Memandangmu, aku sedih. Karena hanya satu inginku. Satu saja. Tapi tak terwujud. Aku hanya ingin bersamamu.
Cinta itu ada aku. Ada kamu. Berdua. Sama sama ada. Dalam rasa yang sama. Suka duka milik berdua. Jalani bersama. Apa adanya. Saling bisa terima. Berbagi. Mendukung. Menguatkan. Tanpa keluh kesah.Â
Cinta itu ada bersama. Hidup berdua. Bersamamu. Merangkai asa. Tapi. Sejuta tapi. Dan tapi. Kau ada, tapi tidak ada.Â
Berat. Sedih. Ada cinta, tapi sendiri. Ada cinta tapi sepi. Ada cinta, tapi kau tak ada disini. Apakah ini hanya ilusi. Apa ini imajinasi. Apa takdirku hanya begini. Terkungkung sendiri.
Cinta tanpa memilikimu. Kenapa terjadi. Kenapa harus seperti ini. Hanya satu inginku. Kenapa tak bisa kumiliki. Salahku apa. Dosaku apa. Satu saja, tak bisa. Tak mungkin.
Aku lelah sayangku. Aku ingin bersamamu. Tapi tak bisa. Ingin kuteriak. Marah. Tak terima. Namun aku bisa apa. Aku tak berdaya.Â
Semakin kuat kumeronta, semakin aku tersakiti. Cinta itu harusnya bahagia. Tapi kenapa, cintaku sengsara. Tak memilikimu itu, buat aku semakin terluka. Cemburu. Terbelenggu rasa. Tapi aku mencintaimu. Lebih dari yang Kau tahu.
Cinta tanpa memilikimu. Buatku menangis. Buat aku hampa. Ini tidak adil bagiku.
Kau hidupku. Tapi kau tak ada. Kau nafasku. Tapi kau tak bisa bersamaku. Aku tak bisa membawamu pergi. Aku tetap menunggu, tapi tak pasti.Â
Hidupku telah kosong. Memaksamu akan membuat semua terluka. Aku akan jadi orang jahat. Semua akan membenciku. Aku hanya bisa diam. Merenung sendiri. Ini akan jadi luka lukaku. Tanpamu. Tapi aku tetap cinta padamu. Cinta tanpa syarat. Cinta tanpa memilikimu.
Malang, 27 Desember 2020
Oleh Eko Irawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H