan beberapa wilayah mengalami surplus, namun sebagian besar wilayah yang dianalisis mengalami defisit.

Kondisi Ketersediaan Air di KSN Mamminasata

Kawasan Strategis Nasional (KSN) Makassar-Maros-SungguminasaTakalar (Mamminasata) adalah mega project kota modern yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan Kawasan Timur Indonesia. Salah satu instrumen pelayanan penting dalam mempersiapkan kota metropolitan adalah ketersediaan air (baik untuk kebutuhan air minum, irigasi, maupun industri).

ebagaimana diketahui, ada dua bendungan yang merupakan sumber air bersih di KSN Mamminasata yakni Bendungan Bili-Bili di sungai Jeneberang dan Bendungan Lekopancing di Sungai Maros. Sebagai catatan, daerah tangkapan air di dua bendungan tersebut saat ini mengalami kondisi hidrologi yang tidak stabil akibat perubahan pemanfaatan lahan dibagian hulu DAS Jeneberang dan DAS Maros. Kedua bendungan tersebut telah mengalami pengaruh dalam hal kuantitas dan kualitas air, yakni penurunan kapasitas tampungan pada musim kemarau dan keruhnya air tampungan pada musim penghujan akibat erosi dan sedimentasi.

Selain itu, ketidakseimbangan di hulu sungai juga disebabkan oleh perubahan iklim yang mengubah siklus hidrologi, seperti proses penguapan dan presipitasi yang semakin meningkat, sehingga dampaknya adalah berupa curah hujan di luar kebiasaan.

Oleh sebab itu, perlu melakukan upaya-upaya rehabilitasi dan revegetasi kawasan DAS yang mengalami alih fungsi dari hutan menjadi lahan non hutan. Salah satunya, yakni penghutanan kembali pada lahan-lahan terbuka dan semak belukar dengan sistem agroferestry.

Kondisi Ketersediaan air dan Pengembangan PKN Ambon

Rencana strategis Kota Ambon 2006- 2013 akan mengarahkan perencaan kota menuju pada pengembangan kawasan pesisir menuju kota pantai (Kota Pesisir) atau pengembangan Ambon Waterfront City (AWFC).

Berdasarkan penelitian Putuhena JD (2010), analisis ketersediaan air di kota Ambon pada tahun 2010 telah mengalami defisit air, maka perlu melakukan rencana keberlanjutan dalam mempertahankan nilai ekologi dan ekonomi lahan yang seyogiyanya dapat memenuhi kebutuhan air di hulu maupun di pesisir kota Ambon. Untuk menjawab kondisi saat ini maka berbagai sektor perlu mengacu pada kondisi keberlanjutan ekosistem.

Oleh sebab itu, model dinamik pengelolaan DAS kota Ambon yang terbaik adalah menggunakan skenario moderat dengan melakukan kegiatan ekstensifikasi pertanian sistem agroforestry, menekan laju pertumbuhan penduduk di DAS kota Ambon menjadi 2 %. Selain itu, perusahaan air minum juga diharapkan dapat menekan angka kebocoran sebesar 15 % dan menambah produksi air 15%. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki debit aliran sungai, indeks penggunaan air, kecukupan luas tutupan hutan dan peningkatan pendapatan petani.

(Sumber: Dokumen Ketersediaan Air dan Arahan Pengendalian Pembangunan di PKN Ambon 2015 dan Dokumen Ketersediaan Air dan Arahan Pengendalian Pembangunan di KSN Mamminasata 2015, P3e Suma 2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun