Mohon tunggu...
Eko Setyo Budi
Eko Setyo Budi Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan PNS

Suka traveling, kuliner, baca buku/menulis dan jogging..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

"Candi Belahan", Pesona Warisan Budaya Lokal di Kaki Gunung Penanggungan

4 November 2024   12:51 Diperbarui: 4 November 2024   15:44 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Belahan di kaki Gunung Penanggungan, Pasuruan (Sumber: indonesiakaya.com)

Pesona "Candi Belahan" Lereng Gn. Penanggungan Merupakan Warisan Budaya Lokal Patut Dipelihara dan Dilestarikan oleh Generasi Penerus

Oleh: Eko Setyo Budi

Arca Dewi Laksmi dan Dewi Sri, dan kolam pemandian (Sumber: travel.kompas.com)
Arca Dewi Laksmi dan Dewi Sri, dan kolam pemandian (Sumber: travel.kompas.com)

Candi Belahan terletak di suatu desa terpencil di Pasuruan, secara administrasi, candi bersejarah ini masuk dalam kawasan Desa Wonosuryo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Lokasi obyek wisata ini yang berada di lereng Gunung Penanggungan dalam perjalanan menuju Candi Belahan tidaklah mudah, karena harus melewati jalan desa kondisinya sebagian rusak, berliku, dan terjal.

Pertirtaan Belahan dikelola oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Provinsi Jawa Timur (Sumber: Dokumen pribadi)
Pertirtaan Belahan dikelola oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Provinsi Jawa Timur (Sumber: Dokumen pribadi)

Dalam perjalanan menuju obyek wisata tersebut pertama saya melewati jalan perkampungan/desa. Setelah melewati perkampungan, jalan mulai sedikit menaik masuk lereng Gunung Penanggungan.

Dilereng pegunungan itu terlihat ada kegiatan penambangan batu, dan truk-truk berlalu-lalang mengangkut batu gunung yang sudah dipecah. Saya yang mengendarai sepeda motor melewati jalan kawasan penambangan batu harus waspada, hati-hati, karena kondisi jalan perkerasan paving stone sebagian mengelupas, bergelombang, dan berdebu diperkirakan sepanjang 2-3 km.

Namun demikian, jalan yang dilewati truk-truk yang mengangkut batu terlihat sedikit ada perawatan. Yaitu pemasangan atau penggantian paving stone yang pecah, terburai, dan pemadatan.

Dengan demikian, kendaraan selain truk-truk itu bisa melewati dengan kecepatan rendah menghindari jalan yang rusak. Disamping itu, terdapat beberapa tangki air (truk tangki) yang dipergunakan untuk penyiraman jalan tersebut.

Saya merasa lega setelah melewati kawasan penambangan batu ketika memasuki kawasan wisata jalan sudah beraspal kondisi baik, dan cukup lebar. Tidak ada lagi truk-truk tambang yang berlalu-lalang.

Bisa jadi truk-truk itu dilarang memasuki kawasan wisata Candi Belahan oleh pemerintah setempat. Ketika memasuki kawasan wisata ini ditantang lagi, yakni jalan banyak berliku-liku dan tanjakan tajam. Sepeda motor yang saya kendarai susah naik, bahkan sempat terhenti ditikungan tajam, naik terjal, padahal saya sudah menggunakan gigi satu.

Tiba di lokasi wisata Candi Belahan pukul 11.00 WIB cuaca yang carah, saya pun merasa lega, senang melihat pohon-pohon yang ridang dan tinggi, udaranya sejuk. 

Ke obyek wisata bukan dihari libur atau weekend, jadi tidak banyak pengunjung. Suasana yang nyaman cocok sekali untuk refresing menghilangkan kepenatan di kota.

Memasuki obyek wisata di kawasan Perhutani ini tidak dipungut biaya, dan tersedia penginapan yang sederhana bagi yang ingin berlama menikmati kawasan Candi Belahan. 

Anda yang berwisata ke sini dan bermalam tidak perlu khawatir bila lupa membawa bekal makanan, di sana ada beberapa warung tersedia warung makanan dan minuman sampai malam yang dekat penginapan.

Seperti kita ketahui bahwa di dalam Candi Belahan terdapat pancuran yang disebut "Sumber Tetek" yakni pancuran dari arca dua wanita merupakan yaitu arca Dewi Sri (istri selir) di kiri dan Dewi Laksmi (permaisuri) di kanan yang keduanya merupakan istri-istri raja Airlangga.

Riwayat Pertitaan Belahan (Candi Belahan)

Dalam sejarah disebutkan Airlangga adalah raja Kerajaan Kahuripan masa pemerintahannya berdiri sejak 1019 M sampai dengan 1035 M. Kejayaan Kerajaan Kahuripan berakhir ketika Raja Airlangga membagi dua wilayah diserahkan kepada putranya yaitu bagian barat Kerajaan Daha-Kediri bernama Samarawijaya putra kedua dari permaisuri Dewi Laksmi (putera pertama perempuan tidak bersedia diangkat menjadi ratu) dan bagian timur Kerajaan Jenggala-Sidoarjo yang bernama Mpanji Garasakan dari selir bernama Dewi Sri.

Raja Airlangga seorang yang diyakini titisan Dewa Wisnu telah membuat kebijakannya dilandasi oleh nilai-nilai agama dan niatnya untuk hidup saling mengormati, membangun peradaban manusia yang martabat, dengan rasa persatuan dan kesatuan, maka ia menjadi Raja yang mampu membawa kemakmuran bagi rakyatnya.

Kemudian, disebutkan lereng sebelah timur Gunung Penanggungan, berdiri sisa-sisa sebuah 'petirtaan kuno' yang diduga merupakan peninggalan Airlangga. Petirtaan kuno tersebut dikenal oleh masyarakat umum sebagai "Candi Belahan", sesuai dengan nama dusun tempat candi berada.

Namun, penduduk lokal sendiri memiliki nama yang berbeda untuk menyebut candi ini. Yaitu mereka lebih mengenalnya dengan sebutan "Candi Sumber Tetek".

Dalam bahasa Jawa: sumber artinya mata air, tetek artinya payudara. Nama itu seakan terkesan vulgar tersebut kepada candi ini, yang memang mata air yang muncul di Candi Belahan mengalir keluar dari bagian payudara salah satu arca yang ada di candi tersebut, yaitu arca Dewi Sri di kiri dan Dewi Laksmi di kanan.

Arca yang bagian payudaranya menjadi tempat keluar mata air adalah arca Dewi Laksmi. Air yang mengalir keluar dari tetek Dewi Laksmi ini kemudian ditampung pada kolam pemandian berbentuk persegi panjang yang ada di bawahnya.

Fakta dan Kondisi Candi Belahan

Kolam pemandian Candi Belahan berukuran 6 x 4 m dengan kedalaman sekitar 30 cm, dan dasar kolam pemandian tersebut tersusun dari batu-batu andesit yang ditata berjajar terlihat alami.

Selain melalui payudara Dewi Laksmi, air yang masuk ke dalam kolam pemandian juga berasal dari pipa yang ada di sisi selatan kolam. Sisi selatan kolam dibatasi oleh dinding bata merah yang konstruksinya menempel pada lereng gunung, menjadi suatu keunikan arsitektur tersendiri.

Kemudian, sisi barat kolam dibatasi oleh dinding yang juga terbuat dari bata merah dan menjadi tempat dua arca dewi berada. Sementara sisi utara dan timur tidak memiliki dinding, hanya beberapa anak tangga yang menjadi jalan masuk menuju kolam.

Arca Dewi Sri dan Dewi Laksmi terletak di sisi barat kolam pemandian. Kedua arca tersebut terbuat dari batu andesit dan masing-masing menempati sebuah relung dengan arah hadap ke timur.

Diantara keduanya, terdapat batu andesit berbentuk kubus yang digunakan oleh para pengunjung yang berkepentingan untuk meletakkan sesaji. Bagia atas batu andesit kubus tersebut ada sebuah relung yang kini telah kosong dan runtuh. Dinding yang menaungi arca Dewi Sri dan Dewi Laksmi sendiri memiliki panjang 6,85 m, lebar 6,30 m, dan 4,60 m.

Seorang wanita ambil air Sumber Tetek dibawa pulang (Sumber: Plickr.com)
Seorang wanita ambil air Sumber Tetek dibawa pulang (Sumber: Plickr.com)

Adapun penduduk sekitar candi, yang kini masih memanfaatkan air dari Candi Belahan untuk kebutuhan sehari-hari untuk mencuci, memasak, dan minum. Terkadang penduduk sekitar memakainya untuk mandi di kolam Candi Belahan.

Selain kegiatan mandi yang dilakukan oleh penduduk sekitar, tetapi juga para pengunjung yang datang dari luar kota. Konon air itu tidak hanya sekadar untuk menyegarkan diri, tetapi untuk tujuan tertentu yang membuat orang awet muda, menyembuhkan berbagai penyakit.

Meskipun sudah memasuki zaman modern, nyatanya Candi Belahan masih memiliki mitos yang diyakini kebenarannya masyarakat sekitarnya. Mereka berkeyakinan 'mata air' yang mengalir dan mengisi kolam pemandian Candi Belahan berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit dan membuat orang awet muda.

Hal inilah yang membuat banyak orang yang menyempatkan diri untuk mandi ketika datang berkunjung ke Candi Belahan. Bahkan ada yang membawa pulang airnya ke rumah dengan botol atau gallon dengan mengharap keberkahannya.

Masyarakat sekitarnya berkeyakinan, faktanya air yang mengalir keluar di Candi Belahan merupakan air yang berasal dari mata air pegunungan yang segar dan alami serta senantiasa mengalir sepanjang tahun tanpa mengenal musim merupakan anugerah keberadaan Candi Belahan.

Itulah pesona Candi Belahan dengan segala mitosnya merupakan bagian dari warisan nenek moyang kita, kearifan lokal. Kita yang hidup di zaman serba modern ikut berbangga keberadaan situs Candi Belahan masih terpelihara dengan baik.

Tentu wajib untuk kita jaga terus dan dilestarikan agar generasi yang akan datang masih tetap dapat menikmati keindahannya, mempelajarinya dan tidak melupakan warisan nenek moyang kita sebagai jati diri bangsa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun