Mohon tunggu...
Eko Oesman
Eko Oesman Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja-Pram

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup Tak Lagi Normal

25 Mei 2020   11:27 Diperbarui: 25 Mei 2020   11:29 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, di dalam new normal ini kita harus menempatkan virus Covid-19 ini sama dengan virus-virus jahat lainnya. Dia harus kita siasati. Tak mungkin kita hidup seperti ini terus. Tak mungkin terkurung seumur hidup.

Ke depan, tak akan ada lagi transaksi tunai. Semua pakai uang elektronik. Tempel HP ke mesin uang, transaksi selesai. Tanpa pengembalian pakai uang receh atau permen. Di Wuhan China 90 persen transaksi di pasar-pasar tradisional pinggir jalan sudah begitu, cerocos saya.

Kepala ustadz mendongak mendengar "ceramah" saya. Transaksi online yang naik 400 persen selama pandemi ini akan semakin marak.

Jangan-jangan ustadz juga tidak diperlukan lagi? Kan sekarang banyak channel youtube para ustadz? Kita tinggal pilih.

Ustadz terdiam. Saya lanjutkan dengan bayang-bayang masa depan yang sebenarnya saya juga belum jelas benar.

Menteri keuangan seperti yang saya baca dalam sebuah running teks di TV, telah menjelaskan bahwa akan ada tata kelola baru ASN, Aparat Sipil Negara.

Saya membayangkan, jika negara memotong 50 persen pegawainya. Tentu pilihan akan jatuh kepada pegawai berusia 45 tahun ke atas.

Orang-orang seperti saya, dengan usia di atas 50 tahun akan tersingkir dalam peradaban.

Saya jadi ketakutan sendiri. New normal? Begitukah cara memahaminya? Saya tak tau persis. Saya hanya membaca dari google. Tapi saya tabayyun dulu. Memastikan semua informasi yang saya sebar benar.

Jika tidak, berarti saya telah melestarikan kebodohan. Maapkan saya ya Allah. Maapkan saya ustadz. Tak ada maksud memamerkan kebodohan ini.

Saya hanya sedang gemas dengan keadaan. Situasi saat ini tak mudah diprediksi. Entah kapan Jumatan bisa diselenggarakan lagi. Entah kapan kita bisa bersalaman hangat lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun