Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menepis Rentenir dari Kehidupan Ibu-ibu Kampung

24 Oktober 2018   10:00 Diperbarui: 25 Oktober 2018   13:03 1762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari Kita sejenak menengok kehidupan Ibu Ibu Kampung disekitar kita. Munculnya Rentenir berkedok koperasi berkeliaran dengan alasan memberi modal usaha. Benarkah itu menolong? Apakah ini akan menjerat ibu ibu kampung menuju kesulitan perekonomian rumah tangganya? Mari Kita kupas Rentenir yang dikenal juga sebagai Bank Thithil atau bank cicilan awan

Apa sih Rentenir itu

Situs Wikipedia merilis Rentenir sebagai berikut.

Rentenir atau sering juga disebut tengkulak (terutama di pedesaan) adalah orang yang memberi pinjaman uang tidak resmi atau resmi dengan bunga tinggi. Pinjaman ini tidak diberikan melalui badan resmi, misalnya Bank, dan bila tidak dibayar akan dipermalukan atau dipukuli. Tengkulak biasanya beroperasi di saat Panen gagal, ketika para Petani sangat membutuhkan uang namun tidak dapat memberi jaminan kepada bank.

Sasaran rentenir lainnya adalah konsumen produk perbankan yang telah dimasukkan ke daftar hitam karena bermasalah dengan bank (kredit macet, dsb.). Atau pengusaha-pengusaha kecil menengah yang kesulitan akses permodalan dari bank serta rumah tangga-rumah tangga yang memerlukan dana cepat.

Pinjaman dari tengkulak tidak memerlukan jaminan sertifikat Rumah atau barang berharga lainnya (kebanyakan hanya memerlukan KTP atau identitas lainnya), namun memiliki risiko tinggi.

Rentenir juga biasanya memiliki orang-orang berbadan kekar (Preman) untuk melindunginya atau menagih paksa utang debiturnya.

Pura Pura Manis Merayu Konsumen

Sasaran empuk para rentenir adalah ibu ibu. Para rentenir datang dengan menawarkan pinjaman kepada para ibu ibu dilingkungan menengah ke bawah. Mereka datang seolah olah dewa penolong yang memberi modal usaha. Iming iming dan segala trik disampaikan agar konsumen terpikat.

Dalam kondisi ekonomi sulit, dikabari dapat duit dengan syarat foto kopy KTP doang apa tidak Ngiler? Mudah lagi. Setelah nego sejenak, para ibu ibu ini tertawa gembira karena bisa dapat duit dengan modal "Ngecuprut" (Jw-Ngomong doang). Jika memang Ibu ibu ini menggunakan Uang tersebut untuk Modal Usaha dan memberikan penghasilan tambahan, masih ada nilai positif meskipun rate keuntungan usaha rumah tangga belum sebanding dengan tanggungan cicilan yang nantinya harus dibayarkan.

Celakanya, ibu ibu ini Tidak punya usaha. Mereka Pinjam Uang untuk Kebutuhan Konsumtif. Jika diingatkan, alasannya untuk menjaga dapur agar tetap ngebul. Jika ditanya Suaminya akan marah marah, "Lha aku iso golek duwit dewe. Gampang Kok. Mik Ngecuprut Thok" Inilah Faktanya dilapangan. Logikanya, jika gaji suami bulanan, apa mampu bayar cicilan mingguan? Jika gaji suami mingguan, apa mampu bayar cicilan harian? 

Yang ditempuh ibu ibu ini biasanya mengadaikan segala macem barang yang dimilikinya. Lebih celakanya lagi, Ibu ibu ini mengajukan kredit baru ke rentenir lainnya untuk bayar rentenir awal. Yang satunya waktu bayar, diputar pinjam rentenir lainnya. Inilah bom waktu yang disimpan ibu ibu kita soal rentenir yang akan meledak suatu waktu. Rata rata Suami mereka tidak tahu. Jika tahu, alamat menganggu keharmonisan rumah tangga mereka. Ini Fenomena yang kami temukan dilingkungan sekitar kita. Jika tidak mampu bayar, ibu ibu ini bukan tanpa resiko karena faktanya para bodyguard berwajah sangar akan datang marah marah dan melakukan tindak kekerasan dan penyitaan yang tidak berkemanusiaan. Jujur ini Kami lihat sendiri dan para korban tidak berani melapor karena dalam ancaman. Awalnya Manis, Kok akhirnya Pahit sih.

Pemberdayaan Perempuan Sampai Dimana

Dalam hal ini diperlukan langkah kongkrit pemberdayaan masyarakat agar ekonominya tumbuh. Koperasi pada hakekatnya adalah lembaga yang dirancang untuk menolong ekonomi lemah agar bangkit secara ekonomi.

Namun fenomena sekarang, banyak koperasi dijadikan kedok para rentenir menjadi lintah darat dan vampir yang mengeksploitasi ibu ibu dikampung kampung. Ini bukan konsep Koperasinya, tapi para rentenir yang memakai baju koperasi agar memudahkan beroperasi di lapangan. 

Sekarang diperlukan kepedulian dari warga masyarakat sendiri agar para korban rentenir ini tidak masuk ke jurang kenistaan. Beberapa Kampung di Surabaya sudah menerapkan mengusir para vampir rentenir ini agar tidak mengganggu kehidupan ibu ibunya. Sekarang diperlukan langkah real agar ibu ibu ini memperoleh penghasilan tambahan dan tidak mikir dapat uang mudah dengan pinjam rentenir. Sampai dimanakah program pemberdayaan masyarakat

Perlu Penggagas Ekonomi Kreatif di Kampung

Berharap uluran tangan dari yang berwenang masihlah membutuhkan waktu. itu kalau dibantu, Kalau tidak? Saatnya dikampung ada para penggagas ekonomi kreatif yang berasal dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Kalau masyarakat tidak bergerak sendiri secara swadaya, Kapan kondisi bisa dirubah. 

Kampung punya potensi yang bisa dikembangkan. Sayangnya masyarakat sendiri yang tidak peka membaca peluang kampung. Banyak lho peluang usaha bisa dikembangkan dikampung. Misal membuat product kerajinan dari daur ulang. Buat yang unik. Pasarkan dengan metode unik. Coba lihat kampung sebelah agar anda punya ide untuk mengangkat kampung sendiri. 

Diam berpangku tangan bukan solusi, karena perubahan akan terjadi jika masyarakat berinisiatif. Lakukan sekarang, atau jadilah penonton yang hanya bisa berkomentar miris, tapi tidak sanggup melakukan apa apa.

Menepis Rentenir, Menjemput ekonomi Kreatif

Kehadiran rentenir ditengah masyarakat adalah peluang bagi para pelaku untuk mengeksploitasi dengan sasaran ibu ibu yang butuh dana cepat. Jika para ibu ibu ini sadar dan menolak dipinjami duit panas dan lebih memilih membuka usaha ekonomi kreatif, maka rentenir bisa diberantas. Jadi pola pikir ibu ibu dapat dana cepat dengan cara pinjam ke rentenir harus ditepis. 

Kami pribadi sangat prihatin melihat ibu ibu harus sembunyi dari kejaran utusan para rentenir itu. Sampai kapan kehidupan mereka direcoki bodyguard kayak gitu? Kami bisa saksikan sendiri sampai rumahpun harus dijual untuk bayarnya. Inikah yang disebut menolong?

Semoga tulisan ini menginspirasi bagi Ibu Ibu agar sadar tidak urusan lagi dengan rentenir dan bagi para pelaku rentenir agar segera bertobat. Coba Buka Kitab suci agama dan Kepercayaanmu masing masing. 

Adakah ada anjuran menyengsarakan orang lain dengan tujuan menumpuk kekayaan cara cepat untuk diri sendiri dengan cara pura pura menolong, tapi mencekik leher perekonomian warga kekurangan. Apakah ini baik menurut ajaran kemanusian? Renungkan, caramu menolong apa sudah di Ridhoi Allah SWT.

Mari Kembangkan Ekonomi Kreatif di Kampungmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun