Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Prank

3 April 2021   06:22 Diperbarui: 3 April 2021   06:22 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini tulus. Bukan prank. Cinta ini bukan barang candaan. Bukan lelucon gelap. Kau pikir aku bajingan berjubah alim? Aksi tipu tipu?

Tak ada yang suka kita bahagia. Iri dengki dan sirik ati. Itu motivasi mereka, bacot tetangga. Breaking news seolah penolong yang menyelamatkanmu. Memberi kabar rahasia. Bisik bisik ghibah valid. 

Tapi kau cintaku. Kau akan hidup denganku. Ini hidup kita. Kau tidak hidup dengan biaya tetangga. Kau makan, tidak meminta mereka. 

Cintaku hendak dibunuh fitnah.  Bisik bisik tetangga, memastikan benar, seolah itu dalil suci. Agar kita termakan hoax. Agar kita terpisah oleh ghibah. Kisah diprank tetangga. Menu rasan rasan paling hot, seolah berpahala.

Jika aku percaya, aku goblog. Jika kau turuti, kau yang rugi. Jika kita berpisah, mereka segera pesta. "Lho, nggak lidok omonganku. Lak bener" itu kata mereka. 

Dusta ditambah dusta. Puas menghancurkan yang lain. Lega lalu tertawa laksana dewa. Apa manfaatnya. Hanya kisah orang iri dengki dan tidak suka tetangga bahagia. Apakah itu berpahala dan kamu semua mendapatkan balasan surga?

Mantap hati bersikap dan memilih bersama. Ini hidup kita sendiri. Kita diprank. Jika kita terhanyut, kita sama sama saling ngeprank. Permainan milenial yang tak berguna. Tapi banyak yang suka. Lelucon tak bermutu. Bikin orang lain malu.

Tak perlu mentertawakan yang lain. Apalagi menyebar berita bohong untuk tujuan dengki. Tak perlu ikut ikutan. Kita juga belum tentu. 

Tebarlah kebaikan. Mereka itu,  Sok suci, sok membela, tapi ghibah dan ngeprank tetangga. Apalagi menghakimi, memastikan, seolah kau maha tahu, melebihi Tuhan. Tunjukan mana dalilnya.

Tak senangkah kau lihat kami bahagia duhai tetangga mulia? Kenapa tak kau urusi hidupmu sendiri? Cerita apa lagi yang akan kau dustakan? 

Kau boleh ngeprank kami. Anggap itu lucu, hiburan sesatmu. Tapi ingat, jika kelak kau diprank malaikat. Masihkah kamu bisa tertawa puas seperti sekarang? Kau pikir hidup ini lucu. Dakocan? Doraemon?

Keadilan akan jadi milik orang orang tersakiti. Masih ada hukum karma yang adil, tapi bukan setingan manusia kurang kerjaan. Lambe turah, lidah tak bertulang, bicaranya hasilkan sengsara. Prank bullymu penuh fitnah kepalsuan. 

Tak tahu lebih baik diam. Kami tak butuh pahlawan kesiangan. Sudahlah, jangan ganggu kami. Jika omongan dustamu dibalas Tuhanmu, masihkah kau tebar dusta baru? Hidup terlalu mahal, hanya diisi iri dengki ghibah dan munafik. Apalagi gemar membully dan ngeprank, lalu tertawa bangga. Sungguh terlalu.

Malang, 3 April 2021

Oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun