"Abu, akankah kau menjadi seorang hakim seperti ayahandamu?"
Abu tak menjawab. Sang Sultan menjadi hilang sabar dan berkata dengan keras.
"Heh, Abu! Kau denga aku?"
Abu tak mengatakan sepatah katapun namun justru mulai menari. Sang Sultan lantas menjadi berang dan berpikir bahwa Abu menjadi sinting. Ia memerintahkan salah satu prajuritnya untuk mencambuk Abu dengan sebuah tongkat rotan sebanyak duapuluh kali. Abu kesakitan namun ia mencoba tak menangis atau mengutarakan sepatah kata.
"Sekarang, enyah sana," ujar Sang Sultan. Abu meninggalkan istana sambil kesakitan.
Ketika Abu sampai di gapura ia ambil sebuah tongkat dan mulai memukuli si prajurit sebanyak sepuluh kali. Lantas ia meninggalkannya pulang.
Si Prajurit melaporkan kejadian ini kepada Sang Sultan. Sang Sultan marah dan memerintahkan Abu untuk datang lagi ke Istana.
"Kenapa kau pukuli prajurit ini?" tanya Sang Sultan.
Abu menjawabnya dengan tenang, "Kemarin, sebelum saya melewati gapura ia menghentikanku dan membuat saya berjanji suatu hal,"
"Apa hal yang ia inginkan agar kau berjanji?"
 "Ia ingin saya untuk memberikannya setengah dari apapun yang Baginda sudi berikan pada saya. Dan kemarin Baginda memberi saya duapuluh cambukan pada punggung saya. Jadi saya memberinya bagiannya, sepuluh cambukan pada punggungnya. Itu adil, kan?"