Secangkir kopi
Paduan pahit dan manis. Disana ada filosofi. Tentang kita. Untuk ada duduk disini. Membahas. Merangkai asa. Tentang pahit dan manis.
Secangkir Kopi
Menemani diskusi. Tentang rasa. Tentang masa depan. Dibahaspun hanya jadi tanya. Kenapa kita bertemu. Kenapa rindu terlarang. Kenapa manis harus berbalut gamang. Ketika harus pahit, menerima untuk terus berjalan. Membangun asa yang manis.
Secangkir kopi
Rasa ini terus bergelora. Aku berharap dalam mimpiku. Kamulah yang terbaik. Karena bukan karena aku punya apa. Tapi kamu masih tersenyum saat hanya ada secangkir kopi
Kisah akan terus berjalan. Kadang cangkir ini kecil. Kadang cangkir itu besar. Semalam dirimu ada bersama cangkir besar itu. Hampir pagi terus merangkai. Bersama cangkir besarmu. Diminum seteguk demi seteguk. Hingga pagi menjelang.
Secangkir kopi
Yang tak akan mau pergi. Karena hati telah tersandera. Tumbuh dalam asa. Tumbuh dalam silang pendapat. Mekar dalam ketidakmungkinan. Ternyata ada masa depan dalam secangkir kopi. Ada saat bersamamu. Ada saat dekat denganmu
Malang, 26 Oktober 2020
Eko Irawan, Tlatah bumi Slilir, bersama ikan ikan....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H