Sebuah renungan. Tentang utang utang cicilan. Pingin keren didepan, dibelakang hari bayar utangan. Kerja keras dan semakin keras untuk bayar tanggungan. Sampai kapan? Waktu habis hanya untuk mengangsur pinjaman.
Nuruti Hawa nafsu. Ini kurang, ini kurang. Syukur tak tentu, besar pasak dari pada tiang. Bersaing gaya hidup dengan modal utangan. Tidak mengukur kemampuan.
Hidup terjebak cicilan. Seumur hidup hanya mikir utangan. Sia sia hidup hanya mikir tanggungan. Makna hidup hakiki diabaikan.
Hidup itu bukan untuk bayar utang. Hidupmu dikejar kejar bank. Mikir tanggungan siang malam. Lupa ibadah, lupa nikmatnya hidup senang.
Sampai kapan? Kau kemanakan syukurmu? Malulah hidup apa adanya? Kapan bisa sedekah? Kapan mikir amal? Apa utang jadi warisan anak cucumu ?Â
Dan Kepalamu hanya berisi utangan.
Yang terlanjur akan hancur. Tak bisa berkarya karena sudah lebur. Siang malam kerja lembur. Habis usia seperti nasi jadi bubur.
Jangan budayakan utang. Tak mampu jangan paksakan utang. Karena utang itu bikin hidupmu sengsara.Â
Ampuni hamba yang cari enak dimuka, tapi dibelakang hari, mikul beban cicilan.Â
Iya kalau besok tambah muda. Tambah kuat. Tambah perkasa. Iya kalau besok itu masih kuat kerja.Â
Tak mikirkah ada resesi, ada pandemi....., Bagaimana jika gajimu sudah habis. Mau makan pakai apa? Pakai utang lagi? Pakai pinjam lagi? Bayar pakai apa? Sementara hidupmu terus....Â