Mohon tunggu...
Eko Hartono
Eko Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Freelance

Berbuat yang terbaik dan menjadi pribadi yang baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jayadrata

11 Mei 2011   06:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:51 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jika dilihat dari silsilah, sesungguhnya ia masih ada hubungan saudara dengan Pandawa. Menurut cerita Begawan Sapwani, gurunya, ia terlahir dari ari-ari pembungkus bayi Wrekudara yang dibuang. Oleh sang Begawan ari-ari itu dipungut dan didoakan hingga menjelma bocah laki-laki yang tumbuh dewasa. Tak heran bila perawakan Jayadrata mirip Gatotkaca, anak Wrekudara. Namun meski terbilang saudara Wrekudara, keluarga Pandawa tak mengakuinya.

Atas didikan gurunya Jayadrata menjelma menjadi ksatria sakti mandraguna. Dia memiliki sifat jujur, lugas, dan pemberani. Dia diwarisi oleh gurunya pusaka ampuh berupa gada bernama Kyai Glinggang. Kehebatan Jayadrata dalam perang tanding memikat hati Sengkuni. Patih Hastinapura itu lalu membujuk Jayadrata agar mau mengabdi di kerajaan Hastinapura. Dengan senang hati Jayadrata memenuhinya.

Di Hastinapura ia menunjukkan kehebatannya sebagai prajurit yang tangguh. Prabu Drestarastra berkenan menjadikannya menantu dengan mengawini Dewi Dursilawati, adik perempuan Duryudana. Dia diberi kedudukan istimewa sebagai raja di kerajaan Sindu.

Kedekatannya dengan Kurawa dan limpahan fasilitas mewah dari kerajaan membuat Jayadrata lupa diri. Dia melupakan ajaran kebaikan dari gurunya. Dia pernah menculik Drupadi dan berkeinginan menikahinya. Tindakannya itu tentu saja mengundang kemarahan keluarga Pandawa. Dia kemudian diburu oleh Pandawa. Begitu tertangkap, tubuhnya dihajar hingga babak belur oleh kakak beradik Pandawa. Rambutnya dicukur habis oleh Wrekudara. Untunglah datang Yudhistira menyelamatkan jiwanya.

Atas peristiwa itu Jayadrata menjadi benci dan dendam pada Pandawa. Dia lalu bertapa ke hadapan Siwa dan memohon kekuatan agar bisa menaklukkan Pandawa. Namun Siwa mengatakan bahwa hal itu sangat mustahil. Meski demikian Siwa menganugerahkan kepada Jayadrata kemampuan mengalahkan Pandawa bersaudara pada hari pertama Bharatayuda, kecuali Arjuna. Karena tidak ada yang mampu mengalahkan Arjuna dalam perang Bharatayuda.

Tak mampu mengalahkan Arjuna, maka Jayadrata mengalihkan sasaran kepada Abimanyu, putra kesayangan Arjuna. Pada hari ketigabelas di medan laga Kurusetra, Jayadrata berhasil menghentikan Pandawa di dekat formasi Cakrawyuha yang sulit ditembus. Sementara Abimanyu yang terkurung dalam formasi itu dikeroyok oleh para ksatria Kurawa. Abimanyu kewalahan bertarung sendirian menghadapi ratusan ksatria Kurawa. Ia gugur dengan kepala terpenggal dari badan.

Kabar kematian Abimanyu menggusarkan hati Arjuna. Ia lalu mengejar Jayadrata. Pihak Kurawa tak tinggal diam. Mereka berusaha melindungi Jayadrata. Kesal tak bisa menangkap Jayadrata, akhirnya Arjuna mengeluarkan sumpah akan membakar diri jika sampai matahari tenggelam belum berhasil memenggal kepala Jayadrata. Sumpah yang sempat menciutkan hati keluarga Pandawa dan memunculkan sedikit kegembiraan buat Kurawa. Karena sumpah seorang ksatria adalah janji yang harus ditepati!

Duryudana dan saudara-saudaranya berusaha sekuat tenaga melindungi Jayadrata dari kejaran Arjuna. Sementara Arjuna tak henti melontarkan anak panah dari Gendewanya ke arah benteng hidup yang memagari tubuh Jayadrata. Begitu ketat dan berlapis-lapis pertahanan yang dibangun Kurawa guna melindungi Jayadrata, tak peduli ribuan prajurit kehilangan nyawa menjadi perisai. Begitulah prinsip Kurawa, apa pun dilakukan demi sebuah kemenangan, tak terkecuali mengorbankan rakyat tak berdosa!

Aroma anyir darah yang meruap berpadu dengan gelombang debu tebal menyeraki langit. Padang Kurusetra menjelma kuburan massal bagi prajurit yang gugur. Wajah matahari terlihat sayu. Keletihan memenat pada tubuh semua prajurit. Mereka sudah kehilangan daya dan konsentrasi lagi. Mereka sudah mencapai titik kulminasi, dimana kejenuhan dan keletihan bercampur jadi satu. Pada situasi semacam ini, datangnya sebuah kabar menggembirakan bagai oase di tengah padang tandus.

Maka, ketika langit berubah gelap, matahari tenggelam di balik kekelaman, dan seruan kemenangan bergema ke seluruh penjuru perkemahan Kurawa, wajah-wajah kegembiraan memancar bagai sinar bulan purnama. Duryudana dan saudara-saudaranya tak henti menyorakkan yel-yel kemenangan. Mereka sangat gembira karena durasi perang sudah habis. Lebih dari itu mereka gembira akan menyaksikan aksi "pati obong" Arjuna!

"Hari telah gelap! Waktu perang telah habis! Saatnya kita saksikan kobaran api dari tubuh Arjuna!" teriak Duryudana di tengah riuh massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun