Mohon tunggu...
Ekohm Abiyasa
Ekohm Abiyasa Mohon Tunggu... lainnya -

"Puisi bagiku semacam manifestasi rasa, perasaan hati, emosional dan lain sebagainya yang berhubungan dengan hati dan mood." http://serampaikata.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Battle Poetry: Daging

20 Maret 2012   11:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:42 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

aku mencintaimu,
seperti asin menggarami daging
lekat hingga tepian laring.
mimpimimpi mencipta kisah, menguak tabir atas matamata malas yang memandang getir
tumpah seluruh noktah. Mengalir di nadiku, keping-keping sunyi
senja menuai hasratku kembali pada hati yang meluluh daging
kembali ke muara reinkarnasi, ruparupa digambar dengan garam ditebar seluruh ruh

aku hidup dari segumpal rindu dalam daging, bermainmain seperti ombak dan pasir
kau datang pada suatu senja yang biasa,
berbicara pada Tuhan,
dengan kerut dahi dan hujan

langit menggantung di antara doamu.
daging dilebur dengan darah dan kapur
Dia sungguh bertempur demi raga yang akan menemanimu tidur

namun kau tak pernah datang, musim berlalu, megamega biru kalbu
betapa Tuhan keliru memakna senjanya,
garam ditabur pada rona merah muda
mengalir sungaisungai asin, kelopak hitam daging.
pula petir.

Kau tetap saja,
Daging.

Karanganyar
18.03.12

*) Dhieta
* * *
seperti doadoa di malam sunyi
kutiupkan setitik harap
denting air mengalun resah di halaman
bersembunyi diantara rerumputan
basah dan resah

seorang pengelana dan pencari sunyi
menancapkan kaki di geletar rindu pada seseorang
merancap benar rerinduan
ditengah keputusasaan lahirlah senyum
seteguk air mengalir dalam tenggorokan
sekerat daging telah habis
perjalanan yang melelahkan, namun masih banyak waktu dan sisa perjalanan yang harus ditempuh
hidup bukan hanya soal cinta bukan?

ia hanya pasrah
mengikuti air yang mengalir
riak yang bergelombang, menuju asinnya laut
menuju getirnya perjuangan

ia tak berani mengacakacak kuasa Tuhan
mana mampu?
(dalam hati bertekur tentang nasib pula)

seperti anjing yang setia pada majikan
masih ada langit bertabur bintang malam nanti
sesuara riuh
ia masih suka bercanda dengan riang, tawatawa lepas dipenghujung malam
dan langit masih belum beranjak
menikmati malam sejenak sambil menghisap aroma rindu yang tersemat dalam dadanya
sembari menanti pagi katanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun