"Tidak terlalu, Baginda."
"Ku dengar kau memukuli lembu itu tiap pagi dan sore. Apa yang kau lakukan?" tanya Sang Sultan."
Abu Nawas terdiam.
"Orang-orang bilang bahwa kau tidak mengajari lembu itu membaca. Kau hanya bilang tiga kata kepadanya, 'Kau, Sultan atau Aku?'Apa yang kau maksud? Kau musti jelaskan itu padaku!" ujar Sang Sultan berang.
Abu Nawas mengangkat kepala dan berkata, "Lembu itu seekor hewan. Tak masalah bagaimana baiknya saya mengajarinya, ia tak akan bisa membaca. Saya bilang, 'Kau, Raja atau Saya' sebab saya akan bikin lembu itu paham. Beberapa orang pasti salah. Mungkin itu lembu, 'kau',Sultan, atau Saya diri saya sendiri," jawab si pria cerdas.
"Apa yang kau maksud dengan 'beberapa orang pasti salah'?" tanya Sang Sultan lagi.
"Kalau lembu itu tak bisa membaca, kemungkinan pertama adalah lembu itu salah. Hal itu tentu saja konyol! Kemungkinan kedua yakni Sang Sultan yang salah. Ia tahu bahwa hewan tidak dapat membaca, tapi ia menitahkan saya untuk mengajari hewan itu membaca. Kemungkinan ketiga, saya yang salah karena saya tidak dapat mengajari hewan itu membaca," jawab Abu Nawas. "Hakim harus memutuskan tiga kemungkinan ini," jawab Abu Nawas.
      Sang Sultan terdiam. Ia menyadari bahwa titahnya terlampau mustahil untuk dilakukan. Abu Nawas telah menunjukkan caranya sendiri yang unik.
"Kenapa kau pukuli lembu itu. Kau bisa mengatakan tiga kata itu tanpa memukulinya?" tanya Sang Sultan. Kini ia berbicara dengan lebih tenang.
"Saya pikir setiap hakim tidak akan berani mengatakan bahwa Sultan lah yang salah. Maka, saya pukuli lembu itu dengan harapan ia lekas mati. Ketika ia mati, tidak ada lagi masalah bagiku. Saya tidak harus mengajarinya dan anda tidak dapat menghukum saya," jawab pria cerdas itu.
      Detik itu juga Sang Sultan menjadi diam seribu bahasa. Abu Nawas benar.