Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Renungan Korupsi, Bencana dan "Ngenthit"

4 Januari 2019   10:58 Diperbarui: 4 Januari 2019   13:22 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malu rasanya melihat berita Televisi dan membaca artikel media cetak dan Media Online. Sebagai Orang awam, rasanya miris melihat prilaku para oknum. Sudah Kaya. Banyak Uang. Punya kedudukan. Terpandang. Kok Masih Ngenthit Uang Negara? Kenapa ya? Artikel ini adalah renungan orang awam, semoga menginspirasi

Sejarah Korupsi

Boleh Jadi Tindak Korupsi sudah terjadi di Nusantara sejak negeri ini dijajah Belanda. Maskapai perdagangan Hindia Timur (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), yang didirikan oleh para pedagang Belanda pada 1602, bangkrut karena korupsi. Aktivitasnya diambil alih oleh pemerintah Belanda pada 1798. 

VOC sebagai perusahaan multinasional (MNC) pertama dalam sejarah dunia dan sekaligus merupakan perusahaan pertama yang menghimpun modalnya dari publik, melalui bursa efek pertama di dunia, yaitu bursa Amsterdam. Juga hancur Karena Korupsi yang pada  akhirnya menjadi penyebab bangkrutnya VOC, yang kini sering diolok-olok menjadi "Vergaan Onder Corruptie" (bangkrut karena korupsi).

Pada Masa Penjajahan, Prilaku korupsi juga meraja lela pada tingkat pejabat bumi putra. Mereka menjadi aparat Kolonial yang disebut pangreh Praja. Mereka menjadi alat penjajah memungut pajak rakyat dan memperkaya diri dengan ngenthit. 

Kata Ngenthit adalah adalah istilah bahasa Jawa tentang prilaku mengambil sesuatu yang bukan haknya dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. oknum oknum seperti ini sudah ada dan melakukan tindak tidak terpuji yang disebut Korupsi.

Apakah Korupsi adalah Budaya?

Prilaku Ngenthit dan korupsi untuk kepentingan pribadi ini kadang ada yang menyebut sebagai Budaya. Orang awam Jelas mikir. Jika Korupsi adalah Budaya, maka Koruptor bisa disebut budayawan. Lucu bin aneh kan?

Korupsi sangat mengakar dalam apa yang disebut budaya tadi. Semula hanya rasa terima kasih seorang jelata kepada pamong yang telah membantu keperluannya. Karena dirasa kurang, maka sang Pamong tadi menentukan tarif. Harus memberi ini itu untuk kelancaran pengurusan. Catatan Jangan bilang siapa siapa. Kalau lapor sang Jelata akan diblacklist. Demikian orang awam mengupas bab awal mula korupsi.

Prilaku Ngenthit sebenarnya bukan budaya Nusantara. ini prilaku oknum yang tidak menyukuri nikmat yang sudah dicapainya dan merasa kurang dan tidak afdol jika kalau tidak serakah bak raksasa butho dalam wayang.

Amanah sebagai pejabat atau pamong dimanfaatkan untuk mengeruk sebanyak banyaknya kekayaan untuk maksud pribadi dan golongannya sendiri. Koruptor sudah putus urat malunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun