Suasana tegang terlihat di pojokan kampus di negeri Abal-Abul, beberapa siswa tampak gelisah dan membalik-balik beragam alat komunikasi, sebutlah gadget, beberapa lainnya terlihat duduk tenang dan mulutnya komat-kamit, entah berdoa atau membaca mantera penjinak raga, entah apa yang terpikir di balik komat-kamitnya… hanya mereka yang tahu….
Kerumunan mahasiswa ini sudah selesai sidang dan menunggu hasil yudisium, suasana tegang mewarnai ruangan saat para dewa di kampus Abal-Abul memasuki ruangan. Hasil sidang mulai dibacakan, teriakan bangga terdengar di sana sini, dengusan kesal tak kalah merdu mewarnai ruangan.
Usut punya usut ternyata dengusan kesal bukannya datang dari sarjana dengan nilai kecil atau terendah namun justru dari raga dengan nilai tinggi dan baik, sebutlah nilai A.
Rasa sesal terucap dari mereka, “Tau hasilnya begini sih ngapain juga saya buat skripsi dengan sungguh-sungguh, buat apa saya banyak membaca untuk menambah referensi, buat apa saya buang-buang waktu untuk berpikir dan belajar, toh yang skripsinya abal-abal aja bisa lulus dengan nilai sama”
Prasangka buruk mahasiswa bukanlah tanpa dasar namun berdasarkan pengalaman pribadi mereka, lingkungan kampus negeri Abal-Abul yang luas dan besar ini tidak membatasi komunikasi antar siswa, kisah perjuangan saat menyusun skripsi seolah menjadi menu utama di setiap pojok kampus.
Dosen pembimbing terbaik bagi mahasiswa adalah dosen pembimbing yang tidak pernah mau memeriksa isi skripsi, kalaupun memeriksa hanya sekilas tanpa memperhatikan kandungan isi tulisan.
Dosen pembimbing terbaik adalah yang selalu mengikuti kemauan siswa walau hal tersebut adalah salah, kesalahan dianggap benar karena malas memeriksa isi skripsi, sibuk dan banyak pekerjaan adalah perisai mereka untuk melindungi dari kesan malas.
Di sisi lain dosen pembimbing yang terlalu teliti serta lebih banyak menghabiskan tinta ballpoint untuk mencoret kesalahan yang harus diperbaiki dianggap dosen pembimbing yang mempersulit siswa.
Skripsi yang isinya copy paste pasti tidak luput dari coretan dosen pembimbing yang dianggap mempersulit mahasiswanya, dosen pembimbing yang mengharuskan mahasiswa banyak membaca buku referensi untuk menambah pengetahuan serta wawasan adalah dosen yang dianggap mempersulit mahasiswanya untuk mencapai gelar sarjana.
Rasa bangga tercetus dari siswa yang lebih dulu selesai skripsinya, kualitas skripsi urusan belakangan yang penting sudah selesai karena berbagai kemudahan yang diberikan oleh dosen pembimbingnya.
Pemberi kemudahan itu bisa jadi karena berharap jadi dosen yang dicintai mahasiswa, berharap mendapat gelar sebagai dosen favorit walau harus melakukan pembodohan pendidikan hanya demi gelar semu.
Mahasiswa tentunya akan mengeluarkan segala jurus rayu, teknik sanjungan serta sikap santun berlebihan demi melunakkan hati sang dosen pembimbingnya. Strategi tingkat tinggi ini tentunya tidak akan mempan terhadap dosen yang lebih mementingkan kualitas lulusan dibandingkan dengan jumlah lulusan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa ada dua golongan utama mahasiswa, pertama adalah mereka yang membuat skripsi dengan benar-benar dan mendapat dosen pembimbing yang benar-benar membimbing, kedua adalah mahasiswa yang membuat skripsi asal-asalan dan mendapat dosen pembimbing favorit yaitu yang tidak memeriksa isi skripsi, yang penting setuju dan tanda tangan tanpa peduli kualitas isinya.
Setelah semua skripsi jadi dan siap sidang jadilah dua golongan skripsi, pertama skripsi yang memang selayaknya skripsi, kedua adalah skripsi abal-abal yang mungkin isinya copy paste dan dibiarkan oleh pembimbingnya, sibuk adalah alasan utama untuk tidak memeriksa isi skripsi yang bisa jadi adalah copy paste.
Skripsi copy paste dianggap wajar lolos dari pengamatan dosen pembimbing, karena dosen pembimbing tidak mungkin hafal isi seluruh skripsi yang pernah dibuat dan ada di perpustakaan atau kadang skripsi yang ada di penyewaan komputer.
Skripsi abal-abal menciptakan sarjana abal-abal, sidang skripsi abal-abal menghasilkan sarjana abal-abal. Kira-kira begitulah persamaannya.
Saatnya sidang … eng ing eng …. Kalau suara jantung manusia bisa terdengar keluar mungkin suara degub jantung mereka terdengar indah seperti rampak gendang. Ragam gaya dan bahasa tubuh serta celotehan khawatir ada di pelataran luar ruangan sidang. Semua siswa di pelataran menanti namanya disebut untuk masuk ruang sidang.
Usai sidang berlangsung giliran penguji untuk adu argumen mengenai hasil sidang, dosen favorit akan mati-matian mempertahankan agar nilai siswa selalu tinggi, dosen satunya lagi yang dianggap selalu mempersulit siswa akan berusaha objektif terhadap hasil sidang. Walhasil keputusan ditentukan oleh kalangan dewa di kampus Abal Abul.
Seperti yang sudah dituliskan di atas, hasil yudisium mengecewakan mereka yang nilainya bagus namun hasil perjuangan sendiri, perasaan bangga namun kebanggaan semua ada di hati mahasiswa yang lulus dengan skripsi abal-abal, mereka sangat puas karena telah berhasil membohongi diri sendiri, senang karena berhasil mengambil hati bahkan membohongi dosen pembimbing serta penguji pendulang gelar julukan dosen favorit.
Rupanya hasil yudisium ini sangat memuaskan para dewa, sebagian besar lulus dengan nilai A, hanya sebagian sangat kecil sekali yang lulus dengan nilai C bahkan untuk menghitungnya tidak perlu menggunakan lebih dari sebelah tangan saja. Nilai B tetap ada agar pantas dilihat. Kadangkala nilai C dapat disulap menjadi nilai yang lebih baik hanya karena kasihan melihat jumlah nilai C hanya dimiliki oleh segelintir kecil mahasiswa saja.
Apakah sarjana itu sadar akan kualitas kesarjaanaannya? Rasa bangga yang hanya pura-pura pasti ada di hati sarjana abal-abal. Sementara mahasiswa yang rajin dengan skripsi non abal-abal tetap bangga dan bangga yang sebenar-benarnya. Bangga karena hasil perjuangannya tidak sia-sia, bangga karena hasil perjuangannya membuahkan hasil yang istimewa bagi mereka.
Sementara para junior dan adik kelas tetap belajar dari kejadian tadi, mereka sudah dewasa dan bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk, namun kebutuhan mereka akan nilai bagus membuatnya terlena, pilihan antara baik dan buruk mulai seliweran di benak mereka
“Rajin dan malas sama saja, sama-sama lulus. Skripsi hasil sendiri dengan skripsi abal-abal sama saja, karena akan membuahkan nilai yang sama.
Kejadian ini berlangsung terus menerus, turun temurun.. sang dosen favorit semakin favorit karena dikenal selalu memberi nilai tinggi tanpa peduli kualitas siswa, sang dosen yang berlaku sebagaimana layaknya dosen mendapat gelar dosen yang sering mempersulit siswa karena yang salah dibilang salah, mereka selalu dijauhi siswa karena selalu terliti dan mementingkan kualitas pendidikan serta kualitas lulusan demi menjaga nama baik kampus.
Sementara tukang sapu di pojok gedung hanya bisa termangu, dia prihatin melihat kondisi ini karena para dewa lebih melindungi mahasiswa pemalas dibandingkan dengan mahasiswa rajin. Mahasiswa pemalas diangkat nilainya agar terlihat pintar … Mahasiswa pintar dianggap wajar saja dapat nilai bagus, bagi para dewa yang penting jumlah lulusan banyak, yang penting mereka sudah lulus, masa bodoh dengan kualitas pendidikan karena targetnya bukan kualitas melainkan kuantitas mahasiswa.
Entah apa jadinya pendidikan negara ini kalau sampai kampus Abal Abul ada di negara kita.
Jauh di luar kampus … para sarjana abal-abal ini mentertawakan sang dosen favorit … mereka sudah tidak ada perlunya lagi dengan dosen favorit, sarjana abal-abal ini sudah mendapat nilai baik, tidak perlu lagi bermanis-manis di depan dosen favorit, tidak perlu lagi mereka pura-pura baik di depan dosen favorit, bahkan beberapa jam kemudian mereka sudah lupa dengan “kebaikan” dosen favoritnya …. buat apa diingat? toh sudah lulus, toh sudah dapat nilai bagus … Dosen Favorit sudah menjadi sejarah kelam bagi sarjana abal-abal …
Pertanyaan tak terucap juga terlontar dari tukang ojeg di seputaran kampus Abal-Abul …. Apabila tercipta Sarjana Abal-Abal … siapakah yang salah? siapakah yang bertanggung jawab? Apakah Mahasiswa? Apakah Dosen? Apakah sistem di kampus? ataukah sistem pendidikan negara?
Nahhhh menurut anda siapa?
Tulisan ini pernah saya publish dua tahun lalu di: https://ekoprobo.wordpress.com/2013/06/12/sarjana-abal-abal-salah-siapa/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H