Gerakan kembali ke bangku sekolah ini juga diikuti TRIP. Akhirnya pimpinan TRIP memutuskan bila mendekati kenaikan  tingkat atau ujian akhir para pelajar akan kembali ke sekolah. Namun  setelah kenaikan kelas atau ujian akhir selesai mereka akan dikirim ke  front secara bergilir kecuali bila Belanda melakukan agresi militer,  maka seluruh anggota TRIP harus terjun langsung.Â
Pada 17 Juli 1947  kenaikan kelas diumumkan tetapi Komandan Batalyon 5000 TRIP melarang  anggotanya meninggalkan kota Malang. Petang harinya Komandan Batalyon  5000 menyebutkan betapa gentingnya politik di tanah air dan adanya aksi  demonstratif yang dilakukan tentara Belanda di garis perbatasan. Suasana  sangat eksplosif sewaktu-waktu bisa timbul insiden yang mengarah ke  pertempuran besar. Pada waktu itu sudah ada dugaan tentara Belanda akan  melakukan agresinya.
Pada waktu itu pasukan TRIP Batalyon 5000 Malang semua anggotanya  tersebar di beberapa tempat, pasukan tempur telah dikirimkan ke garis depan di daerah Porong, Pandaan dan Tretes-Trawas. Sebagian pasukan  masih berada dan tersebar di daerah Malang Selatan untuk memberikan penerangan kepada rakyat tentang perlunya pertahanan rakyat (volk defence)  sebagai upaya untuk mempersiapkan rakyat menghadapi segala kemungkinan  dari musuh. Sedangkan pasukan lainnya berada di Kota Malang dengan  pimpinan Komandan Batalyon Soesanto.
Tanggal 23 Juli 1947 Brigade KNIL memasuki daerah Lawang, perlawanan  dilakukan oleh rakyat terhadap gerakan ofensif pihak Belanda ini. Terdapat beberapa kelompok perjuangan yang terlibat dalam penghadangan  gerakan Brigade KNIL ini, di antaranya adalah Pasukan Polisi Perjuangan,  laskar-laskar rakyat seperti Laskar Hizbullah dan Sabilillah yang  berpusat di Singosari dan TRIP yang pada saat itu sedang mempersiapkan  basis pertahanan Kota Malang.Â
Keberadaan Brigade KNIL di daerah Lawang  kurang lebih sekitar satu minggu karena menyangka Kota Malang akan  dipertahankan mati-matian oleh Divisi VII Untung Suropati yang memang  memiliki persenjataan yang kuat dan lengkap. Untuk itu mereka  mendatangkan bala bantuan pasukan dari Brigade Marine untuk menyerang  Kota Malang.
Di Kota Malang pada 23 Juli 1947 gedung dan pabrik di Kotalama sudah  rata dengan tanah. Kerusakan besar terjadi di Alun-alun Contong, Gedung BRI, Kantor Keresidenan, hingga Gedung Rakyat (Onderling Belang) hancur  oleh bom-bom yang sengaja dipasang. Bangunan-bangunan lain yang dihancurkan adalah Hotel Negara (Splendid Inn), Hotel Palace dan Bioskop  Rex. Taktik bumi hangus dilakukan agar Belanda sekalipun bisa merebut Kota Malang tidak akan mendapatkan apa-apa. Bahkan bangunan yang  dibumihanguskan mencapai hampir 1000 gedung.
Tepat pada pukul 03.00 tanggal 31 Juli 1947, pasukan Belanda mulai  menyerbu Kota Malang dengan kendaraan berat dan persenjataan lengkap. Pasukan Belanda cukup mudah memasuki Kota Malang sebab kota ini telah  dikosongkan oleh Komando Divisi Untung Suropati dan Kota Malang dinyatakan sebagai kota terbuka. Akan tetapi, Malang yang telah dibakar  dan dikosongkan tak berarti pasukan Belanda bisa mendudukinya tanpa perlawanan dari rakyat.Â
Perlawanan sengit terjadi sejak masuk sisi utara  Kabupaten Malang, sepanjang jalan raya Lawang-Malang tank-tank musuh  dihadang dengan berbagai rintangan dan pasukan Belanda dihujani senapan  mesin oleh TNI dan laskar-laskar. Pertempuran penghadangan tentara  Belanda juga terjadi di Singosari di mana empat prajurit Belanda menjadi  korban jebakan bom.
Di dalam kota, pasukan TRIP telah bersiaga menghadang pasukan  Belanda. Sampai di Lapangan Pacuan Kuda Betek, Jl. Salak (sekarang Jl.  Pahlawan TRIP), terjadi tembak menembak antara pasukan TRIP dan Belanda.  Dalam pertempuran sekitar 5 jam ini TRIP melawan dengan gigih tentara Belanda yang sudah terlatih.Â
Pada saat itu, tentara Belanda menggunakan  persenjataan lengkap dan beberapa tank. Sementara para pejuang TRIP,  hanya memakai senjata yang seadanya. Bahkan dengan sadis tentara Belanda  menabrakkan dan melindas kerumunan tentara TRIP sampai mereka tewas  dengan sebuah tank. Lebih 34 pelajar gugur dan beberapa lainnya  luka-luka tertawan termasuk komandan kompi. Komandan Batalyon 5000,  Soesanto, tertembak di tempat terpisah di Jalan Ijen dekat Gereja  Katolik ketika sedang mengendarai motor hingga dia menabrak tembok  sebuah bangunan. Bukan hanya tentara pelajar yang menjadi korban. Â