Melihat mereka melawak, para penuduh itu mempertajam tatapannya, seolah memberi isyarat untuk menguasai situasi.
      "Lha kok mereka mendelik Gong?" jawil Petruk membisik.
      "Kelilipan mungkin Truk."
      "Hus!"
      "Apa-apaan bikin-bikin begini-ini?" kata salah seorang sambil menunjuk-nunjuk. "Bikin lomba masak-masak. Sudah gitu siang bolong segala? Kau tidak tahu kami sedang puasa? Ha?" Mbok-mbok peserta lomba pun perlahan memundurkan diri seolah tubuh mereka terdorong oleh suara yang agak berat orang itu.
      "Ini siapa ini? Apanya dia?" tanya seorang gerombolan mereka sambil menunjuk Petruk.
      "Saya Petruk, kakaknya Bagong"
      "Enggak usah ikut-ikut Truk. Ini biar aku yang ngadepin. Bocah sini ditantang pas lagi banyak hutang. Hemm oke! Waktu yang tepat untuk nggeleleng"
      "Gong, sabar Gong. Sabar. Ingat Bapak pernah bilang kita harus sabar. Ngalah, ngalih, ngamuk." ujar Petruk sambil menarik-narik jarik Bagong.
      "Tidak bisa! Inget Truk, kita ini bukan Bapak. Kalau begini terus makin jadi mereka. Masa Mbok Gemi kerja halal masih direcokin. Warungnya di suruh tutup? Lha Mbok Gemi anaknya sembilan pada minta uang jajan mereka angkat tangan."
      "He! Adekmu in..."