Mohon tunggu...
Eko Mulyadi
Eko Mulyadi Mohon Tunggu... -

Jurnalis, sesekali menulis opini, pengajar. Tinggal di Medan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Indonesia, Kembalilah Jadi Negara Agraris!

24 September 2016   08:32 Diperbarui: 26 September 2016   08:57 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Tani Nasional dirayakan setiap tanggal 24 September terutama oleh para petani di seluruh Indonesia. Tanggal 24 September itu ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional, untuk mengingat bahwa pada tanggal itu di tahun 1960, Presiden Republik Indonesia Soekarno menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria .

Betapa 24 September ini sebuah hari yang sangat istimewa, hari yang penuh dengan harapan khususnya bagi para petani kita, hari yang penuh dengan sebuah makna konkrit dari sekadar acara seremonial.

Sebagaimana dimaklumi, Indonesia merupakan negara agraris, itu merupakan fakta kalau parameternya dari mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian di bidang pertanian. Apalagi sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang, tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, yang memberi arti sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.

Hanya saja kenyataannya sekarang, sebagai negara agraris, kebutuhan pangan untuk masyarakat Indonesia pun masih banyak dicukupi dari produksi luar negeri. Indonesia sekarang banyak mengimpor bahan pangan dari luar negeri, tidak hanya beras, tetapi juga gandum, kedelai, jagung, dan lainnya.

Memang berat melihat kenyataan bahwa petani kita yang keseharian disengat sinar matahari, berpeluh menggarap lahan, namun akhirnya sering menghadapi kenyataan bahwa hasil jerih payah mereka kerap dihargai sangat rendah, bahkan kadang kala tak bisa menutupi biaya untuk mengolah lahan sekalipun. Hingga akhirnya banyak petani yang hidup dalam kemiskinan, dan masih banyak pula penduduk di perdesaan –yang seharusnya jadi sentra produksi pangan, justru mengalami kelaparan.

Dengan kondisi begini, tidak salah jika dikatakan masa depan pertanian Indonesia tidak begitu cerah. Ini bila dilihat dari semakin berkurangnya jumlah petani. Pekerjaan sebagai petani tidak menarik lagi bagi generasi muda, yang justru sekarang berlomba-lomba mencari pekerjaan sebagai pegawai atau di bidang lain, karena takut dengan imej; jadi petani itu bakal hidup miskin.

Makanya, harap maklum jika di lapangan kita melihat mayoritas petani rata-rata berusia di atas 40 tahun, bahkan sebagian sudah berada pada usia yang tidak produktif.

Belum lagi masalah alihfungsi lahan, banyak lahan pertanian dijadikan kawasan permukiman atau industri. Ini mempersempit kesempatan masyarakat untuk bisa berusaha di bidang pertanian.

Jadi pertanyaannya, patutkah predikat negara agraris tadi tetap disandang? Ini bukan merupakan pertanyaan sederhana. Karena memang pertumbuhan ekonomi serta paradigma pembangunan justru menunjukkan ketidakberpihakan pada sektor pertanian.

Pada dekade sebelumnya, satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sekitar 400.000 orang tenaga kerja, karena didukung sektor agriculture dan home industry. Tapi pada era sekarang ini, mungkin hanya separuhnya, ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi sekarang lebih didorong sektor jasa yang membutuhkan keahlian khusus, sehingga tidak banyak mempekerjakan orang.

Sementara dari sisi usia penduduk, Indonesia mempunyai potensi tenaga kerja yang sangat besar, didominasi kelompok usia produktif yakni kelompok usia muda. Dan setiap tahun pula dibutuhkan lapangan kerja baru bagi sekitar 2,5 juta jiwa.

Kalau pemerintah bijak, sektor yang seharusnya digenjot adalah pertanian. Karena sebenarnya negara ini masih punya potensi besar untuk menggarap itu, baik dari ketersediaan lahan maupun tenaga kerja. Kita harus kembali ke jalan yang benar dan berpihak ke petani. Pertanian masih potensial untuk menyerap tenaga kerja.

Krisis yang terjadi pada 2008 lalu disebabkan sektor pertanian dan desa diabaikan. Kemiskinan tertinggi berada di desa. Oleh karena itu, pemerintah harus memiliki kepedulian yang tinggi pada sektor pertanian. Pemerintah harus membuka mata, melihat lebih luas persoalan yang membatasi sektor pertanian itu untuk berkembang. Mengerti dengan kebutuhan petani di desa-desa dan melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan mereka.

Harus diakui, pertanian kita masih didominasi petani ‘gurem’ yang bekerja secara tradisional. Perlu menambah pengetahuan mereka, selain pengadaan teknologi untuk tanam dan panen. Berarti pula mengubah paradigma dalam membangun sektor pertanian, dari selama ini tradisional menjadi modern berbasis agroindustry. Dengan mengembangkan agroindustry, selain memberi nilai tambah terhadap produksi, juga merangsang generasi muda untuk mau turun ke sawah atau lahan pertanian.

Toh, dengan menggunakan mesin untuk membajak sawah atau memanen padi, tak lagi harus berkotor-kotor dan berpeluh menyangkul sawah. Toh, juga bisa mendapat penghasilan besar dari pengolahan pascapanen dan memasarkannya ke pasar potensial.

Perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian juga bisa tercermin dari alokasi dana dalam APBN. Dengan semakin besarnya alokasi dana APBN untuk bidang pertanian, menjadikan semakin banyak kegiatan yang bisa dilakukan untuk menyentuh kepentingan petani.

Subsidi dan proteksi masih sangat perlu diberikan kepada sektor pertanian, karena kondisi petani yang masih sangat lemah dan belum berdaya sekarang ini. Ketersediaan sarana produksi berupa benih dan pupuk dengan harga terjangkau, serta penyediaan permodalan dan pemasaran, jadi kunci keberhasilan lainnya.

Ada satu kutipan isi pidato Presiden Joko Widodo pada pembukaan Konferensi Asia Afrika 22 April 2015 lalu; “Sinar matahari yang terus menerus akan membuat produksi pangan, termasuk energi dan air, akan tetap melimpah. Dan kita hidup di wilayah ini.” Kalimat itu hendaknya jadi bahan perenungan, bahwa kita mendapat banyak karunia dari Illahi untuk bisa dimanfaatkan. Dan itu adaah melalui usaha pertanian.

Untuk itu, kembalilah jadi negara agraris!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun