Sialnya, gedebog justru kelelep. Barangkali memang karena saya panik atau memang berat masa tubuh saya dengan daya apung gedebog yang timpang saya juga membuang gedebog itu! Saya tenggelam.Â
Saya cuma berpikir antara mati dan hidup karena memang tak pandai renang. Saya renang sebisanya. Air berkecipak. Tapi entahlah saya masih selamat. Saya bisa menepi berpegang batu kali. Kawan-kawan kami berlarian. Sialnya mereka justru ketawa sebab mereka kira saya ikan besar yang kelenger.Â
Begitulah saya kapok. Mulai agak tenang saya mengajak Kang Rizal pulang sambil menenteng sedikit ikan dapatan. Sambil menyusur pinggir kali, kami mencekiki keapesan tadi. Sambil menyusuri kali, kami siruki ikan-ikan mabuk yang menepi. Sambil menyusuri kali kami hanyut dalam obrolan ngalor-ngidul sementara ikan-ikan mati dan ada sebagian tai hanyut. Hanyut.
Berenang, Menyelam dalam Jerumus Arus
Paling tidak setelah peristiwa di antara hidup dan mati ada suatu trauma yang terpatri di kepala saya bahwa hal yang harus selalu dilakukan adalah menjaga diri agar tidak hanyut. Orang musti pintar berenang maupun menyelam. Berenang artinya kita boleh saja mengikuti arus atau menentang arus tapi kita tak boleh terjerumus arus. Begitupun menyelam yang jadi kemampuan yang harus dimiliki seseorang. Menyelam artinya mengetahui kedalaman dengan tetapo menjaga jarak terhadap tenggelam. Saat kita berenang atau menyelam, kita diharuskan memiliki kesadaran vertikal, horisontal atau eling dan diharuskan mengaktifkan seluruh daya tubuh untuk waspada terhadap berbagai potensi bahaya seperti tengelam dan hanyut.
Dari tenggelam dan hampir hanyut di waktu dan ruang geografis itulah saya mulai waspadai arus-arus lain yang tidak tampak. Arus waktu perubahan zaman maupun arus ruang medan kepentingan menjadi salah dua dari sekian banyak arus yang saya waspadai sedari saat itu. Misalkan arus waktu perubahan zaman saya waspadai dengan cara terus belajar baik secara formal-institutif seperti belajar sungguh di sekolah maupun nonformal-dengan siapapun. Dan sungguh dalam hal ini saya sangat berterima kasih kepada Bapak dan Emak, karena merekalah yang telah sungguh memiliki kewaskitaan terhadap arus waktu perubahan zaman yang cepat sehingga benar-benar menuntaskan jenjang pendidikan kedua anaknya melebihi jenjang pendidikan mereka.Â
Adapun arus ruang medan kepentingan misalnya saya waspadai sejak kecil yakni terhadap masalah pertemanan. Saya manut menurut ajaran Emak, Bapak dan Para Kyai atau Guru bahwa seseorang musti berteman dengan siapapun tapi juga musti mengambil atau mempunyai sikap terhadap keputusan, sikap dan tindakan teman tersebut.Saya mempunyai juga teman-teman yang hobinya mo-limo tapi tetap menjaga jarak untuk tidak terpengaruh hobi mereka yang tidak tepat dan benar itu.Â
Dalam banyak hal meskipun saya tidak bisa menularkan yang baik dan ideal dari perilaku, sikap dan tindakan saya kepada mereka, toh dengan eling dan waspada artinya saya punya sikap yang jelas, para kawan saya yang mo-limo itu pun menghormati saya. Mereka bisa membaca batas-batas. Bahkan ada banya teman yang mereka senang mabuk, justru tidak ingin saya ikut-ikutan mabuk. Lebih jauh lagi, mereka melarang saya untuk mabuk!
Bahaya arus perubahan zaman dan ruang kepentingan yang dapat menenggelamkan dan menghanyutkan seseorang itu malah sudah diwanti-wanti Kanjeng Sunan Kalijaga dalam Serat Lokajaya, Lor 11.629. Dalam nukilan nasihat yang tercantum di dinding batu sekitar halaman Masjid UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itulah, saya menemukan nasihat dasyat Kanjeng Sunan Kalijaga, "anglaras ilining banyu, angeli ananging ora keli". Nasihat tersebut bila diartikan secara sederhana bahwa selaraslah atau mengalurlah sesuai alir air, tetapi tidak hanyut.
Meskipun pernah mengalami tenggelam dan hampir hanyut di anak Sungai Bengawan Solo maupun sudah paham nasihat Kanjeng Sunan toh pada situasi tertentu saya sering mengalami tenggelam dan hampir hanyut. Seperti manakala dalam proses berorganisasi di kampus maupun proses berkenalan dengan arus pemikiran baru.
Pun, sudah menjadi kabar yang wajar apabila seorang organisatoris berenang di arus kekuasaan sebab salah satu misi bagi kader yakni menempati posisi-posisi strategis di kampus. Tujuannya mulianya tak lain mengamankan dan memperjuangkan nilai juang organisasi yang mereka ikuti. Tujuan lainya tak lain untuk memuaskan nafsu berkuasa (baik itu branding personal, meningkatkan kelas sosial mereka) si zoon politicon itu!
Saya salah satu yang sempat berenang di arus kekuasaan kampus, meskipun hanya sebagai anggota himpunan mahasiswa jurusan. Tapi perlu saya akui saya tidak pandai berenang dan sempat keram. Hampir tengelam di arus kekuasaan itu, saya pilih mentas.