Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Gareng, Pak Gudik, dan Kurma Abu Jahal

17 April 2021   04:26 Diperbarui: 18 April 2021   16:09 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gareng, Pak Gudik dan Kurma Abu Jahal

            "Mau tahu bahan-bahan menu buka puasa ala koruptor? Bagong dan Petruk tahu resepnya lho!" seru lelaki yang jarang mandi itu.

            "Hush! Gendeng! Jangan asal ngomong!"

            "Saya memang gendeng. Situ yang waras" jawab Jaiman, orang gila yang sedari tadi mengikuti Petruk.

            Entah apa yang dipikirkannya tiba-tiba topik mengenai korupsi dicuatkannya begitu saja. Tidak ada yang tahu apa kepentingannya teriak-teriak begitu sebagaimana tidak ada yang peduli kapan ia sampai di Karang Kadempel. Orang-orang waras terlalu sibuk memikirkan aturan baru pemerintah tentang THR daripada melakukan riset kecil-kecilan mengenai Jaiman.

            Tapi anehnya, masih ada saja yang kaget dan penasaran tentang apa yang barusan Jaiman serukan -- bahan menu buka puasa ala koruptor! Wow!

            "Ayo-ayo! Sini-sini ikut kami. Kami mau belanja bahan-bahannya. Kami kasih gratis-tis! Sebagai ganti Lomba Masak Kolak Terenak yang gagal barusan" seru Jaiman sambil memukul-mukul kentongannya. Tok-tok, tok-tok-tok!

            "Gimana Truk, sikat?" kode Bagong.

            Petruk yang berwatak lebih tenang dari adiknya ini melihat air muka Jaiman. Sungguh polos, tanpa kepentingan apapun! Petruk justru nelangsa dan membatin, barangkali itu memang traumanya terhadap masa lalu. Barangkali Jaiman dulu memang waras seperti kita tetapi ia haus kekuasaan dan membeli kekuasaan itu meskipun menyiksa dirinya, membuat dirinya tidak tenang dan memperjudikannya dengan ongkos besar -- dan barangkali ia kalah tetapi ia tidak siap kalah.

            "Biarin saja Gong. Toh mana ada orang yang percaya omonganya. Masyarakat Karang Kadempel lebih tertarik berita tentang vaksin yang dinilai rawan cap Karang Kadempel hari ini."

            "Perawan nilainya berapa Truk?"

            "Hush! Rawan. R-a, ra. W-a, wa. N. Rawan. Bukan Perawan! Keseringan main ke Tante Erot, hemmmm."

            "Huhuhu...cuma main gundu kok."

            "Gundu. Gundu. Gundulmu!"

            "Gimana ini Truk, serius dibiarin saja? Ini yang ngikutin lumayan, ingin tahu lumayan loh. Nanti dikira kita bisa yang bohong."

            "Ya. Sudah kita ke lapak jualannya Kang Gareng. Sudah lama tidak menjenguknya sejak terakhir kali dia dipanggil Pak Polisi untuk dimintai keterangan."

            "Edyan! Serius Gong? Jangan ngelawak. Sebagai saksi? Kasus apa? Kasus pernikahan?"

            "Bukan Truk. Gareng kan pernah jadi lelaki panggilan."

            "Wah edan nih! Bolak-baliknya jaman."

            "Lha tapi biasanya kalau Gareng enggak bisa dipanggil, rumahnya sering didatengin Polisi"

            "Seriusan?"

            "Lha ya. Kan Gareng tukang pijat"

            "Semprul! Lha sekarang jualan apa dia?"

            "Nah itu, saya juga tak tau. Tapi Gareng kan enggak punya bakat jualan, apalagi jual nama."

            Tanpa sadar mereka mengobrol sepanjang jalan dan diikuti oleh Jaiman yang memukul kentongan diiringi beberapa orang-orang yang percaya tak percaya, penasaran tak penasaran -- pikir mereka, "Ya daripada ngabuburit gitu-gitu saja mending ngikutin orang gila sekali-kali".

            Berderet lapak dijalan utama desa Karang Kadempel. Dan itulah si Gareng -- lapak paling sepi yang diapit lapak Pak Gudik dan Mak Engket.

            "Kang!" seru Petruk.

            "Loh Truk! Kok banyak rombonganmu? Wuh! Kok ada Jaiman? Wuh! Bagong ikut juga."

            "Gimana kabar Kang?" tanya Petruk.

            "Iya. Kabarmu gimana Reng?" tanya Bagong.

            Ketiga pohokawan itu bertemu kangen. Udar rasa.

            Sementara itu, kehadiran Jaiman di tenah jalan utama yang diikuti beberapa warga ternyata menjadi tontonan. Banyak mereka merekam tanpa memberi saweran. Namun, Jaiman terus saja memukul-mukul kentongan sambil bilang, "Mau tahu bahan-bahan menu buka puasa ala koruptor? Bagong, Petruk dan Gareng tahu resepnya lho!"

            "Asem apa-apaan ini Truk, Gong aku kok dibawa-bawa?"

            "Sudah nanti kita urus sama Gusti Ratu Puntadhewa."

            Gareng nampak cenat-cenut. Air mukanya menjadi asem seperti jeruk purut. Petruk dan Bagong pun maklum sebab dengan dampak Banaspati ini, semua orang banyak terjangkit wabah termasuk Gareng. Orang-orang yang butuh servisnya tidak mau ambil resiko dipijat olehnya. Tentu pendapatan gareng menurun, run. Meskipun dia mendapat bansos, itu tidak cukup untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Istrinya yang tidak setabah daya prihatin Gareng meminta diri pulang ke rumah orang tuanya bersama anak-anaknya sampai kondisi pulih. Gareng menjual ayam-ayamnya dan tabungan jasa pijatnya. Tujuh puluh persen uang itu ia berikan untuk istri dan anak-anaknya dan sisanya ia pakai untuk usaha. Karena Gareng tidak bisa masak, tidak pernah memulai bisnis, nekat ia membeli beberapa jerigen. Ia berjualan air. Ya air minum dari sumur bor!

            Entah keyakinan seperti apa yang ia yakini, kefrustasian apa yang ia alami, ia bondo nekat. Barangkali pikirnya, rejeki sudah ada yang ngatur, hidup mati sudah ada yang ngatur, Gusti Allah ora sare! Atau barangkali pikirnya, dimana ada pasar, disitu ada pelanggan pokoknya hatinya mantep gelar dagangan. Atau barangkali pikirnya, ingat salah satu perkataan Semar bahwa ajaran para wali kalau orang mau makan enak itu gampang, nunggu sampai lapar-par. Kalau lapar pun minum air pun rasanya nikmat. Barangkali ia berpikir bahwa mumpung momentumnya puasa. Pas!

            Tetapi barangkali Gareng juga lupa menghitung bahwa manusia moderen mengartikan bahwa kenikmatan rohani dipadankan dengan kenikmatan lidah. Barangkali Gareng tidak melihat bahwa setelah berbuka puasa, manusia moderen cenderung makan sepuasya. Bahkan kalau perlu sampai perutnya meletus. Mungkin Gareng memetik pelajaran dari kisah hidup Bapak Semar yang terlanjur gendut-dut. Sehingga ia bercita-cita menyadarkan masyarakat moderen dengan keteguhan hatinya dan uangnya yang pas-pasan. Atau barangkali kemantapan jiwanya menjual air ini karena ia tergiur bisnis perusahaan air kemasan yang bisa bikin bosnya beli bahan-bahan menu buka puasa ala koruptor, atau bahkan bisa beli mobil dan beli Karang Kadempel kalau perlu! Tetapi barangkali, Gareng lupa bahwa ia tidak paham strategi marketing yang tetek-mbengek itu.

            "Ya kan Truk, Gareng enggak bakat jualan. Gila kan. Dikira ini masih jaman penjajahan yang menu buka puasanya cuma pakai nasi, garam, sama air tawar. Tapi tenang Reng lapakmu sepi juga ada temannya. Itu kaya lapaknya Pak Modin, Namanya musim puasa masa dia tetap jual beli kursi? Top markotop. Anti-mainstream" cetus Bagong.

            "Lha kamuy a bodho Gong, namanya air mau gimana aja ya air. Diminum biar kita enggak kehausan. Rasanya ya begitu-begitu aja. Tawar. Enggak ada manis-manisnya. Tapi semua orang butuh air."

            "Sudah-sudah. Mesti berantem. Puasa lho. Maksud Bagong itu, kalau kamu mau usaha agak kreatif dikit, Pakai teori hegemoni"

            "Nah iya itu. Hege-muni. Coba kek kaya Pak Gudik. Ramai. Banyak yang beli. Laris manis. Mbok agak pintar dikit Reng."

            "Kamu itu mbok yang agak pintar dikit. Namanya kurma ya kurma. Emang mereka yang makan tahu Abu Jahal punya kebun kurma? Kok keren Pak Udik punya rekan bisnis Abu Jahal."

            "Kamu itu enggak paham marketing. Makanya gaul sama orang kuliahan. Yang penting kan barangnya laku. Kamu dapat duit" timpal Bagong.

            "Meskipun harus curang? Meskipun boleh berbohong?"

            Bagong diam cep. Petruk hanya menikmati perdebatan dua saudaranya. Tiba-tiba Gareng meninggalkan lapaknya menuju ke fotocopy. Bagong dan Petruk saling berbalas pandang dengan tetap terdiam. Gareng kembali membawa beberapa nota ditangannya.

            "Saya tunjukin nih Gong jualan pakai nota kosong pakai ilmunya mahasiswa. Laku apa enggak?"

            "Ya kalau laku Reng tapi harus nunggu seminar kebangsaan. Kalau enggak sabar nunggu ya jual saja ke Pak Gudik"

            Dari kejauhan Jaiman teriak kepada tiga ponokawan itu, "Gareng, Petruk, Bagong... Jangan kabur, jangan bohong lho! Itu dia ibu-ibu, bapak-bapak, mbah-mbah, adik-adik! Kita akan melihat mereka menyiapkan bahan menu buka puasa ala koruptor! Ya menu buka puasa koruptor! Belum pernah nyoba kan?"

            "Ya, ayo kita cari bahan-bahannya! Saya buatkan menu buka puasa ala koruptor khusus untuk Gusti Ratu Puntadhewa!" jawan Bagong lantang.

            Sambil menepuk jidat Gareng dan Petruk mulai berkeringat dingin.

            "Heh?! Kenapa Truk? Kenapa Reng? Katanya mau kita urus nanti dan kita bawa ke Gusti Ratu Puntadhewa" tanya Bagong lirih.

            "Mati aku!" kata mereka dalam batin.

Eko Nurwahyudin, alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Catatan : Gusti Allah ora sare atau Tuhan (Allah) tidak tidur merupakan konsep dalam masyarakat Jawa yang sangat membantu masyarakat miskin di Jawa yang tertindas untuk survive. Dalam konteks tulisan ini dipakai untuk menggambarkan keadaan kekalahan tapi tidak terjatuh atau dalam bahasa Soekarno seperti rotan yang hanya melengkung tapi tidak patah. Bagi masyarakat jawa umumnya dalam konsep ini juga erat kaitannya dengan optimisme (berprasangka baik kepada Allah) menyerahkan segala keberhasilan maupun ketidakberhasilan setelah melakukan usaha. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun