Pemberi kemudahan itu bisa jadi karena berharap jadi dosen yang dicintai mahasiswa, berharap mendapat gelar sebagai dosen favorit walau harus melakukan pembodohan pendidikan hanya demi gelar semu.
Mahasiswa tentunya akan mengeluarkan segala jurus rayu, teknik sanjungan serta sikap santun berlebihan demi melunakkan hati sang dosen pembimbingnya. Strategi tingkat tinggi ini tentunya tidak akan mempan terhadap dosen yang lebih mementingkan kualitas lulusan dibandingkan dengan jumlah lulusan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa ada dua golongan utama mahasiswa, pertama adalah mereka yang membuat skripsi dengan benar-benar dan mendapat dosen pembimbing yang benar-benar membimbing, kedua adalah mahasiswa yang membuat skripsi asal-asalan dan mendapat dosen pembimbing favorit yaitu yang tidak memeriksa isi skripsi, yang penting setuju dan tanda tangan tanpa peduli kualitas isinya.
Setelah semua skripsi jadi dan siap sidang jadilah dua golongan skripsi, pertama skripsi yang memang selayaknya skripsi, kedua adalah skripsi abal-abal yang mungkin isinya copy paste dan dibiarkan oleh pembimbingnya, sibuk adalah alasan utama untuk tidak memeriksa isi skripsi yang bisa jadi adalah copy paste.
Skripsi copy paste dianggap wajar lolos dari pengamatan dosen pembimbing, karena dosen pembimbing tidak mungkin hafal isi seluruh skripsi yang pernah dibuat dan ada di perpustakaan atau kadang skripsi yang ada di penyewaan komputer.
Skripsi abal-abal menciptakan sarjana abal-abal, sidang skripsi abal-abal menghasilkan sarjana abal-abal. Kira-kira begitulah persamaannya.
Saatnya sidang … eng ing eng …. Kalau suara jantung manusia bisa terdengar keluar mungkin suara degub jantung mereka terdengar indah seperti rampak gendang. Ragam gaya dan bahasa tubuh serta celotehan khawatir ada di pelataran luar ruangan sidang. Semua siswa di pelataran menanti namanya disebut untuk masuk ruang sidang.
Usai sidang berlangsung giliran penguji untuk adu argumen mengenai hasil sidang, dosen favorit akan mati-matian mempertahankan agar nilai siswa selalu tinggi, dosen satunya lagi yang dianggap selalu mempersulit siswa akan berusaha objektif terhadap hasil sidang. Walhasil keputusan ditentukan oleh kalangan dewa di kampus Abal Abul.
Seperti yang sudah dituliskan di atas, hasil yudisium mengecewakan mereka yang nilainya bagus namun hasil perjuangan sendiri, perasaan bangga namun kebanggaan semua ada di hati mahasiswa yang lulus dengan skripsi abal-abal, mereka sangat puas karena telah berhasil membohongi diri sendiri, senang karena berhasil mengambil hati bahkan membohongi dosen pembimbing serta penguji pendulang gelar julukan dosen favorit.
Rupanya hasil yudisium ini sangat memuaskan para dewa, sebagian besar lulus dengan nilai A, hanya sebagian sangat kecil sekali yang lulus dengan nilai C bahkan untuk menghitungnya tidak perlu menggunakan lebih dari sebelah tangan saja. Nilai B tetap ada agar pantas dilihat. Kadangkala nilai C dapat disulap menjadi nilai yang lebih baik hanya karena kasihan melihat jumlah nilai C hanya dimiliki oleh segelintir kecil mahasiswa saja.
Apakah sarjana itu sadar akan kualitas kesarjaanaannya? Rasa bangga yang hanya pura-pura pasti ada di hati sarjana abal-abal. Sementara mahasiswa yang rajin dengan skripsi non abal-abal tetap bangga dan bangga yang sebenar-benarnya. Bangga karena hasil perjuangannya tidak sia-sia, bangga karena hasil perjuangannya membuahkan hasil yang istimewa bagi mereka.