Isu tentang jual beli jabatan di kota kecil Bondowoso kembali menyeruak terutama sejak dua tahun belakangan. Kenapa saya sebut isu? Karena sepanjang tahun sejak meletusnya isu tersebut tak satupun bisa dibuktikan keberadaannya. Mengapa isu ini terus muncul ke permukaan karena memang terdapat dugaan/indikasi kuat disamping karena isu ini sangat seksi untuk terus dimunculkan.
Beberapa bulan terakhir masyarakat Bondowosopun disuguhi dengan isu panas ini. Perbincangan di berbagai group WA dan media sosial lainnya tampak ramai dengan berbagai komentar miring yang menyertainya. Pandai sekali beradu narasi tentang jual beli jabatan, seolah memang sudah benar-benar terjadi tak tahu menahu tentang isu ini di masa lalu.
Jual beli jabatan adalah jenis kejahatan luar biasa, termasuk bagian dari korupsi, dan oleh karenanya bisa dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi. Namun delik pidana ini termasuk yang sulit untuk dibuktikan kecuali dengan tangkap tangan. Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten tetangga/Probolinggo, perkara jual beli jabatan akhirnya terus dibongkar oleh KPK akibat pengembangan dari peristiwa tangkap tangan sebelumnya. Jika tidak maka akan suit terungkap. Â Kenapa? Karena lazimnya antara penjual dan pembeli sudah saling terikat komitmen dan saling sandra. Jika satu buka suara maka dua-duanya sama terjerat.
Seperti diketahui, soal jual beli jabatan di Bondowoso belakangan begitu riuh. Perseteruan dan perang statemen antara dua politisi senior yakni dari PPP dan PKB yang nota bene juga ketua DPRD akhirnya berujung pada laporan polisi. Pangkal musababnya berawal dari pernyataan politisi PPP didalam forum internal yang kurang lebih menyatakan bahwa ketua DPRD beserta kroninya bermain "proyek". Statemen tersebut kemudian memantik emosi sang ketua DPRD untuk membalas dan dalam sebuah kesempatan terlontar tuduhan serius bahwa pemerintah kabupaten Bondowoso di bawah KH. Salwa Arifin bobrok dan penuh dengan praktik jual beli jabatan.
Bahkan sang ketua dengan santai akan mengungkapkan semua yang dia tahu seperti pengakuannya bahwa dia tahu banyak soal praktik jual beli jabatan. Perang statemen inilah yang kemudian berujung pada saling lapor. Bupati melaporkan ketua DPRD dan Ketua DPRD secara kelembagaan melaporkan kader PPP. Kasus bertambah riuh dengan dukungan resmi dari Wakil bupati yang nota bene bagian dari eksekutif melalui statemennya bahwa dia siap memberikan keterangan jika dibutuhkan oleh aparat seolah turut  menabuh genderang perang.
Diluar perseteruan yang sudah berada di jalur hukum soal jual beli jabatan ini sangat menarik untuk dikupas tuntas. Mengapa? Karena frase jual beli jabatan menjadi icon dan dagangan politik dalam kampanye pemenangan "SABAR" saat itu. Mengapa soal jual beli jabatan, anti  korupsi dan anti pungli menjadi pilihan sebagai janji politik kepada masyarakat Bondowoso? Tentu ada sebab dan asal usulnya.
Jika kita menggunakan logika sederhana saja maka akan dengan mudah ditemukan jawabannya. Jawaban tersebut tentu juga harus didukung oleh sejumlah fakta yang dirasakan dan ditemukan oleh Tim Pemenangan saat itu. Satu satunya pendapat yang paling logis adalah karena  pada masa lalu/sebelum pemerintahan SABAR praktik jual beli jabatan mungkin telah terjadi sangat parah, merata dan berdampak luas terhadap masyarakat. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa yang namanya praktek jual beli jabatan pada masa itu  sudah terstruktur, masif dan sistematis (TMS).
Kondisi demikian ditangkap oleh Tim Pemenangan SABAR sebagai kondisi yang harus mendapatkan prioritas untuk segera diperbaiki dan atas kajian obyektif tersebut Tim memutuskan bahwa "Anti Jual Beli Jabatan" menjadi salah satu icon sekaligus dagangan politik yang dijanjikan kepada masyarakat Bondowoso. Jika tidak ada latar belakang sejarahnya bahwa telah terjadi kondisi "budaya" jual beli jabatan di masa lalu yang sangat parah maka tidak mungkin agenda ini dijadikan barang dagangan dan janji politik.
Inilah penggalan sejarah yang perlu dipahami oleh masyarakat Bondowoso. Masyarakat harus faham mengapa Frasa "Jual Beli Jabatan" begitu populer dan menjadi janji politik yang harus ditunaikan.
Untuk membandingkan kondisi masa lalu dengan kondisi setelah pemerintahan "SABAR" sebenarnya bukan perkara sulit. Dengan satu syarat.....semua pejabat bisa dikondisikan untuk berkata jujur. Sehingga dengan mudah kita petakan dan mencari tahu. "Berapa banyak pejabat yang diangkat/dipromosikan pada masa lalu yang free/tidak bayar?"...Berapa banyak pejabat pada masa pemerintahan SABAR yang mendapatkan jabatan dengan cara membeli?
Pertanyaan kritis berikutnya siapa pelaku Jual Beli Jabatan? Adakah keterlibatan perangkat daerah yang menangani kepegawaian? Adakah keterlibatan bupati secara langsung? Atau hanya sporadik, jual beli jabatan melibatkan para calo dan pejabat yang tertipu?Â
Jika dilakukan oleh pihak-pihak di luar lingkaran kekuasaan mengapa harus ditimpakan tuduhan kepada pemerintahan saat ini? Bukankah  jual beli jabatan itu kejahatan luarbiasa yang menjadi tanggungjawab semua pihak? Apalagi lembaga pengawasan seperti DPRD? Mengapa jika mengaku mengetahui secara langsung sejak awal tidak melapor? Mengapa hanya cenderung dijadikan komoditas politik? Bukankan seorang anggota DPRD harus menjadi contoh sebagai warga negara yang baik?
Pada prinsipnya, seorang penyelenggara negara harus menjalankan tugasnya sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik ("AUPB"). AUPB ini dapat kita temui pengaturannya dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ("UU 28/1999"). Asas Umum Pemerintahan Negara Yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (lihat Pasal 1 ayat [6] UU 28/1999).
Ketika seorang penyelenggara negara seperti DPRD membiarkan terjadinya korupsi di instansi yang dipimpinnya, maka dia telah mengesampingkan penyelenggaraan negara yang bersih yaitu penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya (lihat Pasal 1 ayat [2] UU 28/1999).
Lebih jauh, penyelenggara negara tersebut dapat dianggap telah menyalahgunakan kekuasaan dengan membiarkan dilakukannya korupsi pada instansi yang dipimpinnya dan dapat dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ("UU Tipikor").
Lantas bagaimana dengan maraknya isu jual beli jabatan di Bondowoso? Mengapa baru muncul hari ini? Beberapa pihak yang mengaku dan mengetahui secara persis adanya jual beli jabatan dan mendalilkan di depan umum tapi tidak melakukan tindakan dengan cara melapor berarti bukan warga negara yang baik. Namun dapat dipahami, namanya politikus tentu yang dikedepankan adalah kepentingan politik meski dengan dalih kepentingan masyarakat.
Singkatnya, munculnya  istilah jual beli jabatan yang menjadi barang tagihan saat ini adalah hutang politik yang wajib ditunaikan oleh pemerintahan saat ini. Adalah hal yang wajar jika masyarakat dan DPRD selaku perwujudan dari kepentingan rakyat ikut menagih. Tapi masyarakat juga tidak akan lupa bahwa yang namanya praktik jual beli jabatan sebenarnya sudah terjadi sejak pemerintahan sebelumnya sehingga ada alasan bagi pemerintahan pengganti saat ini  untuk menjadikannya janji politik yang harus ditunaikan. Jika masyarakat ditanya, lebih parah mana praktik jual beli jabatan saat ini dibandingkan dengan masa sebelumnya? Tentu akan dengan mudah dijawab.
Eith....pertanyaan terakhir, kenapa dulu semua diam seribu bahasa? Maka jawabnya yang paling mungkin adalah, pertama....karena dulu tidak pernah ada janji politik sehingga sepi dari perbincangan, kedua... mungkin karena dulu semua belum sadar jika praktek jual beli jabatan merusak birokrasi dan merugikan masyarakat atau....."jangan-jangan" dulu hampir semua terlibat?...lebih banyak yang menerima duit tutup mulut? Menjadi bungkam? Ah.......Bondowoso memang unik dan sedikit aneh.
Kira-kira lebih parah mana ya kondisi pemerintahan sekarang dibandingkan sebelumnya dalam kontek jual beli jabatan???? Silahkan dijawab.!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H