Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Obsesium

22 Desember 2021   21:50 Diperbarui: 22 Desember 2021   21:55 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata ini sudah lama kusimpan. Sejak kuremaja. Tentang seorang gadis. Waktu itu. Kisah mencintai sendiri, tanpa berbalas.

Tapi itu terulang kembali. Sekalipun bukan untuk dia. Tapi dia abadi dalam setiap kata kunci. Kutulis namanya. 

Sungguh berat kasih tak berbalas. Sepucuk surat yang tak pernah dibalas. Angkot biru, masa kita putih abu abu.

Apa sih sulitnya membalas suratku. Kutunggu sampai kugila. Berkasih dalam bayangan. Pingin seperti yang lain. Tapi aku tak ada kesempatan seperti itu.

Bertahun hingga lulus. Tak ada jawaban. Kisah ditolak yang tak jelas. Disimpan sendiri. Hingga berpuluh tahun lamanya. Hanya menunggu dan menunggu.

Obsesium. Kisah remaja yang tak pernah kumiliki. Karena kau milik yang lain. Bukan milikku. Dijawab pun tidak. Tapi kuberharap hingga lelah.

Aku kembali terjebak rasa. Kembali menangisimu. Obsesi kesepian lelaki. Seorang Adinda yang kembali mengambil harapanku. Tapi kandas. Tak berbekas.

Salahkah cinta ini. Aku hanya ingin punya kekasih. Agarku punya sedikit api. Dalam semangat. Obat lelahku. Saat memulai sebuah harap.

Seolah, hanya aku saja yang salah. Meratapi cinta yang terbunuh perlahan. Dulu tak pernah dibalas. Sekarangpun kembali tak dibalas. Sama. 

Aku hanya terpaku. Menunggumu. Berharap kau datang. Membawaku pergi. Dari perih ini. Tapi ini hanya obsesi. Harapan kosong, lelaki salah tafsir. Akan hadirmu.

Dindaku. Kau pujaan ku. Aku ingin engkau. Ingin bersamamu. Hidup denganmu. Yang nyata. Bukan hidup dengan obsesi. Ada, tapi bayanganmu.

Dindaku, aku sudah lelah. Bercinta seperti ini. Lama lama aku gila. Berhalusinasi bersamamu. Aku bukan remaja lagi cintaku. 

Akankah menua dalam halusinasi. Bicara, tapi kau bayangan. Bercerita panjang lebar, tapi Dinda tak ada. Tak dengar. Tak pernah paham hatiku. Apakah ini cinta?

Cinta itu ada aku ada dirimu. Berbagi suka duka. Bersama tanpa alasan. Nyata ada, nyata berdua.

Tapi obsesi itu, aku ada. Mencintaimu. Tapi kau tak ada. Tak nyata. Tak menjawab cintaku. Banyak alasan untuk menolakku. Hingga kusakit sendiri. 

Sungguh cerita lelaki bodoh. Tak tegas. Tak jelas. Sikap mengambang ini, hanya membuang buang waktu. Harta berharga yang tak pernah bisa kembali. Hanya menunggu kekasih yang tak ada.

Obsesium. Ruang waktu bodoh lelaki kesepian. Cinta yang tak realistis. Mau maunya dipermainkan perasaan. Terpenjara dalam cinta yang hampa.

Renungan sikap. Bimbang tak tegas. Haruskah bunuh diri demi cinta yang tak ada. Andai kupergi, tak ada yang menangisi. Dibiarkan tanpa dicari.

Obsesium. Hidup matiku tak berharga. Cintaku ini tak dibutuhkan. Jika perlu aku diusir. Untuk melupakan cinta ini. Pergi terbunuh dalam kesakitan. Tanpa obat.

Sembuhkan aku dindaku. Aku ingin cinta nyata. Bukan halusinasi. Berdua tapi kau tak ada. Dibiarkan, kau akan lihat aku jadi lelaki gila. Yang buta mencintaimu. Tanpa dibalas.

Malang, 22 Desember 2021

Oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun