Mohon tunggu...
Eko Hartono
Eko Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Freelance

Menulis cerpen, artikel, novel, naskah drama, dan skenario film. Pengalaman di dunia kepenulisan lebih dari 25 tahun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mantan Pejabat

18 Desember 2021   16:10 Diperbarui: 18 Desember 2021   16:15 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sumber dari Canva

            Tapi tidak dengan Ratno. Berbagai undangan untuk hadir dalam berbagai event atau kegiatan tak ada yang mau didatanginya. Dia bahkan enggan untuk sekedar menyampaikan pidato di depan rapat RT. Dia tidak mau ditunjuk sebagai ketua dewan penyantun, ketua penasehat, ketua pembina, atau apa sajalah jabatan di organisasi masyarakat yang sebenarnya bisa mengangkat kembali namanya. Banyak rekan-rekannya sesama pejabat yang telah pensiun justru kian populer karena bisa merangkap berbagai jabatan bergengsi. Ada yang jadi ketua Parpol, ketua paguyuban, komisaris perusahaan, ketua organisasi olah raga, atau jadi tokoh elite yang disegani.

            Ratno justru menenggelamkan dirinya di dalam ruang sunyi kamarnya membaca buku-buku, bersembahyang, atau berasyik masyuk dengan burung perkutut kesayangannya di belakang rumah. Seperti seorang pertapa yang sedang menyepi. Hari-harinya jauh dari gebyar duniawi. Hal inilah yang membuat istri dan anak-anaknya jadi heran, kecut, sekaligus mangkel. Bagaimana tidak mangkel, karena penampilan Ratno ikut mempengaruhi hidup mereka.

            "Saya sekarang dikucilkan teman-teman, Bu. Mereka tidak ada yang mau bergaul dengan saya. Mereka menganggap saya tidak lagi selevel, karena Bapak bukan lagi pejabat. Bahkan ada yang tidak percaya Bapak mantan pejabat, karena mereka tidak pernah mengenal nama Bapak lagi," demikian kata Doni, pelajar di sebuah SMU favorite itu mengeluh. 

            "Seharusnya Bapak masih bisa berperan di tengah masyarakat, biar kita bisa tetap dikenal sebagai keluarga pejabat. Bapak kan bisa jadi ketua Parpol, ketua yayasan, ketua ormas, atau apa saja kek, asal punya jabatan lagi. Dengan begitu kita jadi enak mau ngapa-ngapain gampang. Orang akan tahu kalau kita anaknya Bapak Ratno," sambung Ratna.

            "Aku juga kena dampaknya setelah Bapak tidak lagi menjabat. Kini tidak ada lagi proyek-proyek yang bisa kudapatkan dari rekanan. Biasanya dulu kalau mau ikut tender aku cukup bilang punya memo dari Bapak, jadinya gampang dapat. Tapi sekarang jadi sepi..." keluh Bagus yang punya perusahaan kontraktor.

            "Yaah, ibu juga ikut turun pamor setelah bapakmu tidak menjabat lagi. Dulu kalau ada event-event tertentu ibu suka diundang untuk gunting pita, jamuan makan, dapat free card, atau sekedar duduk jadi juri di berbagai festival. Tapi sekarang boro-boro gunting pita, dapat undangan makan saja tidak pernah. Ini karena Bapak tidak mau lagi ikut dalam kegiatan di masyarakat. Cukup jadi ketua yayasan sosial saja kek, yang penting namanya masih dikenal!" cetus Maryati ikut mengeluh seperti anak-anaknya.

            "Sepertinya kita harus berbuat sesuatu, Bu. Kita suruh Bapak supaya aktif lagi di dunia luar?" cetus Ratna memberikan gagasan.

            "Benar, Bu. Jangan biarkan keadaan ini terus berlarut. Jangan-jangan Bapak mengalami sakit jiwa beneran. Kita harus membangkitkan kembali semangatnya!" sambung Doni mendukung.

            Maryati hanya menganggukkan kepalanya. "Ya, sepertinya kita memang harus bicara sama Bapak. Tapi sebaiknya kita melakukannya bersama-sama, biar Bapak memahami keinginan kita!" ujarnya menyanggupi permintaan anak-anaknya.

            Dan malam itu Maryati bersama anak-anaknya mengajak bicara Ratno. Dengan lugas mereka satu persatu mengungkapkan keinginan mereka agar Ratno bisa berkiprah lagi di dalam kegiatan masyarakat. Mereka tidak ingin kewibawaan dan kehormatan keluarga mereka menjadi turun derajatnya setelah Ratno pensiun. Ratno masih bisa berbuat sesuatu untuk mengangkat kembali namanya. Toh, usianya belum begitu tua amat dan tenaganya masih kuat.

            Ratno tercenung sejenak mendengar semua curahan hati istri dan anak-anaknya. Wajahnya terlihat muram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun