Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Sejarah TRIP, Peran Pelajar Usir Penjajah

27 Juli 2018   09:51 Diperbarui: 27 Juli 2018   10:08 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana para Pelajar yang notabene masih menuntut ilmu dibangku sekolah, harus Angkat Senjata meninggalkan pelajaran  dan turun berjuang mengusir Penjajah? di Malang ada sebuah Monumen untuk mengenang betapa gigihnya para pejuang melawan penjajah. ini monumennya

dok.pribadi
dok.pribadi
Pernah melihatnya? Penasaran Kisahnya? Yuk kita telusuri sejarahnya sbb :

Setelah Jepang menyerah dan terjadi pelucutan senjata, lahirlah  organisasi-organisasi pelajar di seluruh daerah.Selain tentara formal,  para pelajar juga membentuk kesatuannya sendiri. Barisan Keamanan Rakyat  (BKR) pelajar pun dibentuk di Surabaya. Pendaftaran dilakukan pada 22 September 1945, persyaratannya harus berumur 17 tahun. 

Pasukan ini  terdiri atas 4 staf. Tanggal 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi TKR  (Tentara Keamanan Rakyat) maka dengan sendirinya BKR Pelajar berubah  nama menjadi TKR Pelajar pada tanggal 19 Oktober 1945 yang diresmikan  oleh komandan TKR Kota Surabaya, Soengkono. Barisan pelajar ini aktif  terjun dalam pertempuran melawan tentara Sekutu di Surabaya, baik dalam  kota ataupun di luar kota. Karena kekuatan yang tak seimbang maka  pasukan TKR pelajar terpaksa meninggalkan Surabaya, akhirnya bermarkas  di pabrik gula Candi.

Tahun 1946 TKR berubah menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) maka  TKR Pelajar pun berubah nama menjadi TRI Pelajar tepatnya pada tanggal 26 Januari 1946 yang kemudian dikenal sampai sekarang dengan sebutan  TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Pemusatan pasukan kemudian ditempatkan di Desa Jetis, sebelah timur Mojokerto, di mana tempat  tersebut merupakan basis perjuangan para pelajar yang akan menuju garis depan yang datang dari daerah Kediri, Blitar, Malang, Jember, Madiun,  Solo, Jogya, Bojonegoro dan lain-lain. 

Rasa nasionalisme di kota yang  merdeka ini ditanamkan oleh orator semacam Bung Tomo. Pada 17 Maret 1946  Bung Tomo berpidato di Stadion Malang yang dihadiri oleh ribuan orang  yang datang berduyun-duyun. "Djanganlah meroentjing-roentjingkan hak  lebih dahoeloe akan tetapi penoehilah toentoetan kewadjiban sebagai  warga negara Indonesia," demikian antara lain yang diungkapkan Bung  Tomo. Selain Bung Tomo, Mas Isman komandan TRIP Jawa Timur juga  dielu-elukan rakyat ketika memasuki Kota Malang. "Jangan elu-elukan  kami, kami bukan pahlawan, tangan kami berlumuran darah. Yang layak  menjadi pahlawan adalah rakyat yang teraniaya dan terjajah."

Pada 14-16 Juli 1946 di Kota Malang diadakan Kongres Pelajar yang  dihadiri oleh semua unsur pimpinan IPI Jawa Timur, termasuk bagian  laskarnya. Pada 21 Juli 1946 dengan masuknya satuan pelajar dan laskar  IPI sebagai realisasi kongres di Malang maka diputuskan Markas Pusat  TRIP Jawa Timur berkedudukan di Kota Malang dengan pimpinan Komandan  Isman dan Wakil Komandan Moeljosoedjono berkedudukan di Mojokerto. Kemudian pasukan yang ada dikoordinasi dalam satuan-satuan kecil.  Batalyon 1000 meliputi Karesidenan Surabaya berkedudukan di Mojokerto dipimpin Gatot Kusumo. 

Batalyon 2000 meliputi Karesidenan Madiun dan  Bojonegoro berkedudukan di Madiun terdiri dipimpin Surachman. Batalyon  3000 meliputi Karesidenan Kediri berkedudukan di Kediri dipimpin  Sudarno. Batalyon 4000 meliputi Karesidenan Besuki berkedudukan di  Jember dipimpin Mukarto. Batalyon 5000 meliputi Karesidenan Malang  berkedudukan di Malang dipimpin Susanto.

Pada Februari 1946 TRIP memperluas sayapnya dengan mengadakan latihan  kader, meminta setiap sekolah di seluruh Jawa Timur mengirim dua wakilnya. Situasi berubah ketika pada April 1946 kubu TRIP di Kadamean  diserang tentara Belanda dengan tembakan mortir. 

Dua pelajar gugur dan  dua orang lagi luka-luka. Salah seorang yang terluka adalah Mohammad  Razid dari Malang. Kedua belah kakinya putus kena pecahan mortir  sehingga akhirnya ia meninggal. Dalam pertempuran lain di Balungbendo  dua pelajar lagi gugur. Mereka adalah Saibudin dimakamkan di Taman  Pahlawan Sidoarjo dan Budiarjo dimakamkan di Taman Pahlawan Malang.

Pada Mei 1946 para pelajar SMT yang tergabung dalam TRIP Staf I  meninggalkan markas Jetis dan bergerak ke Malang dengan tujuan kembali  ke sekolah untuk mengejar ketinggalan menghadapi musim kenaikan kelas  yang jatuh pada Juli 1946. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun