Seolah bisnis ini barang tabu karena skala kecil, tentu keuntungannya juga tipis. Mereka menganggap Budidaya hanya dipandang dalam skala rumahan dengan pola pikiran sempit mau dijual ke mana dan tidak pernah berpikir ekspansi bisnis karena dianggap menambahi pekerjaan.
Kelompok ke empat, adalah kelompok pendidikan atau edukasi budidaya. Sekolah atau pondok pesantren yang mengenalkan seni budidaya pada murid atau santri, agar setelah lulus mengenal prospek wirausaha berbasis budidaya.
Dan kelompok terakhir adalah mereka yang bisa mengelola peluang menjadi wirausaha yang menguntungkan, bisa membuka lapangan kerja dan memperoleh penghasilan.
2. Pemetaan potensi pangsa pasar
Inti seorang entrepreneur itu harus bisa membaca potensi pasar. Semua orang pasti bisa berbudidaya hingga panen, sekalipun tidak efektif karena tidak tahu cara budidaya dan bagaimana teknis efisien cepat panen.
Kendalanya, saat panen, apakah mereka bisa menjual? Kepada siapa harus dijual? Para tengkulak? Atau bukak lapak sendiri dipasar? Banyak para pembudidaya bisa panen, ternyata tidak punya kemampuan menjual.Â
Mereka memasrahkan panennya kepada tengkulak dengan harga murah. Yang penting panen dan laku, tanpa berpikir berapa ongkos pakan dan biaya lainnya selama masa budidaya. Jika dipikir logis cara tersebut sangat merugikan. Bagaimana usaha bisa berjelanjutan jika hasil panen dijual murah dibawah standar pasar dengan biaya operasional sangat tinggi.
3. Memilih Budidaya dan sistemnya Apa
Kita bisa memilih budidaya apa dengan melihat YouTube. Tapi sebelum memastikan, Â kita harus bijak dengan mengukur kemampuan, potensi pasar dan cara budidayanya bagaimana.Â
Di YouTube memang tersedia video tutorial, namun tak semua bisa kita adopsi alias kita telan mentah mentah. Ada banyak faktor yang harus diperhatikan, misal modal usaha, ketersediaan bibit, faktor alam seperti air dan suhu udara.
Beberapa teman memilih lele, karena bisa diberi makanan tambahan dan mudah didapat. Namun setelah panen, seluruh pasar lele dikuasai tengkulak dan harga jual mengikuti harga tengkulak.Â