Bagaimana para Pelajar yang notabene masih menuntut ilmu dibangku sekolah, harus Angkat Senjata meninggalkan pelajaran  dan turun berjuang mengusir Penjajah? di Malang ada sebuah Monumen untuk mengenang betapa gigihnya para pejuang melawan penjajah. ini monumennya
Setelah Jepang menyerah dan terjadi pelucutan senjata, lahirlah  organisasi-organisasi pelajar di seluruh daerah.Selain tentara formal,  para pelajar juga membentuk kesatuannya sendiri. Barisan Keamanan Rakyat  (BKR) pelajar pun dibentuk di Surabaya. Pendaftaran dilakukan pada 22 September 1945, persyaratannya harus berumur 17 tahun.Â
Pasukan ini  terdiri atas 4 staf. Tanggal 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi TKR  (Tentara Keamanan Rakyat) maka dengan sendirinya BKR Pelajar berubah  nama menjadi TKR Pelajar pada tanggal 19 Oktober 1945 yang diresmikan  oleh komandan TKR Kota Surabaya, Soengkono. Barisan pelajar ini aktif  terjun dalam pertempuran melawan tentara Sekutu di Surabaya, baik dalam  kota ataupun di luar kota. Karena kekuatan yang tak seimbang maka  pasukan TKR pelajar terpaksa meninggalkan Surabaya, akhirnya bermarkas  di pabrik gula Candi.
Tahun 1946 TKR berubah menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) maka  TKR Pelajar pun berubah nama menjadi TRI Pelajar tepatnya pada tanggal 26 Januari 1946 yang kemudian dikenal sampai sekarang dengan sebutan  TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Pemusatan pasukan kemudian ditempatkan di Desa Jetis, sebelah timur Mojokerto, di mana tempat  tersebut merupakan basis perjuangan para pelajar yang akan menuju garis depan yang datang dari daerah Kediri, Blitar, Malang, Jember, Madiun,  Solo, Jogya, Bojonegoro dan lain-lain.Â
Rasa nasionalisme di kota yang  merdeka ini ditanamkan oleh orator semacam Bung Tomo. Pada 17 Maret 1946  Bung Tomo berpidato di Stadion Malang yang dihadiri oleh ribuan orang  yang datang berduyun-duyun. "Djanganlah meroentjing-roentjingkan hak  lebih dahoeloe akan tetapi penoehilah toentoetan kewadjiban sebagai  warga negara Indonesia," demikian antara lain yang diungkapkan Bung  Tomo. Selain Bung Tomo, Mas Isman komandan TRIP Jawa Timur juga  dielu-elukan rakyat ketika memasuki Kota Malang. "Jangan elu-elukan  kami, kami bukan pahlawan, tangan kami berlumuran darah. Yang layak  menjadi pahlawan adalah rakyat yang teraniaya dan terjajah."
Pada 14-16 Juli 1946 di Kota Malang diadakan Kongres Pelajar yang  dihadiri oleh semua unsur pimpinan IPI Jawa Timur, termasuk bagian  laskarnya. Pada 21 Juli 1946 dengan masuknya satuan pelajar dan laskar  IPI sebagai realisasi kongres di Malang maka diputuskan Markas Pusat  TRIP Jawa Timur berkedudukan di Kota Malang dengan pimpinan Komandan  Isman dan Wakil Komandan Moeljosoedjono berkedudukan di Mojokerto. Kemudian pasukan yang ada dikoordinasi dalam satuan-satuan kecil.  Batalyon 1000 meliputi Karesidenan Surabaya berkedudukan di Mojokerto dipimpin Gatot Kusumo.Â
Batalyon 2000 meliputi Karesidenan Madiun dan  Bojonegoro berkedudukan di Madiun terdiri dipimpin Surachman. Batalyon  3000 meliputi Karesidenan Kediri berkedudukan di Kediri dipimpin  Sudarno. Batalyon 4000 meliputi Karesidenan Besuki berkedudukan di  Jember dipimpin Mukarto. Batalyon 5000 meliputi Karesidenan Malang  berkedudukan di Malang dipimpin Susanto.
Pada Februari 1946 TRIP memperluas sayapnya dengan mengadakan latihan  kader, meminta setiap sekolah di seluruh Jawa Timur mengirim dua wakilnya. Situasi berubah ketika pada April 1946 kubu TRIP di Kadamean  diserang tentara Belanda dengan tembakan mortir.Â
Dua pelajar gugur dan  dua orang lagi luka-luka. Salah seorang yang terluka adalah Mohammad  Razid dari Malang. Kedua belah kakinya putus kena pecahan mortir  sehingga akhirnya ia meninggal. Dalam pertempuran lain di Balungbendo  dua pelajar lagi gugur. Mereka adalah Saibudin dimakamkan di Taman  Pahlawan Sidoarjo dan Budiarjo dimakamkan di Taman Pahlawan Malang.
Pada Mei 1946 para pelajar SMT yang tergabung dalam TRIP Staf I  meninggalkan markas Jetis dan bergerak ke Malang dengan tujuan kembali  ke sekolah untuk mengejar ketinggalan menghadapi musim kenaikan kelas  yang jatuh pada Juli 1946.Â
Gerakan kembali ke bangku sekolah ini juga diikuti TRIP. Akhirnya pimpinan TRIP memutuskan bila mendekati kenaikan  tingkat atau ujian akhir para pelajar akan kembali ke sekolah. Namun  setelah kenaikan kelas atau ujian akhir selesai mereka akan dikirim ke  front secara bergilir kecuali bila Belanda melakukan agresi militer,  maka seluruh anggota TRIP harus terjun langsung.Â
Pada 17 Juli 1947  kenaikan kelas diumumkan tetapi Komandan Batalyon 5000 TRIP melarang  anggotanya meninggalkan kota Malang. Petang harinya Komandan Batalyon  5000 menyebutkan betapa gentingnya politik di tanah air dan adanya aksi  demonstratif yang dilakukan tentara Belanda di garis perbatasan. Suasana  sangat eksplosif sewaktu-waktu bisa timbul insiden yang mengarah ke  pertempuran besar. Pada waktu itu sudah ada dugaan tentara Belanda akan  melakukan agresinya.
Pada waktu itu pasukan TRIP Batalyon 5000 Malang semua anggotanya  tersebar di beberapa tempat, pasukan tempur telah dikirimkan ke garis depan di daerah Porong, Pandaan dan Tretes-Trawas. Sebagian pasukan  masih berada dan tersebar di daerah Malang Selatan untuk memberikan penerangan kepada rakyat tentang perlunya pertahanan rakyat (volk defence)  sebagai upaya untuk mempersiapkan rakyat menghadapi segala kemungkinan  dari musuh. Sedangkan pasukan lainnya berada di Kota Malang dengan  pimpinan Komandan Batalyon Soesanto.
Tanggal 23 Juli 1947 Brigade KNIL memasuki daerah Lawang, perlawanan  dilakukan oleh rakyat terhadap gerakan ofensif pihak Belanda ini. Terdapat beberapa kelompok perjuangan yang terlibat dalam penghadangan  gerakan Brigade KNIL ini, di antaranya adalah Pasukan Polisi Perjuangan,  laskar-laskar rakyat seperti Laskar Hizbullah dan Sabilillah yang  berpusat di Singosari dan TRIP yang pada saat itu sedang mempersiapkan  basis pertahanan Kota Malang.Â
Keberadaan Brigade KNIL di daerah Lawang  kurang lebih sekitar satu minggu karena menyangka Kota Malang akan  dipertahankan mati-matian oleh Divisi VII Untung Suropati yang memang  memiliki persenjataan yang kuat dan lengkap. Untuk itu mereka  mendatangkan bala bantuan pasukan dari Brigade Marine untuk menyerang  Kota Malang.
Di Kota Malang pada 23 Juli 1947 gedung dan pabrik di Kotalama sudah  rata dengan tanah. Kerusakan besar terjadi di Alun-alun Contong, Gedung BRI, Kantor Keresidenan, hingga Gedung Rakyat (Onderling Belang) hancur  oleh bom-bom yang sengaja dipasang. Bangunan-bangunan lain yang dihancurkan adalah Hotel Negara (Splendid Inn), Hotel Palace dan Bioskop  Rex. Taktik bumi hangus dilakukan agar Belanda sekalipun bisa merebut Kota Malang tidak akan mendapatkan apa-apa. Bahkan bangunan yang  dibumihanguskan mencapai hampir 1000 gedung.
Tepat pada pukul 03.00 tanggal 31 Juli 1947, pasukan Belanda mulai  menyerbu Kota Malang dengan kendaraan berat dan persenjataan lengkap. Pasukan Belanda cukup mudah memasuki Kota Malang sebab kota ini telah  dikosongkan oleh Komando Divisi Untung Suropati dan Kota Malang dinyatakan sebagai kota terbuka. Akan tetapi, Malang yang telah dibakar  dan dikosongkan tak berarti pasukan Belanda bisa mendudukinya tanpa perlawanan dari rakyat.Â
Perlawanan sengit terjadi sejak masuk sisi utara  Kabupaten Malang, sepanjang jalan raya Lawang-Malang tank-tank musuh  dihadang dengan berbagai rintangan dan pasukan Belanda dihujani senapan  mesin oleh TNI dan laskar-laskar. Pertempuran penghadangan tentara  Belanda juga terjadi di Singosari di mana empat prajurit Belanda menjadi  korban jebakan bom.
Di dalam kota, pasukan TRIP telah bersiaga menghadang pasukan  Belanda. Sampai di Lapangan Pacuan Kuda Betek, Jl. Salak (sekarang Jl.  Pahlawan TRIP), terjadi tembak menembak antara pasukan TRIP dan Belanda.  Dalam pertempuran sekitar 5 jam ini TRIP melawan dengan gigih tentara Belanda yang sudah terlatih.Â
Pada saat itu, tentara Belanda menggunakan  persenjataan lengkap dan beberapa tank. Sementara para pejuang TRIP,  hanya memakai senjata yang seadanya. Bahkan dengan sadis tentara Belanda  menabrakkan dan melindas kerumunan tentara TRIP sampai mereka tewas  dengan sebuah tank. Lebih 34 pelajar gugur dan beberapa lainnya  luka-luka tertawan termasuk komandan kompi. Komandan Batalyon 5000,  Soesanto, tertembak di tempat terpisah di Jalan Ijen dekat Gereja  Katolik ketika sedang mengendarai motor hingga dia menabrak tembok  sebuah bangunan. Bukan hanya tentara pelajar yang menjadi korban. Â
Pelajar yang bukan tentara pun juga jadi korban. Tentara Belanda terus  menyerbu rumah sakit Celaket mencari tentara. Mereka tidak bisa membedakan antara anggota Palang Merah dan tentara pejuang. Dua orang  anggota Palang Merah Pemuda tertangkap dan dibunuh. Sebuah laporan  menyebutkan salah seorang di antaranya matanya dicungkil.
Karena Agresi Belanda ini maka Pusat Komando TRIP berpindah ke Gabru, Â Kediri dan Madiun. Markas Komando Pusat TRIP berkedudukan di Gabru, Markas Komando I (gabungan dari Batalyon 1000 dan Batalyon 2000) Â berkedudukan di Madiun sedangkan Markas Komando II berasal dari Batalyon 3000 di Kediri.Â
Ada sebuah lagu yang berhasil digubah oleh para  pelajar, khususnya ketika Malang sudah direbut tentara Belanda pada 31  Juli 1947. Liriknya sebagai berikut: "Mari kawan-kawan menuju Kota  Malang/yang telah lama terpaksa kita tinggalkan/Mari rebut kembali dari  tangan musuh/mari kita serbu kita halau dengan musnah/Hai pemuda-pemuda  harapan bangsa/ Ingat kewajiban Kota Malang menanti sudah, pahlawan jang perwira/tabahkan hatimu/tiada gentar dwiwarna harus berkibar pula di  Malang yang megah."
Para korban yang gugur tersebut dikubur oleh sekelompok orang yang  ditawan Belanda dalam satu lubang yang tidak jauh dari markas TRIP di  Jl. Salak yang kini telah dirubah menjadi Jl. Pahlawan TRIP. Untuk  mengenang dan menghargai jasa dan pengorbanan para pejuang yang gugur  tersebut, dibangun sebuah monumen Pahlawan TRIP. Monumen dan Taman Makam  Pahlawan TRIP ini terletak di Jl. Pahlawan TRIP, sebelah utara Museum Brawijaya Malang. Peresmian taman makam pahlawan TRIP ini dilakukan oleh  Presiden Soekarno pada tahun 1959.
Mudah mudahan artikel ini bermanfaat sebagai pembelajaran bahwa Kemerdekaan Indonesia yang dinikmati sekarang adalah buah dari para Pejuang bangsa, termasuk peran tentara Pelajar. Mereka rela meninggalkan bangku sekolah dan harus turun kemedan laga. Kemerdekaan Indonesia ditebus dengan tetesan darah dan air mata. Mereka gugur demi harga diri bangsanya.
Duhai Pemuda... Pelajar... Mahasiswa... Jaman Now, ayo isi kemerdekaan ini dengan prestasimu. Tunjukan Karyamu untuk bangsamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H