Februari katanya romantis. Penuh cinta. Tapi kapan? Saat coklat valentine lumer. Dan bunga cinta remaja telah layu. Mencari cinta Februari. Karena Aku tak pernah menemukanmu.Â
Bagi yang lain, Februari itu indah. Saat cinta sudah sepakat. Menyatu dalam bahtera cinta. Tumbuh dalam asa. Tentang rasa bersama. Tapi....
Dari dulu hingga kini. Dari jaman behaula hingga menua bersama. Soal klasik yang terulang. Terulang dan terulang. Soal yang sama. Soal yang itu itu saja.
Anggap ini tiada niat. Tapi itu tulus. Cuma saat dompet kempes. Kosong. Kita tak pernah bisa membeli romantisme. Era kapitalis. Sungguh tak ada yang gratis.
Romansa cinta pasangan miskin. Disangka diri ini, pangeran pemberi harapan palsu. Janji janji tanpa bukti. Hanya omongan hampa para pemimpi.
Seolah diri ini hanya pujangga nekad. Yang merayu bidadari langit. Tiada modal siapa mau. Karena Februari itu, butuh pundi pundi berharga.
Mencari cinta Februari. Aku belum pernah memilikinya. Dari remaja hingga cinta yang telah menua. Lunglai dalam asa. Karena satu hal. Kenapa Februari selalu tak punya dana.
Aku bukan pencinta fanatik. Yang memburu romantisnya Februari. Apalah arti valentine day. Jika cinta belum sepakat. Dan pundi pundi itu belum termiliki. Bisa apa.
Cinta kita memang beda. Bukan cinta remaja. Bukan cinta biasa. Cinta ini perjuangan. Menata rasa, agar kelak kita tak sengsara. Melalui kisah selanjutnya.
Dari awal tiada janji. Karena janji itu berat. Saat tak terbukti, tak kuasa ditepati, saat waktunya nanti. Bukan seperti itu, tentang kita.Â