Mengajari Seekor Lembu Membaca
      Suatu hari Sultan Aaron menitahkan salah seorang penggawa memanggil Abu Nawas.
"Abu, kau harus menghadap Sang Sultan sekarang," ujar si penggawa kepada Abu Nawas.
Abu Nawas mengikuti si penggawa ke istana. Setelah jenak bersimpuh di sana ia berkata, "Apa yang musti saya lakukan, Baginda?"
"Aku membutuhkan pertolonganmu, Abu. Setiap orang tahu bahwa kau seorang pria yang amat cerdas. Oleh karenanya, kupikir kau dapat membantuku mengajari lembuku membaca. Kalau kau tidak bisa, aku akan menghukummu!"
Abu Nawas tidak punya pilihan. Ia terima titah itu dan membawa lembu itu pulang. Sesampainya ia di rumah, ia ikat lembu itu di pohon palem di belakang rumahnya.
Keesokan harinya ia pergi ke halaman belakang dengan sebuah tongkat rotan. Ia sabet hewan itu lagi dan lagi. Lembu itu melenguh lagi dan lagi. Ia terus menyabetnya sambil berkata, "Kau, Sultan atau Aku?"
Ia lakukan hal itu setiap pagi. Makin dan semakin banyak orang tahu apa yang ia lakukan. Suatu hari kabar itu sampai ke Sultan. Sang Sultan naik pitam mendengar hal itu. Ia utus seorang penggawa memanggil Abu Nawas.
"Abu, mengapa kau tak memberiku laporan atas tugasmu?" tanya Sang Sultan manakala Abu Nawas bersimpuh di hadapannya.
"Saya mohon maaf dengan sangat, Baginda. Saya sangat sibuk mengajari lembu itu membaca sehingga saya lupa untuk melapor. Setiap pagi dan sore saya mengajarinya membaca," jawab Abu Nawas.
"Apakah kau berhasil?" tanya Sang Sultan.
"Tidak terlalu, Baginda."
"Ku dengar kau memukuli lembu itu tiap pagi dan sore. Apa yang kau lakukan?" tanya Sang Sultan."
Abu Nawas terdiam.
"Orang-orang bilang bahwa kau tidak mengajari lembu itu membaca. Kau hanya bilang tiga kata kepadanya, 'Kau, Sultan atau Aku?'Apa yang kau maksud? Kau musti jelaskan itu padaku!" ujar Sang Sultan berang.
Abu Nawas mengangkat kepala dan berkata, "Lembu itu seekor hewan. Tak masalah bagaimana baiknya saya mengajarinya, ia tak akan bisa membaca. Saya bilang, 'Kau, Raja atau Saya' sebab saya akan bikin lembu itu paham. Beberapa orang pasti salah. Mungkin itu lembu, 'kau',Sultan, atau Saya diri saya sendiri," jawab si pria cerdas.
"Apa yang kau maksud dengan 'beberapa orang pasti salah'?" tanya Sang Sultan lagi.
"Kalau lembu itu tak bisa membaca, kemungkinan pertama adalah lembu itu salah. Hal itu tentu saja konyol! Kemungkinan kedua yakni Sang Sultan yang salah. Ia tahu bahwa hewan tidak dapat membaca, tapi ia menitahkan saya untuk mengajari hewan itu membaca. Kemungkinan ketiga, saya yang salah karena saya tidak dapat mengajari hewan itu membaca," jawab Abu Nawas. "Hakim harus memutuskan tiga kemungkinan ini," jawab Abu Nawas.
      Sang Sultan terdiam. Ia menyadari bahwa titahnya terlampau mustahil untuk dilakukan. Abu Nawas telah menunjukkan caranya sendiri yang unik.
"Kenapa kau pukuli lembu itu. Kau bisa mengatakan tiga kata itu tanpa memukulinya?" tanya Sang Sultan. Kini ia berbicara dengan lebih tenang.
"Saya pikir setiap hakim tidak akan berani mengatakan bahwa Sultan lah yang salah. Maka, saya pukuli lembu itu dengan harapan ia lekas mati. Ketika ia mati, tidak ada lagi masalah bagiku. Saya tidak harus mengajarinya dan anda tidak dapat menghukum saya," jawab pria cerdas itu.
      Detik itu juga Sang Sultan menjadi diam seribu bahasa. Abu Nawas benar.
      Beberapa lama tak seorang pun berujar. Kemudian Abu Nawas pamit undur diri.
"Kau benar, Abu. Aku tarik kembali titahku. Kau dapat miliki Lembu itu. Kau bisa jual itu, pelihara atau menyembelihnya, tapi jangan pukuli dia," ujar Sang Sultan.
Madiun, 25 Maret 2022 pukul 00:00 WIB
Catatan: Diterjemahkan dari buku berjudul Abunawas and His Impossible Mission, retold by Sugeng Heriyanto, Cetakan ke-6, diterbitkan Kanisius pertama kali pada 2001.
Eko Nurwahyudin, pembelajar hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H