Warung Kopi Djoyo di samping sekolahan itu. Kepulan asap rokok memenuhi ruangan berukuran 4 kali 3 meteran. Sebagian besar anak nongkrong di warung itu mahasiswa. Mereka datang dari Indonesia timur. Kecuali aku yang bukan.
Kusruput kopi yang mulai hangat sambil menunggu kehadirannya. Di sini aku memang menunggunya. Dia adalah teman perempuanku.
"Dah Lama Mas Menungguku?" sapanya sambil tersenyum dan segera duduk disebelahku. ini adalah pertama kali aku ngajak dia ketemuan ditempat ini. Aku datang kesini karena disinilah tempat terdekat yang bisa kujangkau dengan jalan kaki. Hanya sepuluhan rumah dan satu sekolahan dari rumah ibuku. sudah sebulan ini ibuku sakit dan aku berusaha menjaga ibuku yang sakit. Seperti petang ini.
"Kamu aneh deh," cakap Isti memulai dialog denganku.
"Apa Yang Aneh?" tanyaku heran.Â
"Kok Kamu Sangat Yakin sama Aku?" jawabnya. Aku memang Yakin dengan dengan Isti. Bahkan sudah sangat Yakin dengan Isti sejak pertama kali bertemu. Ini yang dianggap sangat aneh oleh Isti. Bagi Isti hubungan ini hanya sebatas teman. Toh diriku belum tahu banyak tentang siapa Isti.
"Kamu bisa pegang Omonganku Kok. Kalau ini tidak akan salah." Jawabku menyakinkan keraguannya. Kita memang perlu banyak meluangkan waktu untuk bersama dan berdiskusi tentang masa depan Kami. Dan ini sangat amazing, Karena kita baru jalan bareng itu belum ada 3 pekan.
Tak terasa diskusi di kedai kopi Djoyo sudah dua jam berlalu. Kami dilihatin saja para muda yang ikutan nongkrong di warung itu. Maklum kami jadi pasangan paling berumur. Dalam pikiran mereka apa ya? Cuek ajalah. Toh Kami harus punya tempat untuk bersama, ditempat yang paling sederhana ini.
**********
Ibuku minta diambilkan obat yang diberikan dokter. Ini sudah masuk jam untuk minum obat warna jingga itu. Kuambilkan segelas air putih dan ibu meminumnya. Ibuku tersenyum lalu duduk disandaran dipan. Aku duduk dikursi kayu disamping ranjang ibuku.
Tiba tiba Ibuku menangis.
"Napa Bu?" tanyaku sambil kupeluk Ibuku. Ibu terus menangis tiada henti sambil mengelus kepalaku.
"Ibu Mau minta Maaf Le," bisiknya. Sebulan ini Ibuku memang sakit. Beliau tiba tiba sakit setelah Bapak cerita Keputusan Istriku yang secara sepihak minta pisah dengan aku. Ini hasil final dari Keputusan Rapat Keluarga Istriku bahwa Istriku sudah ingin mengakhiri berumah tangga denganku. Bagi seorang ibu, karena ini menyangkut nasib masa depan anaknya dan itu adalah aku, tentu ini masalah yang sangat berat.
Namun tiba tiba berhenti menangis dan kemudian ibuku tersenyum.
"Lihat Hape mu Le," pinta Ibuku. Akupun menunjukan Hape yang kutaruh disaku celanaku. Kutunjukan Hapeku dan kuhidupkan layar sentuhnya. walpaper halaman depan itu kupasang foto Isti.
"Lha Yo iki Le Jodomu." ibuku mesem "Ajak Kesini aku pingin merestuimu Le"
Aku terdiam. Biasanya ibu tidak pernah setuju aku punya hubungan dengan perempuan Manapun. Apalagi setelah menikah. Jelas ibu tidak setuju. Pada Istriku saja yang telah memberikan ibuku cucu yang cantik cantik saja ibuku selalu tidak pernah setuju. Apalagi Posisi Isti jelas tidak masuk dalam prioritas ibu. Dibilang punya istri, aku memang punya istri. Tapi mana istriku sekarang? Aku merasa salah, karena dalam pikiran orang lain, aku telah selingkuh. Walahu alam bi sawab.
**********
Seminggu Kemudian Ibuku sudah tidak mampu bicara. Beliaupun Wafat. Dan satu satunya Teman Wanitaku yang muncul adalah Isti. Bukan Istriku. Ibuku tersenyum disaat terakhir hidupnya. Pertanda apakah?
Ini Jadi amanat Ibuku. Jodoh Wasiat Emak. Semoga aku Bisa mewujudkannya menjadi Nyata.Â
Malang, 3 Februari 2020
Apapun Ibumu Bilang, Lakukan. Ibumu Tahu Masa depanmu apalagi ini wasiat terakhir sebelum beliau Wafat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI