Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengatasi Dilema "Terbebani" Saat Menulis, Mampukah?

29 Agustus 2018   16:19 Diperbarui: 29 Agustus 2018   16:45 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal yang tak disadari seorang penulis adalah merasa "Terbebani". Standar diri yang perfeksionis dalam menulis adalah halangan utama yang menghambat kreativitas. Kalau tidak sempurna, tidak menulis. Sampai Kapan?

Bandrol, Standar ideal yang diidamkan

Bandrol adalah label yang memberikan penghargaan pada sesuatu. Bandrol adalah istilah bahasa jawa yang mengambarkan penghargaan atas potensi yang dimiliki. Semakin hebat potensi yang dikandungnya, nilai bandrol semakin tinggi. Tidak perlu bikin pencitraan diri, karena potensi yang dimiliki sudah mumpuni dan diakui. Dalam menulis, sadar atau tidak setiap diri dibebani nilai bandrol ideal. Kendala ini yang pada akhirnya menghentikan kreativitas menulis. Benar apa tidak?

Malu Kalau tidak sempurna atau malu Kalau tidak Menulis?

Aktivitas menulis adalah pembiasaan. Semakin lama tidak menulis, semakin tumpul ketrampilanmu menulis. Kendala yang tidak disadari adalah merasa malu jika tulisan yang dia buat tidak sempurna. Menunggu sempurna adalah bandrol diri yang dipasang dan secara pelahan akan membunuh kreativitas. 

Malu kalau tidak sempurna adalah penyakit akut para penulis yang pada akhirnya menunda nunda karyanya. Sebenarnya malu mana, tidak sempurna tapi masih menulis atau benar benar malu kalau tidak menulis sama sekali? Jawabannya ada pada diri masing masing. Banyak alasan adalah jawaban diplomatis untuk menipu diri.

Master piece Jangan dibunuh dengan Menghakimi diri

Dalam sebuah tulisan yang kamu buat, ada standar yang kamu buat sendiri. Kalau tidak memenuhi standar itu, maka kamu tidak menulis dan menunggu sempurna. Pada kenyataannya, syarat sempurna itu tidak pernah ada kalau penilaian itu kamu tentukan sendiri. Itulah menghakimi diri, yaitu memutuskan sendiri karyamu pasti tidak dibaca orang. Tidak Sempurna. 

Tahukah anda, siapa tahu idemu itu sebenarnya adalah master piece dari karya karyamu? Kamu tidak bakalan tahu tulisanmu itu fenomenal menurut orang lain, tapi sampah menurut dirimu sendiri. Proses membunuh ide adalah memutuskan sendiri menunda penayangan tulisanmu dengan alasan menunggu istimewa tulisanmu.

Ojo dioyong oyong, dideleh wae

Cara keluar dari dilema terbebani standar ideal adalah dengan falsafah jawa "Ojo dioyong oyong. di deleh wae". Artinya jangan membawa beban standarisasi sempurna pada setiap karyamu. Di deleh wae artinya ditaruh dulu semua beban yang kamu ciptakan sendiri itu. Menulis harus tanpa beban. Jangan diputuskan sendiri menurut keakuanmu. Mengalir saja seperti air mengalir biar orang lain yang memasang bandrol master piece pada karyamu. Serahkan apresiasi pada orang lain.

Demikian semoga bermanfaat dan menginspirasi diri Kami sendiri dan sahabat pembaca semua. Terima Kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun