Terselamatkan oleh Egrang
Sang Sultan ingin menguji kecerdasan Abu Nawas. Jadi, ia mengundang Abu Nawas ke istana.
"Engkau membutuhkan saya, Baginda?"
"Ya, kau sudah tiga kali mempermainkan saya. Dan itu keterlaluan. Aku ingin kau meninggalkan negeri ini. Kalau tidak, kau pasti akan berangkat ke penjara."
"Jika itu yang engkau inginkan," jawab Abu Nawas nelangsa, "Saya akan melakukan apa yang engkau katakana."
"Ingat, mulai besok kau tak boleh menginjakkan kaki di negeri ini lagi," kata Sang Sultan dengan serius.
"Ya, Baginda."
Abu lantas meninggalkan istana dengan sedih.
Keesokan harinya, Sang Sultan memerintahkan dua pengawalnya untuk pergi ke rumahnya Abu Nawas. Mereka terkejut. Abu Nawas masih di sana. Ia berenang di sebuah kolam kecil di halaman depannya.
"Heh, Abu, Kenapa kau urung meninggalkan negeri ini? Sang Sultan kemarin memrintahkan kau untuk tidak menginjakkan kaku di tanah negeri ini lagi, kan?"
"Tentu," jawab Abu Nawas tenang, "Tapi, lihat saya. Apakah saya menjajakkan kaki di atas tanah? Tidak, saya sedang berenang. Saya di dalam air."
Pengawal itu tidak dapat membantah Abu. Jadi, mereka enyah dan pulang ke istana untuk melaporkan apa yang sudah mereka saksikan. Sang Sultan menjadi penasaran dengan alasan Abu tak meninggalkan negeri ini, karenanya, ia memanggil Abu. Abu datang ke istana berdiri di atas egrang.
"Abu, aku tentu akan menghukummu karena kau tak mengindahkan apa yang kubiang. Dan sekarang, lihat kau! Kau berjalan di atas egrang macam bocah. Apa kau gila?" ujar Sang Sultan berpura-pura marah.
"Saya ingat tepatnya apa yang engkau katakana, Baginda," jawab Abu dengan tenang. "Tadi pagi saya mandi di kolam, jadi saya pasti tidak berdiri di atas tanah. Dan sejak kemarin saya berjalan dengan egrarng. Jadi engkau lihat, saya tak menjajakkan kaki di atas tanah."
Sang Sultan tak dapat berkata apapun. Ia pikir bahwa Abu Nawas benar-benar cerdas. Ia lantas menawarkan Abu Nawas minuman. Abu menjadi Bahagia dan cengar-cengir.
Pare, 01 Agustus 2021
Catatan: Diterjemahkan dari buku berjudul Abunawas and King Aaron, retold by Sugeng Heriyanto, Cetakan ke-9, diterbitkan Kanisius pertama kali pada 2000.
Eko Nurwahyudin, alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H