Kami sudah lelah dengan janji. Didata, tapi tak diakui. Dianggap tidak ada dan ngrepoti. Dibiarkan menunggu dan dipingpong sana sini. Bukan itu yang kami butuhkan. Kami butuh panggung, agar kami mandiri mencari rejeki.
Kami tak mengkritik siapapun. Kami pelanduk kecil, yang bersimpuh dikaki raksasa gajah. Suara kami, hanya jeritan semut. Terdengar laksana radio bejat, dalam frekuensi tak tepat. Seperti kentut angin lalu.
Beri kami pancing, agar dapat ikan. Beri kami panggung, bukan panggung sandiwara. Tapi panggung kreasi. Terlindung dalam kuasamu. Maju dalam dukunganmu. Karena ini milik kita sendiri. Kebanggaan bangsa ini.Â
Ini hanya barisan kata kata. Olah sastra tak dikenal. Pujangga yang tak punya panggung. Maaf jika menyinggung. Kami tak butuh dipolitisi. Kami hanya ingin hidup mengais rejeki. Dan kami hidupkan tradisi. Budaya milik bangsa sendiri. Agar abadi, dikenal anak cucu nanti.
Tolong, beri kami panggung. Panggung untuk hidup. Lindungi kami. Dalam indahnya kreasi. Menghibur dalam apresiasi. Lestari nan abadi. Majulah budaya negeri.
Malang, 15 Desember 2021
Ditulis oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H