Go-Viet menawarkan layanan transportasi kendaraan atau GoRide, pengiriman makanan atau GoFood, dan pengiriman barang atau GoSend. Melansir media lokal Vietnam, Go-Viet berhasil menjalin kerjasama dengan lebih dari 25.000 sopir dan berhasil merebut 35% pangsa pasar di Kota Ho Chi Minh, dalam jangka waktu dua bulan setelah peluncurkan. Saat itu, Direktur Utara Perusahaan Go-Viet mengatakan bahwa GoViet bisa menjadi mitra strategis bagi Gojek. Hanya dalam jangka waktu singkat, GoViet juga mulai merambah ke berbagai layanan yakni GoCar hingga GoPay.
Ironisnya, setelah hampir enam tahun beroperasi, boleh jadi karena kompetisi yang ketat di segmen ini membuat Go-Viet mundur dari Vietnam. Bisnis Gojek di Vietnam resmi ditutup terhitung sejak tanggal 16 September 2024 oleh Manajemen PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
Penutupan Gojek di Vietnam disampaikan sekretaris perusahaan Go To, Koesoemohadi. Dia mengatakan, penutupan GoViet karena perusahaan mengambil keputusan strategis ini agar bisa lebih fokus mengembangkan dan memperkuatan kegiatan operasional yang dapat memnerikan potensi pertumbuhan siginifikan secara berkelanjutan.
“Strategi ini sejalan dengan agenda Grup GoTo dalam mendorong pertumbuhan bisnis jangka panjang,” katanya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu, 4 September 2024. Kemudian, dia menjelaskan bahwa bisnis Gojek di Vietnam menyumbang kurang dari 0,5 persen dari nilai transaksi kotor (GTV) Grup GoTo dan hanya 2 persen dari GTV on-demand services di 2024. “Sehingga keputusan ini tidak akan berdampak negatif pada operasional perseroan secara luas, serta kinerja bisnis dan keuangan secara menyeluruh,” ujarnya.
Apakah Gojek kalah bersaing di Vietnam?
Menurut Koesoemohadi, pasar di Vietnam sebenarnya menarik tetapi “kue yang diperebutkan” (skala) relatif kecil dengan ruang pertumbuhan yang mulai terbatas. Di sisi lain, pelaku usaha di segmen ini semakin terfragmentasi dengan kecenderungan lebih banyak ‘bakar uang’ untuk mempertahankan pangsa pasar. Sedangkan potensi ekonomi digital, terutama di Indonesia, jauh lebih prospektif dan lebih menjanjikan di masa depan. Dengan keputusan mundur di Vietnam, Gojek bisa mengejar yang lebih cepat dan lebih tinggi lagi.
GoTo mencatat penurunan rugi periode berjalan sebesar 61 persen menjadi Rp 2,8 triliun pada semester I-2024, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 7,2 triliun. Adapun nilai transakksi bruto alias GTV grup tercatat di angka Rp 256,37 triliun per Juni 2024 atau turun 12 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 292,56 triliun.
Pendapat bruto GoTo pada semester I-2024 sebesar 9,71 triliun atau turun 18 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, yakni Rp 11,81 triliun. Pada semester I-2024, pendapatan bersih GOTO tercatat sebesar Rp 7,73 triliun, atau meningkat 12 persen dibandingkan periode sama tahun 2023 sebesar Rp 6,88 triliun.
Hingga penutupan perdagangan Rabu, 4 Setember 2024, saham GOTO stagnan dilevel gocap Rp 52 per saham. Transaksi jumbo lebih dari Rp 800 miliar terjadi di pasar negosiasi, saat ini perdagangan pasar regular (net) hanya berkisar Rp 51,01 miliar.
Direktur Ekonomi Digital CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Nailul Huda, mengatakan langkah GoTo menutup bisnis di Vietnam merupakan strategi yang tepat. Menurutnya, potensi ekonomi digital di Indonesia jauh lebih prospektif dan lebih menjanjikan di masa depan dibandingkan Vietnam.
"Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar juga saya rasa mempunyai daya tawar yang lebih menarik dan bisa mendatangkan keuntungan yang cukup besar bagi perusahaan. Ketika ada negara yang memang tidak menguntungkan ya sangat wajar jika perusahaan tersebut cabut dari sana," kata Nailul.