Perempuan itu lalu pergi dari hadapanku. Hatiku seperti disiram jarum gerimis.
***
      Ketika aku bertemu dengan suamiku di rumah, hati ini tidak karuan rasanya. Ingin sekali aku melampiaskan emosi kemarahan yang meluap-luap, namun aku berusaha menahan diri. Aku tak ingin menimbulkan kehebohan di rumah. Aku tak ingin anak-anakku tahu tentang apa yang terjadi. Jiwa mereka masih terlalu rapuh untuk menerima kenyataan pahit ini. Aku harus menjaga perasaan mereka.
      Maka, sambil menekan perasaan yang penuh lebam, aku mengajak bicara suamiku di dalam kamar. Tanpa basa-basi aku menceritakan tentang kedatangan Sari. Suamiku tampak terkejut. Dia menundukkan kepalanya, tak berani menatapku. Selama aku mengatakan apa yang kudengar dari Sari, tak sekalipun mas Bambang membantahnya. Hal ini makin menguatkan keyakinanku bahwa apa yang dikatakan Sari benar. Luka dalam hatiku semakin menganga!
      "Sekarang mas boleh pilih. Antara aku atau dia!" ujarku akhirnya memberi ultimatum.
      Tiba-tiba mas Bambang bersimpuh di bawah kakiku sembari memohon.
      "Maafkan aku, Yan. Semua ini terjadi karena kekhilafanku. Tak sedikit pun ada maksud hatiku ingin mengkhianatimu. Aku sangat mencintaimu, Yan. Aku mencintai anak-anak. Aku tak ingin berpisah dengan kalian," tuturnya terbata-bata.
      "Tapi bagaimana dengan nasib Sari dan bayi yang dikandungnya? Apakah mas ingin mengabaikan tanggung jawab pada mereka?"
      "Aku akan menceraikan Sari, Yan. Aku lebih memilih kamu dan anak-anak!"
      Aku tersenyum sinis. "Laki-laki memang egois dan ingin menangnya sendiri! Begitu mudahnya mas mempermainkan hati perempuan. Tidakkah mas sadar, tindakan mas meninggalkan Sari dan anak dalam kandungannya juga sangat menyakitkan? Tidakkah mas berpikir bagaimana kehidupan mereka nanti? Mas sungguh tidak adil! Mas hanya ingin mencari enaknya sendiri. Setelah mas mengecap manis madu Sari sebagai gadis desa dan menanamkan benih di rahimnya, sekarang mas tinggalkan dia begitu saja. Mas tidak punya rasa tanggung jawab sama sekali!" kecamku.
      "Lalu, aku harus bagaimana, Yan? Bukankah kau suruh aku untuk memilih?" tukas mas Bambang tampak bingung.