Mohon tunggu...
Eko Ari Prabowo
Eko Ari Prabowo Mohon Tunggu... Guru - Laki-laki

Saya adalah seorang laki-laki yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kado Terindah

15 Juni 2020   05:51 Diperbarui: 15 Juni 2020   05:47 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Lho, Kamu yang tadi di dekat lampu merah itu ya. Koq bisa sampai ke sini?"

            "Iya, Pak, tadi saya mengikuti Bapak dari belakang. Maaf Pak."

            "Maksud kamu mengikuti Bapak untuk apa?"

            "Bukan begitu maksudnya, Pak. Saya hanya ingin tahu saja, koq Bapak sudah mempunyai kado ulang tahun untuk istri Bapak. Kebetulan istri saya juga berulang tahun hari ini dan saya masih bingung akan memberinya apa."

            "Oh, begitu, mungkin kebetulan saja, Nak. Mari masuk dulu. Kebetulan istri Bapak baru saja masak. Mari makan sama-sama kami." Lelaki itu tidak mempedulikan jawabanku yang mungkin terdengar aneh atau mengada-ada. Tidak terlihat rasa curiga di wajahnya. Ia malah menganggapku sebagai tamu.

            Aku segera masuk ke gubuk itu. Dinding-dindingnya sudah berlubang di sana sini. Lantainya terbuat dari tanah yang keras, beratap seng, tanpa plafon. Di ruang itu aku melihat beberapa barang bekas teronggok di sudut. Ada kursi tamu yang sudah mengelupas lapisan plastiknya. Mungkin bapak ini menemukannya di tempat pembuangan sampah. 

            Aku segera duduk di kursi itu. "Tidak usah repot-repot Pak. Saya tidak lama koq. Saya mau pamit dulu."

            "Sabar dulu, Nak. Tidak baik menolak rezeki. Ini makanannya sudah siap."

Aku melihat ibu tua itu menyajikan makanan di lantai yang dialasi tikar penuh tambalan. Seketika itu juga ketiga anak kecil  itu duduk di tikar. Aku dan lelaki penarik gerobak  menyusul mereka duduk di tikar.

Mataku tertuju kepada ketiga anak kecil yang duduk berdekatan. Kuperhatikan wajah mereka satu persatu. Ada sesuatu yang lain dari ketiganya. Tidak ada kemiripan di antara mereka. Hidung, bibir, dan mata tidak menandakan kalau mereka bersaudara. Apakah mereka ini betul-betul anak dari suami istri ini? Bukankah sepasang suami istri ini sudah terlihat tua sedangkan ketiga anaknya masih kecil-kecil? Begitu banyak pertanyaan dan dugaan yang berkeliaran di benakku.

            Hidangan yang tersedia sangat sederhana. Hanya nasi putih dan beberapa kerupuk. Aku miris melihatnya. Tampak ketiga anak tersebut berebutan ingin mengambil nasi terlebih dahulu. Mereka terlihat lapar sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun