Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Januari dari Titik 0 Jogja (Bagian 3)

17 Januari 2022   22:11 Diperbarui: 17 Januari 2022   22:13 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Januari dari titik 0 Jogja ( Foto diolah dari karya Gono Mamiek Santoso)

Baca kisah sebelumnya

--------------------------

Jogja itu selalu dirindukan. Tak hanya para kasmaran. Tapi juga sesama kota. Ingin membawa nuansa Jogja. Kekotanya.

Januari dari titik 0 Jogja. Jadi rasa. Jadi awal. Jadi pemantik. Bahwa perbedaan, bukan halangan. Kata orang, bukan pijakan. Hidup itu pilihan, kita yang tentukan. Kita yang jalani, kita yang rasakan.

Cinta itu bukan untuk dipertanyakan. Bukan untuk dipertentangkan. Tapi dirasa berdua. Bukan diadu. Ini bukan lelucon. Bukan barang lawakan, jujur, apakah cinta ini lucu?

Aku tak mau berdebat soal cinta. Itu diranah rasa. Bukan diarena ego. Bukan menang atau kalah. Tapi saat bukti bicara dan telah diberikan. Apa tetap harus ditolak? Tak diakui?

Aku bukan nekad. Tapi ini tekad. Bahwa rasa itu, bukan untuk diingkari. Kenapa tulus suci didustakan. Untuk prinsip yang melawan kodrat. Bahwa jalan asmara ini, dalam kuasa Illahi.

Didepanku, saat kita berdua. Aku bisa rasakan cintamu. Tulusnya hatimu. Bahasa Matamu yang bicara. Dan itu jujur. Dari hatimu yang paling dalam.

Jika ini kau anggap mainan, lalu untuk apa aku memperjuangkanmu. Walau apa yang kau mau, mungkin tak sesuai harapanmu. Semua butuh waktu. Tapi Ini bukan janji, karena apapun nanti, ini lelah kita berdua. Hasil kita bersama.

Lalu apa yang jadi masalahnya. Kapan diri ini diakui. Sebagai kekasihmu. Sebagai masa depanmu. Seperti aku mengakui kau, kekasihku. Cintaku, masa depanku.

Jujur, pengakuan itu penting. Itu sangat berharga. Bagiku. Saat aku tak diakui. Seolah aku orang bodoh. Yang mengaku aku. Jadi kekasihmu. Tapi tak kau akui. Aku ada. 

Saat Yang Maha Kuasa bertitah. Membolak balik hati yang gundah. Dan nanti kau menerimaku. Apa kata orang? Apa kata dunia.

Kenapa kau Malu menerimaku sekarang? Aku tak sama dengan cerita masa lalumu. Aku beda. Aku tak sama. Dan jangan samakan aku dengan seseorang. Ini jalan takdir yang beda. Aku ada untukmu. Tulus.

Mungkin ada yang kurang. Aku memang tak sempurna. Tapi jangan jadikan kekuranganku, untuk tidak mengakuiku. Kenapa?

Aku berusaha memahamimu. Aku berupaya mengerti dirimu. Aku tak peduli kata orang. Ini kita. Juang bersama. Mungkin kau takut. Kau ragu. Yang lalu gagal. Akupun gagal. Tapi ini lembar baru.

Kita tak lagi muda. Kegagalan dulu, bukan alasan memastikan gagal dimasa depan. Kita dipertemukan, karena ada tangan Tuhan. Ada rencana Illahi, menuju keajaiban. Bahwa cinta ini, bukan cinta dolanan.

Aku akan pantang mundur. Aku akan terus maju untukmu. Untuk bahagia. Karena aku menemukan dirimu. Menuju asa, berawal di Januari di titik 0 Jogja. Melangkah dari awal, untuk bahagia selanjutnya.

(Bersambung)

Malang, 17 Januari 2022

Oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun