Malu rasanya melihat berita Televisi dan membaca artikel media cetak dan Media Online. Sebagai Orang awam, rasanya miris melihat prilaku para oknum. Sudah Kaya. Banyak Uang. Punya kedudukan. Terpandang. Kok Masih Ngenthit Uang Negara? Kenapa ya? Artikel ini adalah renungan orang awam, semoga menginspirasi
Sejarah Korupsi
Boleh Jadi Tindak Korupsi sudah terjadi di Nusantara sejak negeri ini dijajah Belanda. Maskapai perdagangan Hindia Timur (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), yang didirikan oleh para pedagang Belanda pada 1602, bangkrut karena korupsi. Aktivitasnya diambil alih oleh pemerintah Belanda pada 1798.Â
VOC sebagai perusahaan multinasional (MNC) pertama dalam sejarah dunia dan sekaligus merupakan perusahaan pertama yang menghimpun modalnya dari publik, melalui bursa efek pertama di dunia, yaitu bursa Amsterdam. Juga hancur Karena Korupsi yang pada  akhirnya menjadi penyebab bangkrutnya VOC, yang kini sering diolok-olok menjadi "Vergaan Onder Corruptie" (bangkrut karena korupsi).
Pada Masa Penjajahan, Prilaku korupsi juga meraja lela pada tingkat pejabat bumi putra. Mereka menjadi aparat Kolonial yang disebut pangreh Praja. Mereka menjadi alat penjajah memungut pajak rakyat dan memperkaya diri dengan ngenthit.Â
Kata Ngenthit adalah adalah istilah bahasa Jawa tentang prilaku mengambil sesuatu yang bukan haknya dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. oknum oknum seperti ini sudah ada dan melakukan tindak tidak terpuji yang disebut Korupsi.
Apakah Korupsi adalah Budaya?
Prilaku Ngenthit dan korupsi untuk kepentingan pribadi ini kadang ada yang menyebut sebagai Budaya. Orang awam Jelas mikir. Jika Korupsi adalah Budaya, maka Koruptor bisa disebut budayawan. Lucu bin aneh kan?
Korupsi sangat mengakar dalam apa yang disebut budaya tadi. Semula hanya rasa terima kasih seorang jelata kepada pamong yang telah membantu keperluannya. Karena dirasa kurang, maka sang Pamong tadi menentukan tarif. Harus memberi ini itu untuk kelancaran pengurusan. Catatan Jangan bilang siapa siapa. Kalau lapor sang Jelata akan diblacklist. Demikian orang awam mengupas bab awal mula korupsi.
Prilaku Ngenthit sebenarnya bukan budaya Nusantara. ini prilaku oknum yang tidak menyukuri nikmat yang sudah dicapainya dan merasa kurang dan tidak afdol jika kalau tidak serakah bak raksasa butho dalam wayang.
Amanah sebagai pejabat atau pamong dimanfaatkan untuk mengeruk sebanyak banyaknya kekayaan untuk maksud pribadi dan golongannya sendiri. Koruptor sudah putus urat malunya.
Dibeberapa Media belakangan terlihat foto para koruptor terlihat ceria dan foto selfie. Fenomena apa ini? Apa mereka sangat bangga sudah bisa ngenthit uang rakyat? Tikus saja hanya mencuri makanan, sementara koruptor bisa makan semen, aspal dan pipa air.Â
Saat Bencana dijadikan alasan untuk Korupsi
Bencana yang melanda negeri ini adalah kejadian alam luar biasa. Manusia hanya mampu bermohon Perlindungan dari Yang Kuasa. Bisa Jadi Bencana ini adalah teguran pada Bangsa ini agar rukun, tidak berseteru dan tidak melakukan prilaku buruk seperti merusak alam senaknya sendiri. Â Bencana adalah tangisan duka bagi para korban yang tertimpa.Â
Siapa sih mau mengungsi dan kekurangan hajat hidupnya? Mereka butuh air bersih untuk melanjutkan sisa hidupnya. Dan ditengah tangis kesedihan ini ternyata ada oknum berprilaku butho memanfaatkan bencana sebagai berkah. Lho? Bencana kok dijadikan alasan mencari keuntungan. Orang awam akan merasa prilaku seperti itu sangat tidak terpuji. Bencana kok diproyek. Sangat memalukan dan memprihatinkan.
Himbauan Ayo Selamatkan Bangsa
Saudaraku, mari selamatkan Bangsa ini dari korupsi. Orang awam seperti Kami hanya bisa berdoa, semoga yang punya watak butho serakah segera sadar.
Jangan Kasih makan anak cucumu dari hasil tipu menipu dan ngenthit. Prilaku itu tidak terpuji dan dilihat dari agama dan kepercayaan manapun adalah dosa. Jangan jadikan bencana sebagai ajang pesta pora untuk memperkaya diri. Korupsi terjadi karena para oknum telah menginjak injak amanah yang seharusnya dijunjung tinggi dengan kejujuran.
Ayo Selamatkan Bangsa dari tindak Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H